Melihat Akademi Militer dari Dalam...
Baik di dalam ataupun di luar Akmil, taruna terikat dengan banyak peraturan. Di Akmil ditetapkan ada delapan dosa besar taruna. Jika terbukti dilakukan, taruna pelakunya akan langsung dipecat,
Akademi Militer punya sejarah panjang dan kultur yang kuat. Akan tetapi, adanya kemajuan teknologi dan informasi membuat akademi bagi calon perwira TNI AD itu harus berevolusi. Bagi para perwira, tugas mereka menjaga kedaulatan bermula dari langkahnya menjejakan kaki di Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, ini.
Berdiri 31 Oktober 1945, Akademi Militer (Akmil) menjadi kawah Candradimuka sebagai pendidikan pertama selama tiga bulan bagi semua calon prajurit taruna (capratar) dari semua matra. Setelah itu, capratar akan melanjutkan pendidikan sesuai dengan matra yang diterjuni ke Akademi Angkatan Udara (AAU), Akademi Angkatan Laut (AAL), dan Akademi Kepolisian (Akpol). Namun, capratar TNI Angkatan Darat tetap melanjutkan pendidikan di Akademi Militer.
Magelang dianggap sebagai lokasi yang paling tepat untuk lokasi pendirian Akmil dibandingkan dengan dua alternatif lokasi lainnya, yaitu Bandung dan Sukabumi. Selain karena suasana kotanya yang cenderung tenang dan sejuk, Magelang juga memiliki latar belakang militer yang cukup kuat karena menjadi lokasi parade tentara Belanda. Kota ini juga dianggapo penting karena di sana terdapat Gunung Tidar yang dianggap sebagai titik pusat Jawa atau sering disebut sebagai pakuning tanah Jawa.
Jadwal penuh
Tujuan Akmil adalah mengubah budaya dan cara berpikir sipil menjadi militer. Hal ini tidak saja terkait dengan disiplin, tetapi juga karakteristik secara menyeluruh yang dibutuhkan untuk tugas-tugas militer.
Salah satu dari sekian banyak cara adalah menempatkan para taruna ini di situasi yang penuh tuntutan. Dari sisi jadwal, misalnya, kegiatan mereka tersusun padat sejak pagi hingga malam hari. ”Kita membentuk mereka dengan memberikan situasi yang sulit,” kata Gubernur Akmil Candra Wijaya.
Baca juga : Tradisi-tradisi Unik di Tiga Akademi TNI
Aktivitas sudah mulai pukul 04.00 pagi. Setiap taruna harus membenahi kamar dan tempat tidur serta beribadah, Aktivitas dilanjutkan dengan olahraga pagi, mandi, serta apel pagi. Kelas mulai 07.00 hingga pukul 14.55 diselingi makan siang. Tidak ada untuk istirahat. Sore saatnya olahraga dan beragam ekstrakurikuler, seperti bela diri, kesenian, dan menembak. Acara dilanjutkan dengan mandi, makan, dan belajar hingga pukul 20.30.
Setelah itu, waktu bebas. ”Biasanya waktu bebas itu diisi dengan kegiatan yang tidak bisa dilakukan sejak pagi, mulai dari mencuci, menyetrika, membersihkan sepatu, hingga main band,” ujar Kepala Kelembagaan Permusyawaratan Taruna Akmil Sersan Mayor (Serma) Sawung Setiawan.
Sebagai warga sipil, aktivitas para taruna dinilainya sungguh melelahkan dan menguras energi.
Ini belum termasuk kalau ada latihan di luar, seperti latihan pengenalan medan yang isinya navigasi selama tiga hari. Dalam keaadaan berlumpur dan basah kuyup, mereka sampai di barak pukul 21.00 malam, dilanjutkan membersihkan diri dan alat hingga pukul 12 malam dan keesokan harinya bangun pukul 04.00 pagi lagi.
”Padatnya aktivitas itu memicu kejenuhan di tahun pertama. Beruntung, ada kawan-kawan yang senasib sepenanggungan dan kompak sehingga jadi semangat lagi," ujarnya.
Endang Sri Kurniatun, salah seorang dosen pengajar di Akmil, mengatakan, sebagai warga sipil, aktivitas para taruna dinilainya sungguh melelahkan dan menguras energi. ”Kalau saya punya anak laki-laki, saya tidak akan pernah tega, mengizinkan dia untuk mendaftar dan masuk sebagai taruna,” ujarnya sembari tersenyum.
Darmoko, seorang pengajar lainnya, mengatakan, padatnya aktivitas dan banyak beban tugas serta kewajiban yang harus dilakukan membuat sejumlah taruna juga sempat dilihatnya lesu, lelah, dan tidak bersemangat. Namun, sesulit apa pun situasi yang dihadapi, tak satu taruna pun terpancing untuk bercerita atau ”curhat”. ”Saya bilang kepada mereka, tetap semangat, kamu pasti bisa,” ujar Darmoko.
Baca juga : Mosaik Kisah Para Calon Perwira TNI
Pendidikan
Gubernur Akmil Mayjen TNI Candra Wijaya mengatakan, selain padat, aktivitas para taruna juga dibatasi dengan banyak aturan ketat. Salah satunya tidak diizinkan untuk memegang dan menggunakan telepon seluler, kecuali saat libur. Bagi taruna yunior yang masih menempuh pendidikan tahun pertama dan kedua mendapatkan dua hari libur, yaitu akhir pekan, dimulai Sabtu setelah pukul 10.00 hingga Minggu, sedangkan taruna senior bisa libur tiga hari dalam sepekan.
Dalam hari libur tersebut, para taruna juga diberi kesempatan pergi menginap. Tidak hanya pergi mengunjungi kerabat atau pergi bersama keluarga, pada hari libur tersebut, sebagian taruna terkadang juga memanfaatkannya dengan berkunjung ataupun menginap di rumah pengajar, pejabat, ataupun pegawai Akmil yang dikenalnya.
Dalam segala tingkah lakunya, baik di dalam maupun di luar Akmil, taruna terikat dengan banyak peraturan. Di Akmil, ditetapkan ada delapan dosa besar taruna. Jika terbukti dilakukan, taruna pelakunya akan langsung dipecat. Salah satu ”dosa” yang pantang dilakukan adalah mencontek. ”Tahun ini ada dua taruna yang dikeluarkan karena mencontek,” ujarnya.
Terkait dengan pendidikan, Direktur Pendidikan Akmil Brigjen TNI Yudi Sulistyanto, mengatakan, pendidikan para taruna terdiri dari 70 persen praktik dan 30 persen teori. Setiap hari, segala perilaku dan pencapaian taruna diawasi dan dinilai. Semula, faktor jasmani, kekuatan fisik, menempati persentase penilaian 45 persen.
Kini, persentase penilaian jasmani berkurang menjadi 15 persen. Sementara persentase penilaian kepribadian sekitar 15 persen, dan dengan mempertimbangkan potensi perang yang berkembang menjadi perang modern, seperti cyber war, persentase penilaian terbesar, 70 persen, adalah penilaian pada pengetahuan taruna.
”Perubahan ini sudah kira-kira lima tahun. Kita sadar dulu jasmani sangat tinggi sampai ada anekdot, enggak usah pinter-pinter yang penting lari kenceng,” kata Yudi.
Tentunya tetap ada batas minimal kemampuan fisik karena ketahanan fisik dibutuhkan untuk militansi. Misalnya, dalam 12 menit minimal harus bisa lari 2,4 km. Namun, seiring dengan perubahan zaman dan mengingat makin berkurangnya potensi terjadi perang fisik, pengetahuan lebih diutamakan dari kemampuan fisik.
Baca juga : Akademi di TNI Beradaptasi Hadapi Gen Z
Silabus
Terkait dengan silabus kuliah di Akmil, masuk sebagai calon prajurit taruna, tiga bulan taruna digembleng di sesi Candradimuka. Lulus dari tahap yang sulit ini, para siswa berhak menyandang pangkat prajurit taruna (pratar) dan masuk tahap kedua penggemblengan selama tiga bulan. Kemudian mereka menjadi kopral taruna dan melalui latihan dasar kemiliteran, termasuk berada di satuan kecil sebanyak 10 orang. Setelah enam bulan mulai terbagi ke cabang-cabang, seperti infanteri, polisi militer, dan zeni.
Masuk tingkat dua, pangkat naik menjadi sersan taruna, satuan yang harus dipimpin mulai membesar, yaitu peleton dalam latihan perang Pramuka Yudha. Di tingkat tiga, sebagsai sersan mayor dua taruna, latihan sudah semakin kompleks, di antaranya Hulubalang yang mempraktokkan ilmu melawan gerilyawan. Salah satu yang menarik adalah di tingkat ini, taruna sudah mulai mempraktikkan pembinaan teritorial. Caranya, mereka harus tinggal di rumah penduduk dan menjadi ”anak angkat”.
Di tingkat empat, saat menjadi sersan mayor satu taruna, mereka sudah lebih banyak ada di luar Akademi Miltier karena harus pendidikan dasar di kecabangan masing-masing dan dilanjutkan dengan kerja praktik. Ada juga latihan terjun satu bulan dan latihan integrasi dengan Akademi Angkatan Laut, Akademi Angkatan Udara, dan Akademi Kepolisian.
Di tingkat empat, saat menjadi sersan mayor satu taruna, mereka sudah lebih banyak ada di luar Akademi Miltier karena harus pendidikan dasar di kecabangan masing-masing dan dilanjutkan dengan kerja praktik.
Dalam perkembangannya dengan banyaknya taruna yang sudah diterima, Akmil adalah perwujudan dari Indonesia kecil. Sejauh ini, Akmil sudah menerima 83 suku dari berbagai penjuru Nusantara. Banyaknya taruna asal Papua mulai terlihat menonjol selama lima tahun terakhir.
Seorang lulusan terbaik Akademi Militer, disebut peraih Adimakayasa, biasanya sudah diamati dari tingkat satu. Lima besar yang terus bersaing menjadi nomor satu. Persaingan sangat ketat.
Sejak 2009, di mana Akmil masuk kategori pendidikan vokasi, pendidikan yang awalnya tiga tahun jadi empat tahun. Ke depan, dengan basis ilmu pengetahuan yang lebih banyak, para perwira TNI AD diharapkan bisa mengambil keputusan yang tepat dengan data dan fakta.