LBH Jakarta Siapkan Gugatan Warga Negara Terkait Pinjaman Daring Ilegal
Melalui gugatan warga negara, pemerintah diharapkan menyelesaikan persoalan terkait pinjaman daring ilegal dari hulu. Dengan demikian, tak ada lagi korban pinjaman daring ilegal.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Bantuan Hukum Jakarta segera mengajukan gugatan warga negara terkait pinjaman daring ilegal. Gugatan diharapkan dapat mengubah kebijakan sehingga persoalan pinjaman daring ilegal bisa diselesaikan dari hulu.
Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora saat dihubungi, Minggu (24/10/2021), mengatakan, dalam waktu dekat LBH Jakarta akan mendaftarkan gugatan warga negara terkait masalah pinjaman daring ilegal ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Menurut Nelson, ada sejumlah warga yang mengajukan gugatan, termasuk di antaranya korban pinjaman daring ilegal.
Gugatan ditempuh agar korban pinjaman daring ilegal tidak semakin banyak. Sejak 2018, LBH Jakarta bersama para korban telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong kebijakan yang memberikan perlindungan hukum dan hak asasi manusia (HAM) kepada para korban. LBH juga telah mengajukan notifikasi kepada Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Menteri Komunikasi dan Informatika, Presiden, dan Ketua DPR.
Namun, upaya itu tak membuahkan hasil yang signifikan. Belum ada pembenahan regulasi untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat terkait masalah pinjaman daring langsung melalui aplikasi tanpa melibatkan instansi perbankan. Tindakan aparat kepolisian menangkap pelaku pinjaman daring ilegal di sejumlah daerah akhir-akhir ini, menurut Nelson, seolah reaksioner atau setelah Presiden Joko Widodo para pelaku pinjaman daring ilegal ditindak.
”Ada kelalaian, pembiaran, yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melindungi warganya dari jeratan pinjaman daring ilegal. Tahun 2013, OJK mengatakan bahwa peer to peer lending itu ilegal. Lalu mengapa bisa kecolongan sampai banyak korban berjatuhan?” kata Nelson.
Sejumlah hal yang akan digugat di pengadilan adalah tidak adanya kedudukan yang setara dalam pembuatan perjanjian pinjam-meminjam di aplikasi pinjaman daring. Ada pengambilan dan pengumpulan data pribadi, tetapi tidak dibatasi. Pelaku pinjaman daring bisa mengakses data pribadi yang tersimpan di ponsel korban, bahkan ditemukan penyalahgunaan data untuk meneror dengan konten pornografi.
Selain itu, biaya administrasi pinjaman daring sangat tinggi, yaitu mencapai 30 persen dari nilai pinjaman yang diajukan. Bunga pinjaman juga bisa mencapai 4 persen per hari. Jika korban tidak segera melunasi utangnya, pelaku akan menagih dengan mengancam, menipu, menyebarkan data pribadi, hingga melakukan pelecehan seksual secara daring. Permasalahan ini sudah sering dilaporkan ke kepolisian. Namun, korban merasa tidak ada penyelesaian yang layak. Pelaku tidak diberi sanksi tegas.
”Tahun 2019 ada seorang sopir taksi yang bunuh diri di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, karena terlilit utang pinjaman daring. Kami kecewa dengan proses hukumnya yang tidak tuntas. Mengapa polisi tidak menginvestigasi ponsel korban? Padahal, di situ bisa dilihat apa yang menyebabkan korban sampai bunuh diri, seperti ancaman dari pelaku pinjaman daring,” papar Nelson.
Selain korban yang bunuh diri karena terlilit utang pinjaman daring ilegal, LBH Jakarta juga mencatat sejumlah pelanggaran HAM. Contohnya, korban mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dipaksa mengundurkan diri karena penagihan utang dilakukan kepada rekan kerja atau atasan. Korban juga bercerai atau rusak rumah tangganya karena penagihan dilakukan kepada pasangan, keluarga ipar, dan sebagainya.
Untuk mencegah korban berjatuhan, harus ada aturan yang bisa menjawab kebutuhan perlindungan hukum dan HAM yang layak bagi para konsumen dan pengguna aplikasi pinjaman daring.
”Kami tidak mau penegakan hukum terhadap kasus pinjaman daring ini hanya menjadi aksi reaksioner karena ada atensi dari Presiden. Kami ingin pemerintah benar-benar serius menuntaskan masalah ini dari hulunya dengan membuat regulasi yang melindungi konsumen serta pengawasan terhadap pelaksanaan aturan tersebut,” imbuh Nelson.
Menurut rencana, gugatan akan ditujukan kepada Presiden, Menteri Komunikasi dan Informatika, Ketua DPR, dan Ketua Dewan Komisioner OJK. Nelson berharap gugatan bisa sukses dan dikabulkan, seperti gugatan dari Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) terkait persoalan polusi udara.
Penyelesaian di hulu
Anggota staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo, mengapresiasi rencana pengajuan gugatan warga negara dalam kasus pinjaman daring ilegal.
Menurut dia, ini adalah bentuk kepedulian untuk melindungi masyarakat dari pelanggaran yang dilakukan para pelaku pinjaman daring. Sejak 2018, YLKI telah menangani laporan konsumen terkait pinjaman daring ilegal. OJK dan Kemenkominfo telah memblokir ribuan aplikasi layanan pinjaman daring ilegal, tetapi tidak menunjukkan efek signifikan. Aplikasi tetap muncul di layanan Playstore ponsel.
”Selama ini, penindakan masalah pinjaman daring ilegal ini masih sekadar di hilir. Belum ada regulasi yang melindungi warga apabila ada pencurian data pribadi dan disalahgunakan. Persoalan ini harus diatasi dari hulunya agar tidak berulang di kemudian hari,” kata Rio.
Dari sejumlah penangkapan pelaku pinjaman daring, Rio berharap polisi bisa mendalami dari mana asal para investor pinjaman daring tersebut. Pelaku juga harus diproses hukum dengan hukuman yang memberikan efek jera. Selanjutnya, pemerintah perlu membuat regulasi baru agar kasus serupa tak terulang.
Pasca-imbauan dari pemerintah agar korban pinjaman daring ilegal tidak perlu membayar utangnya, YLKI juga berharap pemerintah membuka layanan call center. Tujuannya, agar masyarakat yang mendapatkan teror dan intimidasi dapat mengadu dengan mudah dan cepat. Selanjutnya, para korban benar-benar bisa mengakses dan mendapatkan perlindungan dari ancaman pelaku pinjaman daring ilegal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam keterangan pers, Jumat (22/10/2021), mengatakan, pemerintah bersungguh-sungguh akan menindak tegas para pelaku pinjaman daring ilegal. Pemerintah ingin hadir menyelamatkan rakyat dari tindakan pemerasan dan pengancaman. Secara perdata, pemerintah juga menganggap izin pinjaman daring ilegal tak memenuhi syarat obyektif ataupun subyektif.
Selain itu, pemerintah mengimbau korban pinjaman daring ilegal untuk tidak membayar utangnya. Pemerintah juga berkomitmen melindungi korban. Korban diminta melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adapun perusahaan penyedia jasa pinjaman daring ilegal yang mengancam dengan konten pornografi akan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
”Para korban supaya berani melapor polisi agar mendapatkan perlindungan. Terkait perlindungan yang lebih spesifik bisa dilakukan oleh LPSK yang mekanismenya sudah disediakan oleh UU,” kata Mahfud.