Kalau dari pelacakan terbuka, kami dapat mengetahui orangtua kami terpapar virus Covid-19 dari seseorang, dapatkah kami mengajukan gugatan ganti rugi?
Oleh
KOMPAS-PERADI
·4 menit baca
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih.
Pertanyaan:
Kalau dari pelacakan terbuka, kami dapat mengetahui orangtua kami terpapar virus Covid-19 dari seseorang, dapatkah kami mengajukan gugatan ganti rugi? Apalagi, bila kami mengetahui kalau yang bersangkutan tidak mematuhi protokol kesehatan dalam kesehariannya? Terima kasih. (Murdono, Yogyakarta).
Jawaban:
Oleh Winner Pasaribu, SH,
Anggota PERADI
Terimakasih atas pertanyaan dari Saudara Murdono di Yogyakarta. Berikut kami uraikan permasalahan tersebut dari dua aspek, yaitu secara perdata dan pidana.
Secara perdata.
Perbuatan seseorang yang mana menyebabkan penularan penyakit dari dirinya kepada orang lain termasuk dalam kualifikasi perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang dapat dituntut melalui mekanisme gugatan di pengadilan negeri.
Adapun rumusan Perbuatan Melawan Hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (”KUHPerdata”) yang menyatakan sebagai berikut: ”Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Dari rumusan pasal tersebut, penggugat harus membuktikan perbuatan Tergugat memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Pertama: Adanya perbuatan. Perbuatan di sini dimaksudkan bahwa Tergugat berbuat sesuatu (dalam arti aktif) ataupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif).
2. Unsur Kedua: Perbuatan tersebut melawan hukum. Onrechtmatige daad dalam Pasal 1365 KUHPerdata secara sempit dapat diartikan mengenai perbuatan yang langsung melanggar suatu peraturan perundang-undangan tertentu. Namun, dalam perkembangan hukum, pengertian tersebut telah mengalami perluasan.
Menurut Prof Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum terbitan Pascasarjana FH Universitas Indonesia (2003), hlm 117, dalam suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum, memerlukan 4 syarat:
1) Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
2) Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
3) Bertentangan dengan kesusilaan;
4) Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
3. Unsur Ketiga: Adanya kesalahan dari Tergugat. Suatu perbuatan Tergugat dianggap mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum apabila Tergugat melakukannya dengan unsur kesengajaan atau kelalaian.
4. Unsur Keempat: Adanya kerugian yang dialami Penggugat. Kerugian yang dialami Tergugat juga merupakan syarat penting agar dapat mengajukan gugatan, baik kerugian materil maupun imateril.
5. Unsur Kelima: Adanya hubungan kausalitas antara perbuatan dengan kerugian. Kerugian yang ditimbulkan dalam perbuatan Tergugat haruslah kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut bukan karena sebab yang lain, atau dengan kata lain ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang timbul dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat.
Berdasarkan uraian tersebut, perbuatan seseorang sebagaimana dimaksud dapat dituntut ganti rugi secara perdata melalui mekanisme gugatan perbuatan melawan hukum. Hal ini dimungkinkan sepanjang saudara dapat membuktikan bahwa perbuatan tersebut memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Secara pidana
Perbuatan seseorang yang mana menyebabkan penularan penyakit dari dirinya kepada orang lain terindikasi tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (4) jo Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan, sebagai berikut:
• Pasal 351 Ayat (1): Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-
Menurut R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, terbitan Politeia-Bogor, hal. 244, mengatakan bahwa undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan ”penganiayaan” (mishandeling) itu. Menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan ”penganiayaan”, yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn), atau luka. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah ”sengaja merusak kesehatan orang”.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perbuatan seseorang sebagaimana dimaksud oleh saudara dapat dituntut secara pidana melalui mekanisme laporan polisi atas dugaan tindak pidana dengan sengaja merusak kesehatan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (4) jo Ayat (1) KUHP.