Tiada Pinjaman Seharga Nyawa...
Jumlah utang menjadi berlipat dan teror tak berkesudahan seolah menjadi akibat dari terjerat pinjaman daring ilegal. Bahkan, dalam kasus ekstrem, ada pula yang berujung hilangnya nyawa.
Seorang ibu berinisial WI yang berusia 38 tahun di Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri, awal Oktober 2021. Ibu dua anak itu tak sanggup melunasi utang. Namun, oknum petugas pinjaman daring ilegal terus menerornya. Dia dipaksa segera melunasi utang.
WI meninggalkan surat berisi pesan permohonan maaf kepada suaminya dan keluarganya karena berutang. Ia meminta suaminya membayar utangnya sesuai kemampuannya dan merawat dua anak perempuan mereka. Almarhumah juga menitipkan pesan permintaan maaf kepada orang-orang yang menagihnya.
Seperti ditulis di Solopos.com (4/10/2021), di rumah WI ditemukan pula buku catatan yang berisi detail tempat WI diduga meminjam uang. Ada 27 operator pinjaman daring yang tertulis dengan nominal berkisar Rp 1,6 juta sampai Rp 3 juta per operator pinjaman daring. Total pinjaman dari seluruh operator itu Rp 55,3 juta.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri menyelidiki kasus WI hingga akhirnya berhasil membongkar perkara pinjaman daring ilegal yang mengakibatkan WI bunuh diri. Bareskrim kemudian menangkap pihak pendana dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Solusi Andalan Bersama yang menaungi salah satu pinjaman daring ilegal yang selama ini meneror WI.
”Ditangkap saudari JS yang merupakan fasilitator WNA (warga negara asing) Tiongkok, perekrut masyarakat untuk menjadi ketua koperasi simpan pinjam, maupun direktur perusahaan fiktif yang digunakan sebagai operasional pinjaman daring ilegal. Dan juga sebagai pemodal untuk mendirikan perusahaan atau KSP fiktif yang diduga digunakan untuk operasional pinjaman daring ilegal,” ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Helmy Santika sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (22/10/2021).
Baca juga : Negara Janji Lindungi Para Korban Pinjaman ”Online” Ilegal
Helmy mengatakan, KSP Solusi Andalan Bersama yang dimodali JS tersebut mengelola sejumlah aplikasi pinjaman daring ilegal. Beberapa nama dari aplikasi yang dikelola bernama Fulus Mujur dan Pinjaman Nasional. Aplikasi Fulus Mujur itulah yang memberikan pinjaman kepada WI.
Dari hasil penyelidikan, lanjut Helmy, dari korban WI yang bunuh diri tersebut ditemukan fakta bahwa yang bersangkutan telah meminjam di 23 aplikasi pinjaman daring ilegal. Salah satunya aplikasi Fulus Mujur yang dikelola KSP Solusi Andalan Bersama.
Dari JS, polisi menyita sejumlah barang bukti, seperti HP, ratusan akta pendirian KSP, ratusan stempel KSP, dua central processing unit (CPU), dan puluhan NPWP KSP. Selain itu, aparat juga menangkap Ketua KSP Solusi Andalan Bersama berinisial MDA dan SR.
”Dari saudara MDA, disita akta pendirian KSP Solusi Andalan Bersama, perjanjian kerja sama dengan payment gateway, HP, uang senilai Rp 20,4 miliar pada rekening bank atas nama KSP Solusi Andalan Bersama, uang senilai Rp 11 juta pada rekening bank atas nama KSP Solusi Andalan Bersama. Dari SR disita HP,” ujar Helmy.
Baca juga : Memutus Jerat Tak Berujung Pinjol Ilegal
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri menangkap tujuh tersangka dari delapan kantor pinjaman daring ilegal yang tersebar di wilayah Jakarta dan Tangerang. Sindikat pinjaman daring ilegal ini termasuk dalam jaringan yang akhirnya membuat WI bunuh diri. Helmy mengimbau agar masyarakat langsung menghubungi nomor hotline 0812-1001-9202 apabila menemukan praktik pinjaman daring ilegal. Melalui nomor tersebut, masyarakat bisa langsung melakukan pengaduan.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah sungguh-sungguh akan menindak tegas perusahaan pinjaman daring ilegal. Pemerintah ingin hadir menyelamatkan rakyat dari tindakan pemerasan dan pengancaman. Secara perdata, pemerintah juga menganggap izin pinjaman daring ilegal tidak memenuhi syarat obyektif dan subyektif. (Kompas.id, 22/10/2021)
Mahfud juga mengimbau masyarakat tak perlu membayar utang kepada perusahaan pinjaman daring ilegal. Pernyataan itu disampaikan seusai rapat bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej, Komjen Agus Andrianto, perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kejaksaan Agung, serta Bank Indonesia, Selasa (19/10/2021).
Menindak dan memberdayakan
Pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, secara hukum, pinjaman daring masuk dalam wilayah hukum perdata. Namun, hal itu menjadi masalah pidana ketika cara-cara penagihan dilakukan dengan pemaksaan, seperti pemerasan, termasuk dengan mempermalukan debitor, termasuk dengan pornografi.
Dari sudut keperdataan, keabsahan pinjam-meminjam sama dengan keabsahan sebuah perjanjian. Unsur-unsurnya adalah ada subyek hukum, yakni kreditur dan debitor, ada kesepakatan berupa pinjam-meminjam, ada obyek berupa uang, serta unsur bahwa perjanjian yang dilakukan tidak melanggar hukum.
”Meski pinjol itu perdata, jika cara penagihannya sampai memeras atau mengancam, itu sudah masuk wilayah pidana dan bisa diproses hukum pidana meski dasarnya adalah hukum perdata,” kata Fickar.
Fickar mengapresiasi komitmen pemerintah untuk menindak secara hukum pinjaman daring ilegal dan melindungi korban. Namun, Fickar tidak sependapat jika kemudian pejabat pemerintah mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu membayar utang kepada pinjaman daring ilegal.
Pernyataan tersebut dinilai tidak mendidik dan membuat masyarakat malah akan melakukan tindakan yang keliru, yakni sengaja meminjam kemudian tidak mengembalikan. Semestinya, yang dikatakan adalah bagi yang belum membayar, cukup bayar pinjaman pokok atau jika sudah membayar pinjaman pokok, ia tidak perlu lagi membayar bunganya.
Menurut Fickar, pinjam-meminjam lahir karena ada kepercayaan dan kesepakatan. Fenomena maraknya pinjaman daring ilegal juga memperlihatkan bahwa sebagian besar rakyat, khususnya menengah ke bawah, mengalami kesulitan ekonomi di tengah pandemi. Karena kebutuhan hidup sehari-hari, mereka lalu terjerat pinjaman daring ilegal karena menawarkan kemudahan.
Melihat hal itu, lanjut Fickar, semestinya pemerintah juga mengambil kebijakan untuk memberantas pinjaman daring ilegal secara lebih sistematis melalui kebijakan ekonomi. Caranya dengan meminta bank-bank milik negara menjangkau masyarakat menengah ke bawah yang kebutuhan pinjamannya kecil, yakni Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
”Mereka tentu tidak akan menagih dengan cara ilegal atau pidana, tetapi mereka bisa sekaligus memberi pendidikan kepada masyarakat. Jadi, di satu sisi menindak hukum, di sisi lain mendidik masyarakat juga,” kata Fickar.
Secara terpisah, pengajar kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Josias Simon Runturambi, berpandangan, kegiatan pinjam-meminjam dan pinjaman daring pada awalnya bersifat membantu. Namun, hal itu menjadi masalah ketika terdapat persyaratan yang mencekik atau memberatkan, khususnya bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Tidak hanya itu, lanjut Josias, cara-cara penagihan yang bersifat memaksa, memeras, ataupun mempermalukan, seperti terkait pornografi, juga semakin menekan seseorang yang terjerat pinjaman daring. Hal itulah yang diduga terjadi pada korban yang akhirnya memutuskan bunuh diri.
”Seharusnya, sebelum terjadi keputusan bunuh diri, peminjam dapat menghubungi pihak tertentu, seperti melapor ke polisi mengenai kesulitannya. Namun, dengan fakta bahwa dia sampai bunuh diri, tentu menunjukkan bahwa dia berada pada kondisi tertekan,” kata Josias.
Menurut Josias, pendekatan penegakan hukum semata tidak dapat menyelesaikan persoalan pinjaman daring ilegal. Sebab, hal itu terkait dengan kebutuhan masyarakat dan akses yang mudah didapat.
Oleh karena itu, selain melakukan pendekatan hukum yang ada di sisi hilir, pemerintah diharapkan juga melakukan pencegahan dengan meningkatkan literasi keuangan, khususnya terkait pinjaman daring. Dengan demikian, ada langkah antisipatif tanpa perlu menunggu korban berikutnya.
Tindakan pemerintah yang lebih komprehensif untuk mencegah jatuhnya korban pinjaman daring ilegal dinantikan. Sebab, tidak ada pinjaman yang sepadan dengan nyawa.