Transformasi Parpol Mendesak untuk Respons Generasi Milenial
Survei Litbang ”Kompas” pada Oktober 2021 menunjukkan, proporsi anak-anak muda memilih partai politik yang sudah mapan ternyata cukup besar, mencapai 31,2 persen. Diperlukan pendekatan transformasi ke anak-anak milenial.

JAKARTA, KOMPAS – Transformasi pendekatan di tubuh partai politik diperlukan untuk merespons potensi besarnya pemilih dari generasi Y dan Z, atau generasi milenial. Anak-anak muda cenderung tertarik dengan isu-isu mikro yang menyentuh kehidupan keseharian mereka, dan bukan isu-isu normatif. Jika aspirasi ini tidak mampu diwadahi dengan baik oleh partai politik, potensi suara anak-anak muda ini akan hilang dalam Pemilu 2024.
Hasil survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 menunjukkan, proporsi anak-anak muda untuk memilih partai politik yang sudah mapan ternyata cukup besar, yakni mencapai 31,2 persen. Adapun mereka yang memilih parpol-parpol baru, seperti Partai Ummat, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Masyumi, Partai Gelora, Partai Era Masyarakat Sejahtera (Emas), Partai Usaha Kecil Menengah (PUKM), Partai Daulat Negeri Indonesia (Panda), Partai Nusantara, dan Partai Indonesia Damai, masih sedikit. Survei dilakukan secara tatap muka dengan pertanyaan terbuka.
Jika dikaitkan dengan masih besarnya undecided voters (pemilih yang belum menentukan pilihannya) dalam survei Litbang Kompas, yakni 40,8 persen, proporsi pemilih potensial yang mestinya dapat digarap oleh parpol lebih lebar. Selain ada kecenderungan anak-anak muda untuk memilih parpol yang lama atau telah mapan, masih banyaknya masyarakat yang belum menentukan pilihan juga merupakan ceruk yang mesti direspons parpol. Anak muda diprediksi akan menempati proporsi demografi yang besar dalam Pemilu 2024.

Yunarto Wijaya
Baca juga: Anak Muda dan Politik
Belum banyak diliriknya parpol-parpol baru oleh kaum milenial, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, boleh jadi disebabkan oleh bias popularitas. Parpol-parpol baru belum banyak dikenal. Adapun partai-partai yang mapan sudah memiliki basis massa pemilih fanatik. Sementara itu, sejumlah partai yang muncul belakangan belum dikenal masyarakat.
Proporsi anak-anak muda untuk memilih partai politik (parpol) yang sudah mapan ternyata cukup besar, yakni mencapai 31,2 persen. Adapun mereka yang memilih parpol-parpol baru, seperti Partai Ummat, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Partai Masyumi, Partai Gelora, Partai Era Masyarakat Sejahtera (Emas), Partai Usaha Kecil Menengah (PUKM), Partai Daulat Negeri Indonesia (Panda), Partai Nusantara, dan Partai Indonesia Damai, masih sedikit. Survei dilakukan secara tatap muka dengan pertanyaan terbuka.
Oleh karena itu, tantangan besar bagi parpol baru adalah memperkenalkan dirinya kepada publik, terutama generasi muda, dalam waktu dekat. ”Parpol baru bisa memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 untuk menunjukkan bahwa mereka hadir ke tengah masyarakat meskipun belum menjadi anggota DPR, misalnya,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (20/10/2021).
Untuk sepenuhnya dapat merangkul generasi Y dan Z, parpol-parpol penting melakukan transformasi dengan mengubah pendekatan lama agar bisa merespons kecenderungan politik generasi Y dan Z. Pendekatan-pendekatan lama dikhawatirkan tidak akan cukup mewadahi aspirasi dan kecenderungan politik anak-anak muda tersebut. Sebaliknya, jika upaya mengakomodasi aspirasi anak-anak muda ini tidak mampu dilakukan oleh parpol-parpol yang sudah mapan, ada potensi generasi ini justru menjadi penyumbang kelompok golongan putih (golput) yang besar.
Yunarto mengatakan, partisipasi politik generasi muda ini juga sangat ditentukan oleh keterikatan isu yang dibawa parpol dengan persoalan keseharian. Pasalnya, karakter generasi milenial lebih tertarik pada isu-isu riil keseharian daripada isu-isu yang normatif. Untuk bisa menyesuaikan dengan aspirasi ini, parpol harus segera mengubah pendekatan pembuatan kebijakan dan cara berkomunikasi dengan generasi muda.”Parpol tidak bisa lagi bicara isu-isu makro semata atau menggunakan bahasa yang normatif, tetapi harus mulai ke isu mikro yang menyangkut keseharian dan masuk ke komunitas-komunitas mereka,” ujar Yunarto.
Isu-isu keseharian itu misalnya tentang kelayakan transportasi publik yang sehari-hari digunakan oleh mereka hingga penyediaan ruang publik untuk mengisi libur di akhir pekan. ”Parpol harus bisa memenuhi kebutuhan konkret keseharian anak muda seperti itu,” katanya.
Akan tetapi, menurut dia, selama ini yang dilakukan parpol masih sebatas memanfaatkan instrumen yang digunakan generasi Y dan Z, misalnya dengan memanfaatkan media sosial. Informasi yang ditampilkan di sana pun belum menyentuh ranah substantif yang diinginkan anak muda, yakni persoalan keseharian.
Pelibatan langsung
Posisi krusial generasi Y dan Z ini disadari oleh parpol-parpol. Parpol pun mulai menyiapkan strategi khusus untuk mengelola potensi suara generasi milenial ini.

Arif Wibowo, Ketua Tim Pemateri, Sinkronisasi, Harmonisasi, dan Perumus Komisi Pemenangan Elektoral dalam Pilkada dan Pemilu Kongres V PDI-P
Wakil Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Arif Wibowo mengatakan, partainya tidak sekadar ingin menjadikan anak muda sebagai obyek dalam raihan suara. Namun, partai ingin anak-anak muda itu terlibat langsung dalam kegiatan kepartaian dan organisasi.
Sebagai partai ideologis, tujuan kami tidak sekadar elektoral, tetapi menyiapkan langsung mereka untuk menjadi generasi baru bangsa melalui kegiatan kepartaian. Kita memercayakan dan mendorong insentif terhadap berbagai aktivitas yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan partai.
”Sebagai partai ideologis, tujuan kami tidak sekadar elektoral, tetapi menyiapkan langsung mereka untuk menjadi generasi baru bangsa melalui kegiatan kepartaian. Kita memercayakan dan mendorong insentif terhadap berbagai aktivitas yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan partai,” katanya.
Bentuk nyata dari kegiatan itu ialah pembentukan berbagai komunitas juang di masyarakat, yang penggeraknya didominasi anak-anak muda. ”Komunitas juang ini sifatnya tematik. Misalnya, komunitas juang yang bergerak di bidang lingkungan hidup, penanganan bencana, atau advokasi hak-hak rakyat. Nah, itu kami dorong terus pelibatan anak-anak muda itu di sana,” katanya.
Arif mengatakan, PDI-P tidak ingin sekadar membawa jargon dan isu-isu dengan semata-mata mengikuti gaya anak muda. Namun, yang lebih didorong ialah keterlibatan aktif anak-anak muda itu dalam kegiatan politik kepartaian dan kontribusi langsung terhadap masyarakat. ”Dalam jangka panjang, mereka bukan sasaran raihan suara, tetapi adalah generasi baru bangsa, yang harus disiapkan mulai dari sekarang,” ujarnya.
Di struktur organisasi, menurut Arif, sekitar 80 persen pengurus PDI-P di tingkat anak ranting, ranting, hingga cabang berusia di bawah 35 tahun. Ke depan, dalam strategi pemenangan pemilu, ”komandan lapangan” yang akan diterjunkan oleh PDI-P juga anak-anak muda ini.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pihaknya menyiapkan strategi khusus untuk mendekati generasi Y dan Z. ini. Pendekatan yang dimaksud dimulai dengan menampilkan sosok muda dalam kursi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR. Semua unsur pimpinan Golkar juga diwajibkan untuk membuat akun media sosial serta aktif menggunakannya sebagai media komunikasi dengan publik.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung memimpin rapat dengar pendapat bersama Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/1/2021).
Selain itu, dirancang pula sekolah politik Golkar Institute. Golkar Institute tahap pertama difokuskan untuk mendidik anak muda sehingga konten materi yang disampaikan pun disesuaikan dengan kebutuhan dan kecenderungan mereka.
Jadi, sekarang di internal Golkar, ada program yang secara rutin dilakukan oleh anak-anak muda yang aktif di organisasi sayap itu.
Peran organisasi sayap dalam bidang kepemudaan, misalnya Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI), untuk merekrut dan mengadakan kegiatan juga dioptimalkan. ”Jadi, sekarang di internal Golkar, ada program yang secara rutin dilakukan oleh anak-anak muda yang aktif di organisasi sayap itu,” kata Doli.
Optimalisasi peran organisasi sayap juga dilakukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengatakan, saat ini terdapat beberapa kelompok milenial yang bergabung, di antaranya PPP Muda dan Kaukus Muda PPP. Keduanya fokus untuk menggaet generasi muda di daerah perdesaan dengan menyelenggarakan kegiatan yang dapat membuka ruang elektoral, mulai dari kegiatan sosial, kontes seni, hingga olahraga.
Untuk menjaring kaum milenial urban, kata Arsul, organisasi Angkatan Muda Ka’bah (AMK) dan Gerakan Muda Persatuan Indonesia (GMPI) juga menggelar berbagai kegiatan, seperti mengembangkan komunitas berbasis hobi.
Optimalisasi anak muda
Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Syaiful Huda mengatakan, generasi Y dan Z menjadi salah satu perhatian partainya. Oleh karena itu, dari sisi kepengurusan, anak-anak muda dilibatkan. Di DPW PKB Jawa Barat, misalnya, semua pengurus anak cabang dan cabang berusia di bawah 35 tahun. Khusus untuk posisi sekretaris anak cabang dan cabang disyaratkan maksimal berusia 30 tahun.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda memimpin rapat kerja dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12/2019). Pada rapat tersebut, antara lain, dibahas soal sistem zonasi, rencana penghapusan ujian nasional, dan anggaran pada 2020.
”Pemilih milenial ini, kan, menempati proporsi pemilih dalam Pemilu 2024 sekitar 49 persen sehingga kami ingin mewadahi aspirasi mereka,” katanya.
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, upaya untuk menyasar generasi Y dan Z merupakan bagian dari 10 Program Umum Partai Demokrat untuk memenangi suara generasi muda dalam konteks bonus demografi pada 2024. ”Ini dilakukan, antara lain, dengan modernisasi Partai Demokrat menuju smart party,” katanya.
Kamhar menambahkan, sejauh ini Demokrat telah menyesuaikan media dan penyajian kampanye dengan selera anak muda. Selain itu, Demokrat juga menampilkan sosok Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono yang dinilai memiliki kedekatan dan kesamaan isu dengan generasi Y dan Z. Melalui sosok AHY, ia optimistis dapat menjalin hubungan baik dan mendapatkan tempat di antara generasi muda.
Generasi Y dan Z merupakan kaum yang tidak suka digurui atau digiring ke arah tertentu. Mereka cenderung memberikan penilaian otentik dari praktik politik yang dilakukan parpol.

Anggota Tim Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman, memberikan keterangan kepada wartawan seusai pemeriksaan tiga saksi dalam kasus berita bohong (hoaks) Ratna Sarumpaet di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Baca juga : Anak Muda dan Keyakinan pada Politik Praktis
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, generasi Y dan Z merupakan kaum yang tidak suka digurui atau digiring ke arah tertentu. Mereka cenderung memberikan penilaian otentik dari praktik politik yang dilakukan parpol. ”Jadi, kami lebih memilih menyosialisasikan hasil kerja kami yang menguntungkan kaum muda ketimbang membuat stempel dan gimik klaim partai anak muda,” ujarnya.
Habiburokhman mengatakan, ia, misalnya, telah memfasilitasi beasiswa untuk ribuan pelajar di Jakarta. Selain itu juga mendorong kemunculan wirausaha muda yang tangguh.
Soal sikap kritis generasi Y dan Z ini, Yunarto mengingatkan, mereka adalah pemilih cerdas. Mereka merupakan segmen pemilih yang paling kritis karena menguasai informasi. Bekal informasi itu menjadikan anak-anak muda sebagai pemilih cerdas dan cepat menyadari ketika menemukan hal-hal yang dimanipulasi. Hal-hal yang didasarkan pada kebohongan atau disinformasi merupakan pertimbangan yang bisa mendorong untuk bersikap golput.
”Jadi, tantangan utama parpol adalah bagaimana membuat generasi Y dan Z mau memilih,” ucapnya.