Pembahasan RUU PDP Kembali Diperpanjang, Pemerintah-DPR Diminta Turunkan Ego
DPR kembali memperpanjang pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Artinya, pembahasan RUU PDP memasuki enam kali masa sidang. Sebelumnya, pembahasan buntu akibat perbedaan sikap terkait lembaga pengawas PDP.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
YOUTUBE DPR RI
Suasana Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/9/2021), di Gedung DPR, Jakarta. Rapat dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, Rachmat Gobel, dan Sufmi Dasco Ahmad.
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat kembali memperpanjang waktu pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi selama satu masa sidang. DPR dan pemerintah diharapkan menurunkan ego masing-masing agar UU Perlindungan Data Pribadi yang sudah sangat dibutuhkan masyarakat bisa disahkan.
Perpanjangan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Kamis (30/9/2021), di Gedung DPR, Jakarta. Rapat dipimpin Ketua DPR Puan Maharani, didampingi tiga wakil ketua DPR, yakni Muhaimin Iskandar, Rachmat Gobel, dan Sufmi Dasco Ahmad.
Dalam kesempatan itu, Rapat Paripurna DPR juga melantik Lodewijk F Paulus sebagai Wakil Ketua DPR menggantikan Azis Syamsuddin yang mengundurkan diri setelah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi karena kasus dugaan korupsi. Lodewijk mengucapkan sumpah jabatan dipandu Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin.
Muhaimin mengatakan, pimpinan panitia khusus Komisi I DPR meminta perpanjangan waktu pembahasan RUU PDP saat rapat konsultasi pengganti rapat Badan Musyawarah, Senin (27/9/2021). Selain RUU PDP, pimpinan pansus di Komisi I dan Komisi X DPR juga meminta perpanjangan pembahasan RUU Landas Kontinen dan RUU Praktik Psikologi.
”Dalam rapat paripurna hari ini, apakah kita dapat menyetujui perpanjangan waktu pembahasan RUU-RUU tersebut sampai masa persidangan II yang akan datang?” kata Muhaimin yang dijawab ”setuju” oleh para peserta rapat.
Dengan perpanjangan kali ini, artinya pembahasan RUU PDP memasuki enam kali masa sidang. Sebelumnya, pembahasan mengalami kebuntuan akibat perbedaan sikap terkait lembaga pengawas PDP. Pemerintah bersama Fraksi Nasdem ingin lembaga pengawas berada di bawah kementerian, sedangkan delapan fraksi lainnya di Komisi I DPR ingin lembaga pengawas yang independen di bawah Presiden.
DPR RI
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, Nasdem berterima kasih dan memberikan penghargaan kepada Badan Musyawarah, pimpinan DPR, dan rapat paripurna yang telah menyetujui perpanjangan pembahasan RUU PDP. Menurut dia, keputusan untuk memperpanjang pembahasan RUU PDP merupakan hasil dari lobi Fraksi Nasdem kepada pimpinan DPR dan peserta paripurna. Sebab, keberadaan UU PDP sudah sangat mendesak dan dibutuhkan oleh masyarakat.
”Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa RUU PDP harus selesai, apa pun kejadiannya. Kalau perlu begadang, kita begadang, deh,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia mendorong agar Komisi I DPR dan panitia kerja dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menurunkan ego masing-masing agar bisa mendapatkan kesepakatan supaya RUU PDP segera disahkan. Musyawarah informal mesti dilakukan antara Komisi I DPR dan pemerintah untuk mengetahui ide-ide, kekhawatiran, dan peluang keuntungan pengesahan RUU PDP bagi bangsa.
Kompas/Hendra A Setyawan
Ilustrasi: Gading, bukan nama sebenarnya, mengambil foto KTP untuk keperluan administrasi pinjaman daring di Pinang, Tangerang, Banten, Rabu (18/8/2021).
Farhan menuturkan, pembahasan di masa sidang sebelumnya cenderung tak signifikan. Setelah konsinyering antara Komisi I DPR dan Kemenkominfo, akhir Juni, yang berakhir dengan kebuntuan soal lembaga pengawas, tak ada lagi pembahasan RUU PDP. Pembahasan secara fisik tak bisa dilakukan karena muncul varian Delta Covid-19 sehingga ada kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. Sementara pembahasan virtual dikhawatirkan bisa bocor karena ada beberapa pembahasan yang rahasia.
Kebutuhan hukum
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin mengatakan, rapat kerja Baleg DPR dengan Menteri Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Daerah menyepakati untuk memasukkan empat RUU dalam Prolegnas Prioritas 2021. Kesepakatan itu diambil dengan melihat perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat.
Keempat RUU itu adalah RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pemasyarakatan, dan RUU Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan usulan pemerintah serta RUU Badan Pemeriksa Keuangan usulan dari DPR. Dengan bertambahnya empat RUU tersebut, kini ada 37 RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Adapun hingga akhir September, baru lima RUU yang berhasil disahkan menjadi UU. Sementara 12 RUU ada di pembahasan tingkat I, satu RUU menunggu penugasan pembahasan, empat RUU menunggu surat presiden, dua RUU menunggu penetapan paripurna, dua RUU di tahap harmonisasi di Baleg, serta 11 RUU dalam proses penyusunan di DPR dan pemerintah.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Anggota Dewan berbincang sebelum dimulainya Rapat Paripurna DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/3/2021). Rapat paripurna tersebut untuk mendengarkan dan mengambil keputusan terhadap laporan Badan Legislasi DPR mengenai penetapan Prolegnas RUU Prioritas 2021.
Sementara itu, RUU Bahan Kimia usulan DPR dimasukkan dalam Prolegnas 2020-2024. ”Dari gambaran pencapaian legislasi, perlu kita dorong dan tingkatkan secara bersama-sama,” ujar Nurdin.