Usut Dugaan Keterlibatan Lili Pintauli di Kasus Penanganan Perkara Tanjung Balai
Nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli kembali disebut dalam sidang eks penyidik KPK Stepanus Robin Patuju, Senin kemarin. Keterangan dalam sidang itu dinilai cukup untuk mengusut keterlibatan Lili dalam kasus tersebut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan segera mengusut keterlibatan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam penanganan kasus jual beli jabatan di pemerintahan Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang tengah diselidiki. Pengusutan ini penting agar tidak menimbulkan kecurigaan publik bahwa lembaga antirasuah tersebut malah melindungi pihak internal yang diduga terlibat dalam kasus korupsi.
Sebelumnya, Lili Pintauli Siregar disebut sebagai pihak yang memberikan informasi kepada Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial perihal penanganan kasus jual beli jabatan di Tanjung Balai, yang sedang ditangani KPK. Hal itu diungkapkan Sekretaris Daerah Tanjung Balai Yusmada yang hadir sebagai saksi, dalam sidang kasus korupsi bekas penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (4/10/2021).
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (5/10/2021), mengatakan, nama Lili yang disebutkan oleh Yusmada menunjukkan ada fakta yang ditutupi oleh penyidik KPK sejak awal. Kemungkinan lain, penyidik KPK telah tidak cermat mencatat siapa saja pelaku yang dapat diminta pertanggungjawaban hukum di dalam berita acara sehingga hasil penyidikannya kurang lengkap.
”Ini patut dipertanyakan dan dijawab KPK, kenapa tidak muncul nama komisioner KPK tersebut sebagai pelaku yang turut serta melakukan tindak pidana dalam berkas perkara? Fakta persidangan ini tentu harus ditindaklanjuti KPK,” ujar Azmi.
Azmi berpendapat, berdasarkan dari hasil fakta persidangan Senin kemarin, tidak ada alasan bagi pimpinan KPK untuk menghindar. KPK harus mengambil langkah penyelidikan. Sebab, mengacu pada Pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), semestinya ketika penyidik mengetahui tentang adanya peristiwa pidana keterlibatan Lili, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan.
Jika ini dibiarkan dan tidak diusut, saya kira malah bisa menimbulkan kecurigaan publik. KPK bisa dianggap melindungi pihak internalnya jika ada yang diduga terlibat kasus korupsi. Sama saja, artinya pimpinan KPK terperosok dalam lumpur korupsi karena mereka lupa akan fungsi dan tanggung jawabnya
Kesaksian Yusmada, menurut Azmi, dapat dijadikan bukti yang kuat serta kebenaran fakta yang nanti digunakan oleh penyidik sebagai pintu masuk untuk menetapkan Lili sebagai tersangka. Keterangan tersebut juga bisa digunakan untuk menemukan persesuaian kejadian serta keterlibatan Lili dalam terjadinya tindak pidana.
”Jika ini dibiarkan dan tidak diusut, saya kira malah bisa menimbulkan kecurigaan publik. KPK bisa dianggap melindungi pihak internalnya jika ada yang diduga terlibat kasus korupsi. Sama saja, artinya pimpinan KPK terperosok dalam lumpur korupsi karena mereka lupa akan fungsi dan tanggung jawabnya,” ucap Azmi.
Didalami
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, tim jaksa KPK akan mendalami lebih lanjut keterangan Yusmada pada sidang pemeriksaan saksi-saksi berikutnya. Hal ini guna memastikan apakah keterangan tersebut berdiri sendiri atau bersesuaian dengan keterangan dan alat bukti lain sehingga membentuk fakta hukum yang dapat ditindaklanjuti.
”Prinsipnya, tim akan membuktikan seluruh uraian fakta-fakta perbuatan para terdakwa dengan mengkonfirmasi keterangan para saksi dan alat bukti yang telah KPK miliki,” kata Ali.
Di samping itu, Ali menambahkan, kesaksian Yusmada tersebut bukan hal baru karena juga telah sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) KPK terhadap dugaan pelanggaran etik oleh Lili dan telah selesai prosesnya. ”KPK akan terus menyampaikan setiap perkembangan persidangan perkara ini agar masyarakat bisa terus mengawal dan mengawasi proses perkara di KPK sebagai prinsip transparansi publik,” ujarnya,
Sebagaimana diketahui, dalam sidang kode etik dan pedoman perilaku pada Senin (30/8) di KPK, Dewas KPK menjatuhkan sanksi kepada Lili berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Sanksi dijatuhkan karena Lili terbukti menghubungi pihak yang berperkara di KPK, yaitu M Syahrial.
Pasca-putusan tersebut, pada Rabu (1/9/2021), sejumlah mantan pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), seperti Novel Baswedan, Sujanarko, dan Rizka Anungnata, menyurati Dewas KPK. Mereka meminta agar Dewas melaporkan perbuatan Lili tersebut kepada aparat penegak hukum.
Namun, dalam surat balasan Dewas KPK tertanggal 16 September 2021, yang ditandatangani oleh anggota Dewas Indriyanto Seno Adji, Dewas menilai permintaan para mantan pegawai KPK itu tidak berkaitan dengan tugas Dewas seperti tertuang dalam Pasal 37 B UU KPK. Perbuatan pidana yang diduga dilakukan Lili merupakan rumusan delik biasa dan bukan delik aduan. Artinya, siapa pun dapat melaporkan kepada penegak hukum dan tidak harus Dewas yang melaporkannya.
Dalam surat tersebut, Dewas juga merasa tidak tepat berdasarkan keadilan (fairness) jika harus melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan Lili. Sebab, Dewas sebelumnya telah memutus sidang etik Lili. Ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan kepentingan.
Sementara itu, saat diminta tanggapan kembali soal penyebutan nama Lili dalam sidang kasus korupsi Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain, Anggota Dewas KPK Harjono mengatakan, Dewas tidak ingin ikut mencampuri urusan pemeriksaan pidana. Adapun, Kompas sudah mencoba meminta konfirmasi kepada Lili, tetapi tidak direspons.