Proses Rinci Rekrutmen oleh Polri Dinanti 57 Eks Pegawai KPK
Bagi eks pegawai KPK yang diberhentikan akibat tak lolos tes wawasan kebangsaan, keinginan Polri merekrut mereka menjadi ASN di Polri menunjukkan mereka layak menjadi ASN.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Informasi resmi dan rinci mengenai perekrutan 57 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara Polri masih belum jelas. Selain menunggu penjelasan yang lebih rinci, tindak lanjut terhadap rekomendasi Ombudsman RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tetap dinanti.
Mantan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), Giri Suprapdiono, ketika dihubungi, Minggu (3/10/2021), mengatakan, hingga saat ini ia masih menunggu informasi lengkap dari Polri perihal tawaran tersebut. Dengan demikian, Giri belum dapat bersikap sampai ada kejelasan informasi dari Polri.
Permintaan Kapolri untuk menjadikan para mantan pegawai KPK menjadi ASN di Polri tersebut dapat merehabilitasi stigma negatif yang muncul dan menunjukkan bahwa mereka layak menjadi ASN.
”Saya menyambut niat baik Kapolri maupun Presiden melalui Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara) untuk menjadikan kami ASN (aparatur sipil negara) Polri. Ini adalah tawaran dan solusi dari negara sehingga bersifat resmi. Saya akan memutuskan setelah informasi yang saya dapatkan memadai,” kata Giri.
Menurut Giri, permintaan Kapolri untuk menjadikan para mantan pegawai KPK menjadi ASN di Polri tersebut dapat merehabilitasi stigma negatif yang muncul dan menunjukkan bahwa mereka layak menjadi ASN. Demikian pula hal itu menunjukkan adanya pengakuan terhadap kinerja dan prestasi mereka.
Namun, lanjut Giri, tindak lanjut terhadap rekomendasi Ombudsman RI ataupun Komnas HAM juga harus dilaksanakan mengingat hal tersebut sangat penting dan mendasar. Ia berupaya menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, yakni Polri, Komnas HAM, Ombudsman RI, serta pihak terkait lainnya, terutama koalisi masyarakat sipil.
”Saya masih sangat berharap untuk dapat berkontribusi memberantas korupsi di manapun berada. Tetapi, kembali bekerja di KPK adalah harapan saya,” ujar Giri.
Dihubungi terpisah, Ketua Wadah Pegawai KPK sekaligus bagian dari 56 pegawai yang tak lolos TWK, Yudi Purnomo Harahap, mengatakan, dirinya menghargai niat baik dari Kapolri tersebut. Hal itu sekaligus meberikan pemahaman bahwa TWK yang dilaksanakan di KPK memiliki permasalahan yang serius.
”Pada prinsipnya, kami terbuka dan menunggu untuk diundang dan berdialog serta mendengar lebih rinci secara resmi niat baik Kapolri tersebut. Secara paralel, kami tentu juga terus akan meminta saran pada para guru bangsa, senior mantan pimpinan KPK dan teman-teman pegiat antikorupsi lainnya,” kata Yudi.
Menurut Yudi, yang terjadi saat ini bukanlah semata soal kepentingan pribadi masing-masing dari mantan pegawai KPK, tetapi lebih besar dari itu. Hal yang sebenarnya sedang terjadi saat ini adalah serangan balik terhadap pemberantasan korupsi.
”Pada prinsipnya, kami tetap berniat dan akan terus ikhtiar melakukan pemberantasan korupsi di mana pun kami berada,” ujar Yudi.
Terkait dengan tindak lanjut perekrutan para mantan pegawai KPK menjadi ASN Polri tersebut, Kompas menghubungi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono. Namun, pertanyaan Kompas tidak direspons. Demikian pula Pelaksana Tugas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana juga tidak membalas pertanyaan yang diajukan Kompas.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, proses pembahasan mekanisme perekrutan 57 eks pegawai KPK akan dipercepat. Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo telah memerintahkan Asisten Bidang Sumber Daya Manusia Polri Irjen Wahyu Widada berkoordinasi secara intens dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merumuskan mekanisme rekrutmen (kompas.id, 1/10/2021).
Respons Presiden
Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menegaskan, sejak awal rekomendasi ORI ditujukan kepada atasan terlapor, yakni Presiden. Dengan demikian, ORI hingga saat ini masih menunggu respons dari Presiden.
”Kami masih dalam posisi menunggu respons Presiden apa pun isinya karena respons itu penting bagi ORI dalam konteks hubungan ketatanegaraan. Kemudian, secara substansi memang muara dari rekomendasi ORI adalah kepada Presiden sebagai atasan terlapor, yaitu BKN dan KPK,” kata Robert.
Menurut Robert, rekomendasi ORI tersebut berisi dua hal. Pertama adalah Presiden melakukan koreksi atas keputusan pimpinan KPK dalam pemberhentian pegawai KPK yang dinilai ORI hanya sebagai keputusan internal. Kedua adalah merekomendasikan Presiden untuk mengambil alih keputusan penetapan hasil alih status pegawai KPK menjadi ASN di KPK.
Kami masih dalam posisi menunggu respons Presiden apa pun isinya karena respons itu penting bagi ORI dalam konteks hubungan ketatanegaraan. Kemudian, secara substansi memang muara dari rekomendasi ORI adalah kepada Presiden sebagai atasan terlapor, yaitu BKN dan KPK. (Robert Na Endi Jaweng)
Jika mendasarkan pada Undang-Undang No 19/2019 tentang KPK, lanjut Robert, batas waktu pengalihan pegawai KPK menjadi ASN dalam jangka 2 tahun sejak UU tersebut diundangkan baru akan genap pada 17 Oktober mendatang. Sementara, dari sisi ORI, batas waktu pelaksanaan rekomendasi ORI adalah 60 hari.
”Bagi kami, isunya adalah ORI sebagai lembaga negara dihormati. Saat ini ORI masih menunggu respons Presiden dan respons itu penting sebagai tanda dalam hubungan ketatanegaraan,” kata Robert.
Penantian terhadap respons Presiden juga diungkapkan komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Choirul Anam. Menurut Choirul, tawaran kapolri tersebut diduga sebagai jawaban langsung dari Presiden atas polemik TWK tersebut.
”Tawaran Kapolri tersebut kami apresiasi. Oleh karena itu, kami ingin mendapatkan penjelasan komprehensif atas sikap Presiden sebagaimana yang sudah diutarakan pak Kapolri dan sekaligus kami juga akan menyampaikan temuan kami secara langsung kepada beliau,” kata Choirul.
Menurut Choirul, penjelasan langsung dari Presiden penting bagi Komnas HAM karena dalam rekomendasi Komnas HAM yang terdiri atas beberapa lapis, terdapat hal yang terkait dengan pemulihan hak pegawai KPK. Sebab, para pegawai KPK tersebut menjadi ASN dalam rangka alih status, bukan melamar menjadi ASN. Hal itu penting untuk memastikan bahwa perekrutan terhadap mantan pegawai KPK oleh Kapolri tersebut merupakan salah satu bagian dari tindak lanjut dari rekomendasi Komnas HAM atau bukan.
”Detailnya seperti apa itu penting bagi kami untuk memastikan hak-hak korban. Karena memang dalam rekomendasi kami, ada rekomendasi agar diangkat menjadi ASN. Kami menganggap tawaran Kapolri itu sikap langsung dari Presiden, makanya kami ingin tahu detailnya seperti apa,” kata Choirul.