Para koruptor ingin beraksi dengan nyaman, tanpa diketahui orang lain, apalagi aparat penegak hukum. Mereka lalu menggunakan kode. Sandi itu sudah disepakati atau lazim digunakan pelaku atau khas di lingkungan tertentu.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
Segala cara dilakukan koruptor untuk menyamarkan tindak kejahatannya. Bahasa sandi, misalnya, digunakan sebagai kode permintaan ”uang haram” agar tidak kentara dan terdeteksi aparat penegak hukum. Dari masa ke masa, istilah sandi terus mengemuka dalam persidangan kasus korupsi.
Salah satu yang paling baru ialah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stephanus Robin Pattuju, yang terungkap menggunakan kode meter untuk meminta uang kepada bekas Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial. Robin meminta uang dengan janji menutup perkara suap jual beli jabatan sekretaris daerah Tanjungbalai tidak naik dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/10/2021), jaksa penuntut umum KPK mengungkap komunikasi antara Robin dan Syahrial. Keduanya kerap berkomunikasi menggunakan aplikasi Signal. Menurut Syahrial, Robin menyarankan untuk berkomunikasi dengan aplikasi itu agar tidak disadap. Di aplikasi itu, Robin pernah mengirimkan pesan singkat kepada Syahrial untuk menanyakan kekurangan pembayaran suap.
”Ini yang Saudara lihat lagi ’izin bang, itu semuanya masih kurang 1,4 meter lagi, bang’ ini maksudnya apa?” tanya jaksa Wahyu Dwi Oktafianto sembari memperlihatkan tangkapan layar percakapan kepada Syahrial.
Kemudian Syahrial menjelaskan bahwa saat pesan itu diterima dari Robin, dia belum menyelesaikan permintaan uang dari Robin. Dari kesepakatan Rp 1,69 miliar, Syahrial baru memberikan uang pangkal Rp 200 juta.
”Kurang 1,4 meter itu maksudnya?” kejar jaksa.
”Miliar, Pak,” jawab Syahrial.
Jaksa Wahyu kembali mencecar Syahrial terkait pesan dari Robin yang berbunyi, ”Kira-kira bagaimana bang, karena yang di atas lagi pada butuh, bang. Maksudnya, ini apa?” cecar jaksa. Syahrial kemudian menjawab bahwa sepengetahuannya, uang suap itu juga akan digunakan untuk pimpinan KPK. Namun, menurut Syahrial, Robin tidak pernah menjelaskan siapa pimpinan yang dimaksud itu. Dia pun tidak pernah menanyakan hal itu.
Robin juga menyebut istilah penagihan uang suap dengan kata ”geser”. Geser adalah istilah agar Syahrial segera mengirimkan uang kepadanya. Saat Syahrial tidak mampu memenuhi permintaan itu, dia menjawab dengan kalimat ”libur, tidak ada stok”. Dalam persidangan juga terungkap, Robin meminta Syahrial untuk menghapus percakapan tersebut untuk menghilangkan bukti.
Ragam sandi
Penggunaan sandi dalam percakapan di antara para pelaku korupsi bukanlah hal baru. Sandi komunikasi koruptor itu mulai mencuat saat terungkap percakapan antara bekas politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh, dan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang. Bedanya, percakapan saat itu dilakukan menggunakan aplikasi Blackberry Messenger.
Hal itu terungkap saat persidangan kasus korupsi proyek wisma atlet SEA Games di Palembang dan proyek Stadion Hambalang di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2011. Dalam percakapan Blackberry Messenger itu, digunakan istilah ”apel malang” untuk suap berupa rupiah dan ”apel washington” untuk mata uang dollar AS. Apel digunakan untuk menyebut uang bernilai puluhan juta rupiah. Selain apel, Angie dan Rosa juga menggunakan istilah ”semangka” yang artinya miliar rupiah dan ”melon” yang artinya ratusan juta rupiah (Kompas, 27/7/2015).
Dalam sidang korupsi ekspor benih bening lobster (benur), Maret 2021, pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menggunakan kata sandi untuk menyebut bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Mereka menyebut Edhy dengan sebutan ”ikan paus”.
Pegawai Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, Andhika Anjaresta, mengatakan, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, meminta ”daun untuk si kuning” untuk membeli jam Rolex. Daun untuk si kuning adalah uang pembayaran jam Rolex senilai Rp 700 juta. Jam diberikan kepada ikan paus atau Edhy Prabowo.
Penulis buku Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi, Sabir Laluhu, saat dihubungi, Rabu (13/10/2021), menyebutkan, sandi komunikasi korupsi awal mula terbongkar saat kasus suap wisma atlet. Namun, dari literatur yang dia baca, Sabir memercayai istilah itu telah digunakan sejak masa lampau.
Istilah apel malang dan apel washington seolah menjadi titik balik yang menyadarkan publik bahwa para koruptor menggunakan bahasa khusus yang hanya dipahami di kalangan mereka. Khusus untuk penyebutan meter yang digunakan penyidik KPK, Robin Pattuju, menurut Sabir, sebenarnya bukanlah hal baru. Istilah yang sama pernah disebut dalam kasus korupsi bekas Bupati Bogor, Jawa Barat, Rahmat Yasin.
”Itu bukanlah hal baru sehingga seharusnya lebih mudah terendus oleh penyidik KPK,” kata Sabir.
Berdasarkan pengamatannya, Sabir membedakan ragam sandi koruptor ke dalam beberapa kategori. Sandi itu biasanya berkaitan dengan tempat, waktu, situasi, peristiwa, situasi, lingkungan, hubungan antarpelaku, budaya, hingga latar belakang para pelaku.
Dalam kasus korupsi pengurusan anggaran dan proyek pembangunan talud abrasi di Biak Numfor, Papua, misalnya, para pelaku menggunakan istilah ”buah pinang” untuk menyamarkan uang dalam bentuk rupiah. Ini berkaitan erat dengan budaya memakan buah pinang dalam keseharian orang Papua.
Sabir juga menjelaskan, tujuan dari penggunaan kata-kata sandi itu adalah untuk memuluskan tindak kejahatan korupsi. Para pelaku ingin melakukan kejahatan dengan nyaman, tanpa diketahui orang lain, apalagi aparat penegak hukum. Kata sandi itu biasanya sudah disepakati atau lazim digunakan para pelaku maupun lingkungan tertentu.
”Penggunaan sandi komunikasi koruptor memudahkan mereka untuk berkomunikasi dan bertransaksi. Selain itu, juga untuk melindungi diri, mengelabui agar tidak bisa ditangkap oleh aparat penegak hukum,” terang Sabir.
Dosen Sosiologi Komunikasi FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Triyono Lukmantoro, dalam artikel yang dimuat di Kompas, 12 Januari 2012, menyebutkan, pilihan kata, diksi, dan simbol yang dipakai koruptor menunjukkan bahwa korupsi adalah praktik kejahatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis, dan terorganisasi.
Pemilihan sandi merupakan bagian dari strategi untuk meraup keuntungan pribadi, tetapi juga penuh tipu daya agar tidak terjerat hukum. Permainan bahasa yang tidak mudah dipahami oleh awam menunjukkan bahwa para koruptor berada dalam kesadaran yang mutlak dalam menjalankan perbuatan jahatnya. Bagaimana menurut Anda?