Wapres Amin Minta Reformasi Legislasi dan Regulasi Pertimbangkan Klausul Kedaruratan
Ada sesuatu yang ”missing” dan perlu dipertimbangkan untuk ditambahkan dalam berbagai legislasi dan regulasi kita, yaitu pasal atau klausul tentang ”kedaruratan”, demikian Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional, Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat lebih proaktif melakukan reformasi di bidang legislasi dan regulasi. Salah satu prioritas dalam hal ini adalah mendorong agar para pelaku usaha terutama UMKM atau usaha mikro, kecil, dan menengah dapat terus tumbuh dan berkembang.
UMKM diharapkan dapat tumbuh terutama dalam menghadapi era disrupsi dan kompetisi yang makin ketat. Apalagi, UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional dan menyediakan lapangan kerja secara signifikan.
”Saya mengharapkan agar Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM) dapat lebih proaktif melakukan reformasi di bidang legislasi dan regulasi,” ujar Wapres Amin, Selasa (12/10/2021).
Wapres Amin mengutarakan hal itu pada Seminar Nasional dalam rangka Peringatan Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) Tahun 2021. Wapres memberi sambutan secara virtual dari kediaman resmi Wapres di Jakarta.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menyampaikan bahwa pemulihan perekonomian nasional membutuhkan kolaborasi dan sinergi antarlembaga serta masyarakat.
Menurut Yasonna, tema seminar yang diambil yaitu ”Peran Kementerian Hukum dan HAM dalam Mengakselerasi Indonesia Sehat dan Pemulihan Ekonomi Nasional” merupakan refleksi dari hal-hal faktual yang dihadapi negara dan masyarakat saat ini. Yasonna berharap nantinya seminar nasional ini dapat menghasilkan sebuah kajian ilmiah yang dapat digunakan dalam mengevaluasi kebijakan yang telah diambil untuk perbaikan di masa mendatang.
”Harapannya peran strategis Kementerian Hukum dan HAM dalam restrukturisasi serta reformasi hukum HAM dapat merespon situasi dan tantangan yang mucul akibat pandemi Covid-19,” tutur Yasonna.
Pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat di berbagai belahan dunia untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi situasi dimana kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi sukar untuk dipadukan. Negara berkewajiban menjaga keselamatan rakyatnya dari penularan wabah Covid-19, sekaligus menjaga agar rakyat tetap dapat beraktivitas dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.
Wapres Amin menyebut perlu ada cara yang tepat guna menjaga keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan kepentingan ekonomi dalam setiap kebijakan dan peraturan perundang-undangan.
”Saya pribadi mengamati dengan saksama berbagai perkembangan di bidang legislasi dan regulasi selama masa pandemi ini dan melihat sepertinya ada sesuatu yang missing dan perlu dipertimbangkan untuk ditambahkan dalam berbagai legislasi dan regulasi kita, yaitu pasal atau klausul tentang kedaruratan,” paparnya.
Aturan kedaruratan sebenarnya bukan sesuatu yang baru di bidang hukum, termasuk hukum tata negara. Sesuai pengalaman empiris, aturan kedaruratan akan memberikan jalan legal yang dibutuhkan apabila timbul situasi krisis akibat pandemi seperti saat ini.
Aturan kedaruratan juga dibutuhkan ketika terjadi bencana alam skala besar sehingga pemerintah dapat mengambil langkah penanggulangan secara cepat. Hal ini mencegah terjadinya keterlambatan bertindak yang berpotensi menimbulkan korban jiwa manusia atau kerugian negara lebih besar.
Konsep ”rukhsah”
Menurut Wapres Amin, dalam hukum Islam dikenal apa yang disebut rukhsah. Konsep rukhsah yang berarti keringanan merujuk pada keringanan-keringanan yang diberikan Allah SWT dalam menunaikan kewajiban yang telah ditetapkan karena alasan-alasan tertentu, seperti wabah penyakit, banjir, atau kondisi kesehatan seseorang. Rukhsah dimaksudkan agar umat Islam dapat melaksanakan perintah agama tanpa merasa terbebani atau terkena sanksi ketika menghadapi suatu kendala.
Selama kondisi pandemi Covid-19, konsep rukhsah telah diimplementasikan oleh umat Islam untuk mencegah penularan penyakit Covid-19. Shalat Jumat berjamaah di masjid, misalnya, diganti dengan shalat zuhur di rumah masing-masing atau pengajian secara daring. ”Konsep rukhsah, yang serupa dengan pintu darurat di masa krisis, dapat kita aplikasikan dalam tata perundang-undangan kita,” kata Wapres Amin.
Dalam sistem tata hukum kenegaraan Indonesia, setiap keputusan dan tindakan diharuskan untuk berdasar pada asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas kemanfaatan dan asas kepentingan umum. Asas kemanfaatan merujuk pada keseimbangan manfaat antara kepentingan individu yang satu dengan yang lain, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan pemerintah dan warga masyarakat.
Asas kepentingan umum merujuk pada kewajiban untuk mendahulukan kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.
”Dengan adanya asas-asas tersebut, kita dapat mengaplikasikan konsep rukhsah sebagaimana yang tadi dijelaskan dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan hukum yang bersifat mengecualikan, meringankan atau melonggarkan dalam situasi krisis seperti pandemi ini,” kata Wapres Amin.
Secara parsial, aplikasi konsep rukhsah di masa pandemi sudah memiliki preseden. Penerapan konsep rukhsah itu antara lain berupa pengaturan dalam pengadaan barang/jasa oleh pemerintah untuk tidak melalui tender terlebih dahulu. Hal ini dengan pertimbangan berbagai barang dan jasa tertentu yang terkait penanganan pandemi perlu diperoleh secara cepat tanpa proses tender.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Korona. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberikan keringanan kewajiban mengangsur bagi kreditur perbankan dan lembaga keuangan. Ada pula, peraturan OJK tentang keringanan penyerahan laporan keuangan tahunan dan laporan tahunan bagi emiten dan perusahaan publik yang listed.
”Hal-hal yang saya sebutkan di atas merupakan pelajaran dan pengalaman yang sangat penting bagi kita semua, yang seyogianya dapat dikompilasi dan dikodifikasikan sebagai bahan rujukan yang sifatnya permanen atau built-in dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai klausul kedaruratan,” tuturnya.
Kementerian Hukum dan HAM, sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi dalam proses penyusunan, analisis, harmonisasi, dan evaluasi peraturan perundang-undangan di Indonesia, diharapkan dapat mempertimbangkan untuk mengadopsi konsep rukhsah atau kedaruratan tersebut dalam perundang-undangan terkait. Hal ini agar legislasi dan regulasi lebih antisipatif dan lebih siap dalam menghadapi suatu situasi krisis di masa yang akan datang.
”Berdasarkan pengalaman selama ini, respons kita di bidang hukum sering kali terlambat mengantisipasi terhadap tuntutan situasi yang berkembang secara cepat, termasuk situasi kedaruratan,” kata Wapres Amin.