Jadi Saksi Sidang Suap Penyidik KPK, Bekas Sekda Tanjung Balai Sebut Nama Robin dan Lili
Eks Sekretaris Daerah Kota Tanjung Balai Yusmada menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi bekas penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju, Senin (4/10/2021). Ia mengaku diminta menyediakan uang untuk menyuap Robin.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Sekretaris Daerah Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, Yusmada mengatakan bahwa Wali Kota M Syahrial meminta disediakan uang senilai Rp 1,4 miliar untuk menutup kasus korupsi jual beli jabatan. Uang itu akan diberikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stephanus Robin Pattuju. Nama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar juga sempat disebut berperan dalam perkara itu.
Yusmada memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi bekas penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju, dan advokat Maskur Husain di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/10/2021). Keduanya didakwa menerima suap total Rp 11,025 miliar dan 36.000 dollar AS. Uang diterima, di antaranya, dari Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna, terpidana kasus korupsi Usman Effendi, serta narapidana korupsi, bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.
Pak Wali Kota memanggil saya dan menyampaikan, tidak masalah (dengan penyelidikan KPK). Nanti ada orang bantu kita supaya kasusnya tidak berlanjut ke penyidikan. Namanya Robin, dia penyidik KPK.
Saksi Yusmada hadir secara langsung di Pengadilan Tipikor Jakarta. Selain dia, saksi lain yang diperiksa adalah sopir Robin, Sebastian D Marewa. Tiga saksi lain yang akan dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK berhalangan hadir. Menurut rencana, JPU masih akan menghadirkan sekitar 20 saksi lain dalam pemeriksaan tersebut.
Yusmada membeberkan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjung Balai yang saat itu diselidiki KPK. Sebelum menjabat sebagai Sekda, dia adalah Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Dia kemudian mengikuti seleksi calon sekda berdasarkan pengumuman yang dibuat oleh Wali Kota. Awalnya, dia mengaku tidak berminat, tetapi didorong untuk mengikuti seleksi itu.
”Ada semacam instruksi setiap organisasi perangkat daerah (OPD) wajib mengikuti seleksi. Ada 8-9 orang yang ikut seleksi di bulan Juni 2019, saya akhirnya yang terpilih menjadi Sekda,” kata Yusmada.
Jaksa KPK Lie Putra Setiawan kemudian menanyakan apakah setelah terpilih itu Yusmada didatangi orang kepercayaan Syahrial. Yusmada mengatakan, dia didatangi orang kepercayaan Syahrial bernama Sajari Lubis yang meminta uang terima kasih karena telah terpilih menjadi Sekda. Secara spesifik, Sajari meminta uang Rp 200 juta yang akan diserahkan kepada Syahrial selaku Wali Kota Tanjung Balai. Namun, dari permintaan itu, dia hanya menyanggupi Rp 100 juta.
”Kemampuan saya hanya segitu,” ucap Yusmada.
Setelah dilantik menjadi Sekda, Yusmada kemudian dipanggil KPK yang sedang menyelidiki kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjung Balai. Saat itu, kasus masih dalam tahapan penyelidikan. Syahrial kemudian memanggil Yusmada dan meminta untuk disediakan uang senilai Rp 1,4 miliar. Uang akan digunakan untuk menyuap agar kasus tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.
”Pak Wali Kota memanggil saya dan menyampaikan, tidak masalah (dengan penyelidikan KPK). Nanti ada orang bantu kita supaya kasusnya tidak berlanjut ke penyidikan. Namanya Robin, dia penyidik KPK,” imbuh Yusmada.
Menerima permintaan Syahrial, Yusmada kemudian berusaha mencari uang melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Tanjung Balai. Hakim Ketua Djuyamto kemudian menanyakan lebih detail dari mana uang itu didapatkan karena Kepala Dinas PU hanyalah pegawai negeri yang memiliki gaji dan tunjangan sesuai dengan aturan berlaku. Yusmada menyebut, uang itu didapatkan melalui sejumlah rekanan proyek Dinas PU Tanjung Balai.
”Setelah itu, karena saya sudah pernah dipanggil KPK dalam kasus jual beli jabatan, saya kemudian diminta menyampaikan bahwa uang yang saya serahkan melalui Sajari Lubis itu adalah utang piutang. Saya mengembalikan uang itu kepada Sajari melalui transfer. Padahal, itu adalah uang dari Syahrial,” tutur Yusmada.
Jaksa Lie kembali mencecar Yusmada tentang dari mana Syahrial mengenal Robin yang akan membantunya menutup kasus tersebut. Dia menyebut bahwa Syahrial mengenal Robin melalui Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Mereka pertama kali bertemu di rumah Azis di Jakarta.
Keterlibatan pejabat KPK
Pengacara Robin, Tito Hananta Kusuma, juga menanyakan apakah dalam kesepakatan penutupan kasus jual beli jabatan ada pejabat KPK lain yang terlibat dalam kasus tersebut. Sebab, jabatan Robin di KPK hanya sebagai penyidik yunior yang tidak menangani kasus dugaan korupsi di Tanjung Balai. Yusmada kemudian menyebut nama Lili Pintauli Siregar sebagai pejabat yang menginformasikan kasus tersebut.
”Apakah saksi tahu baik langsung atau mendengar dari orang lain bahwa Pak Robin ini bukan anggota penyidik kasus Syahrial. Pernah tahu atau tidak?”
”Kemudian, pejabat KPK yang menginformasikan (kasus tersebut), Pak Syahrial pernah cerita tidak? Karena pejabat dengan penyidik yunior ini, kan, beda. Beliau itu siapa sebenarnya?” tanya Tito.
”Waktu itu disebutkan Pak Wali, Ibu Pintauli,” kata Yusmada.
”Ibu Lili Pintauli Siregar, ya?” ulang Tito.
”Iya,” kata Yusmada.
Sebelumnya diketahui, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dijatuhi putusan pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan karena menghubungi pihak yang beperkara di KPK, yaitu Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial. Lili menghubungi Syahrial untuk menyampaikan bahwa KPK tengah menyidik perkara dugaan korupsi dan mengarahkan untuk mencari penasihat hukum yang dirujuknya.
Bukan hanya itu, Lili juga disebut menggunakan pengaruhnya untuk memperjuangkan uang jasa bagi kerabatnya yang pernah menjadi Pelaksana Tugas Direktur Utama PDAM Tirta Kualo Tanjung Balai. Putusan itu sempat dikritik tajam oleh publik karena dianggap terlalu ringan.