Sudah 43 Purnama Berlalu, Kapan Harun Masiku Ditangkap?
Lamanya KPK menangkap Harun Masiku menuai pertanyaan publik. Indonesia Corruption Watch menduga ada kekuatan besar yang melindungi politisi PDI-P penyuap bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, tersebut.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku, sudah menghilang selama 652 hari sejak ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Apabila dihitung dengan kalender lunar, Harun sudah menghilang selama 43 purnama. Seriuskah KPK mencari Harun?
Tanggal 8 Januari 2020 merupakan kali terakhir jejak Harun diketahui oleh KPK. Sekitar pukul 20.00, tim KPK tiba di areal gedung Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta karena menerima informasi Harun Masiku berada di sana. Namun, belum sampai masuk ke dalam gedung, tim dari KPK dihadang dan dihalang-halangi oleh petugas kepolisian.
Tim penyidik KPK diminta menunjukkan identitas. Mereka juga dibawa ke suatu tempat untuk menjalani serangkaian pemeriksaan sampai tes urine. Selepas subuh, tim baru dilepaskan, dan akhirnya gagal meringkus sosok yang ditarget (Kompas, 12/1/2020).
Diduga kuat, Harun sempat bersembunyi di salah satu gedung di Kompleks PTIK. Namun, Kepala Polri kala itu, Jenderal (Pol) Idham Azis, mengatakan, dirinya tidak mengetahui keberadaan Harun di kawasan Korps Bhayangkara itu. Idham mengatakan, pengamanan PTIK memang diperketa sejak 8 Januari petang karena berkaitan dengan rencana kegiatan olahraga pagi Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada 9 Januari pagi.
Sejak saat itu, keberadaan Harun Masiku seolah misteri. Lima hari pasca-upaya penangkapan oleh KPK, persisnya 13 Januari 2020, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) sempat mendeteksi Harun ke Singapura pada 6 Januari 2020. Harun bisa keluar meninggalkan Indonesia setelah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Ada kesimpangsiuran informasi mengenai keberadaan Harun dari Kemenkumham. Saat itu, Menkumham Yasonna H Laoly menyebut Harun masih berada di luar negeri sejak 6 Januari 2020. Namun, pihak Imigrasi Kemenkumham menyatakan Harun telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari 2020. Akibat kejanggalan informasi itu, Ronny F Sompie diberhentikan dari jabatan Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
Dalam kasus ini, Harun, yang merupakan calon anggota legislatif (caleg) PDI-P dari dapil Sumatera Selatan I pada Pemilu 2019, diduga diupayakan untuk menjadi pengganti caleg terpilih, Nazarudin Kiemas, yang meninggal pada Maret 2019. Padahal, dalam rapat pleno KPU, seharusnya Riezky Aprilia yang menggantikan karena memperoleh 44.402 suara, jauh di atas Harun yang hanya mendapat 5.878 suara. Riezky pun dilantik menjadi anggota DPR periode 2019-2024.
Namun, Harun ditengarai terus mencoba untuk mengganti Riezky melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Untuk ini, ia diduga menyuap bekas anggota KPU, Wahyu Setiawan, melalui anggota staf Sekretariat PDI-P, Saeful Bahri. Wahyu yang lebih dulu ditangkap KPK kini telah mendekam di penjara setelah divonis bersalah pengadilan dan dihukum tujuh tahun penjara.
Tidak serius
Menurut peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, hingga 21 Oktober 2021, Harun Masiku sudah hilang selama 652 hari. Menurut dia, hilangnya jejak Harun, dan sulitnya buronan itu ditangkap KPK, menguatkan dugaan masyarakat bahwa lembaga antirasuah itu tidak serius menuntaskan kasus korupsi tersebut.
ICW melihat hambatan KPK untuk mengusut perkara itu bermuara pada dua hal. Pertama, rendahnya komitmen pimpinan KPK. Indikatornya adalah ketika KPK gagal saat hendak menggeledah kantor DPP PDI-P. Padahal, waktu itu, kantor Wahyu bisa disegel dan digeledah untuk mencari barang bukti.
Selain itu, pimpinan KPK pernah menyebut bahwa KPK berkeinginan memulangkan salah satu penyidik perkara tersebut ke instansi asalnya, Polri. Lebih lanjut, sejumlah penyelidik dan penyidik yang fokus menangani perkara itu dipecat karena tak lolos tes wawasan kebangsaan yang sarat pelanggaran HAM dan malaadministrasi, seperti temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI.
”Diduga ada kekuatan besar yang melindungi mantan calon anggota legislatif (Harun Masiku) itu. Apalagi, ada indikasi pejabat teras partai politik yang terlibat. Jika Harun tertangkap, besar kemungkinan pejabat itu juga akan terseret proses hukum,” kata Kurnia, Kamis (21/10/2021).
Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam jumpa pers pada 24 Agustus 2021 sempat mengungkapkan, KPK kebingungan mencari Harun Masiku karena tidak berada di dalam negeri. ”Karena tempatnya tidak di dalam (negeri), kami mau ke sana juga bingung. Pandemi sudah berapa tahun, saya sangat nafsu sekali ingin menangkap. Waktu itu Pak Ketua sudah memerintahkan, ’kau berangkat ke sana’, saya, ’siap pak’. Namun, kesempatannya yang belum ada,” kata Karyoto.
Namun, fakta lain justru disampaikan Ronald Sinyal, penyidik KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan dan diberhentikan akhir September lalu. Ia yang turut menangani pencarian Harun mengatakan bahwa pada Agustus lalu, Harun masih berada di Indonesia. Namun, dia tidak bisa menjelaskan lebih detail lokasi keberadaan Harun.
Tidak sinkronnya pendapat antarpimpinan dan penyidik KPK itu membuat Kurnia berpandangan, Dewan Pengawas KPK seharusnya segera memanggil pimpinan KPK dan Deputi Penindakan KPK untuk menelusuri hambatan utama dalam pencarian Harun.
Jika ditemukan ada kesengajaan untuk melindungi buronan itu, Dewan Pengawas harus memeriksa dan menjatuhkan sanksi etik kepada mereka.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK menyadari bahwa masih ada kewajiban untuk menemukan para DPO dan membawa perkaranya ke pengadilan. Buronan KPK yang tersisa sejak 2017 setidaknya ada empat orang. Selain Harun Masiku, ada nama Surya Darmadi (2019), Izil Azhar (2018), dan Kirana Kotama (2017). Saat ini, KPK masih terus mencari mereka, baik di dalam maupun di luar negeri.
”KPK masih terus berupaya mencari buronan dimaksud. Kami ajak masyarakat juga yang mengetahui keberadaan para DPO agar bisa melaporkan kepada KPK atau aparat setempat,” kata Ali.
Masyarakat pun kerap membandingkan lamanya pencarian Harun Masiku dengan buronan dari partai lain, seperti bekas Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin. Kurang dari 100 hari, tepatnya 79 hari sejak menjadi buronan, Nazaruddin ditangkap di Kolombia.
Terbaru, Direktur Utama PT Borneo Lumbung Energy and Metal (BORN) Samin Tan, tersangka suap terminasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2B) PT Asmin Koalindo Tuhup (PT AKT) di Kementerian ESDM, dapat ditangkap setelah menjadi buronan selama setahun (2020-2021) oleh KPK. Samin tak bersembunyi jauh. Saat ditangkap KPK awal April 2021, dia sedang nongkrong di sebuah kafe di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Lalu, kapan Harun Masiku dan empat buronan lainnya berhasil ditangkap? Publik menanti….