Gotong Royong Mengantisipasi Gelombang Ketiga Covid-19
Sejarah menyegarkan ingatan kita, gotong royong warga dapat mengatasi bencana dan permasalahan yang dihadapi negeri ini. Semangat ini harus terus dihidupkan agar kita dapat melalui pandemi yang entah kapan berakhir.
”Gotong royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua,” demikian disampaikan Soekarno pada sidang pertama Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, 1 Juni 1945, di Gedung Tyuuoo Sangi-In (kemudian menjadi Departemen/Kementerian Luar Negeri), Jakarta.
Lazim terdengar di Jawa untuk menyebut aktivitas mengangkat sesuatu secara bersama-sama, gotong royong pun masuk ke perbendaharaan bahasa Indonesia. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkannya sebagai kata kerja yang bermakna bekerja bersama-sama, tolong-menolong, atau bantu-membantu. Adapun bergotong royong adalah bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu.
Baca juga : Pancasila Jadi Pembangkit Semangat Gotong Royong di Tengah Pandemi
Melintasi tahun demi tahun, semangat gotong royong seperti pernah dipidatokan Bung Karno di tahun 1945 dulu terus lestari. Spirit kebersamaan ini terutama tampak saat terjadi kesusahan, tak terkecuali di saat bencana melanda.
Kompas, Senin, 12 Juni 2006, misalnya, mengabadikan masih kuatnya naluri gotong royong di saat gempa mengentak Daerah Istimewa Yogyakarta. Naluri ini mempercepat perbaikan bangunan yang rusak akibat gempa berkekuatan 5,9 pada skala Richter di 27 Mei 2006 tersebut.
Banyak warga saat itu bersama-sama membongkar tembok miring, mengumpulkan bahan bangunan yang masih bisa digunakan, dan mulai membuat rumah sementara bersifat darurat sebelum dana rehabilitasi turun. Selain warga setempat, banyak masyarakat dari luar daerah ikut bergotong royong di wilayah terdampak gempa.
”Alhamdulillah, naluri gotong royong masyarakat kami masih kuat. Ini memudahkan kami membenahi rumah-rumah warga yang rusak,” kata Kepala Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Marzuki, pada Minggu 11 Juni 2006 silam.
Baca juga : Gotong Royong Menyelamatkan Kesehatan Masyarakat
Bekal modal sosial berupa semangat kegotongroyongan seperti ini sekarang kembali dibutuhkan di saat Indonesia dan negara-negara di dunia tengah menghadapi wabah skala global, alias pandemi, Covid-19. Semua orang mesti bersama-sama, bantu-membantu, tolong-menolong, mencegah penularan Covid-19 demi mengakhiri pandemi yang hingga Selasa (28/9/2021) secara akumulasi telah mengakibatkan lebih dari 141.700 orang meninggal di negeri ini.
Di awal pekan ini, Senin (27/9/2021), Presiden Joko Widodo melalui akun Instagram menuturkan bahwa satu setengah tahun dalam selubung pandemi Covid-19, kondisi Indonesia beranjak membaik dalam beberapa pekan belakangan ini. ”Rumah-rumah sakit tak lagi disesaki pasien Covid-19, pusat-pusat isolasi mandiri di sejumlah kota di Tanah Air mulai melonggar,” katanya.
Covid-19 takkan hilang dari muka bumi dalam waktu yang lama. Tetaplah waspada dan jangan pernah lengah. Covid-19 tetap mengintai di sekitar kita. (Presiden Jokowi)
Presiden Jokowi pun mengatakan bahwa status level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di daerah-daerah sudah turun, pusat perbelanjaan, rumah ibadah, dan tempat wisata mulai dibuka. Sekolah-sekolah juga melaksanakan pembelajaran tatap muka. ”Tentu ini berkat penerapan PPKM, vaksinasi massal, serta kesadaran masyarakat menjalankan protokol kesehatan,” ujarnya.
Tetap waspada
Kepala Negara melanjutkan, kini, kita bersiap untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 dan menyambut pandemi ini sebagai endemi, karena Covid-19 tak akan hilang dari muka bumi dalam waktu cepat, pandemi ini masih akan berlangsung dalam waktu yang lama. ”Tetaplah waspada dan jangan pernah lengah. Covid-19 tetap mengintai di sekitar kita,” kata Presiden Jokowi.
Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Harmadi pada dialog bertajuk ”Jurus Antisipasi Gelombang Ketiga” yang ditayangkan kanal Youtube FMB9.ID, Selasa (28/9/2021), menuturkan bahwa dalam seminggu terakhir orang yang dites sudah mencapai 1,2 juta orang. Sekitar 136 juta orang sudah diberikan vaksin, baik dosis pertama maupun kedua.
”Positivity rate kita juga sudah di angka 1,45 persen. Bed occupancy rate kita juga sudah di bawah 10 persen, (tepatnya) 9,68 persen. Kemampuan atau kapasitas tracing kita juga sudah naik di atas 10 (per) satu orang yang terkonfirmasi positif. Data tersebut menunjukkan bahwa kinerja penanganan Covid-19 di Indonesia semakin baik,” katanya.
Baca juga : Waspadai Kenaikan Kembali Kasus Covid-19
Namun, Sonny menuturkan, kita semua harus ingat bahwa Indonesia sedang dikelilingi oleh negara-negara yang sedang mengalami lonjakan kasus. Maka, antisipasi untuk gelombang ketiga dilakukan dengan, antara lain, tetap memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat, baik level 3, 2, maupun 1.
Pengujian pun terus ditingkatkan. Sebagai perbandingan, pada 23-29 Mei 2021 dalam satu minggu jumlah orang yang dites 434.000 orang. Sementara itu dalam 7 hari terakhir, sudah 1.190.000 yang dites. ”Jadi memang terjadi peningkatan testing. Walaupun di dalamnya selain PCR juga ada TCM atau tes cepat molekuler dan juga antigen. Sekitar 40.000 per hari adalah tes PCR,” kata Sonny.
Baca juga : Mencermati Laju Tes Covid-19 di Indonesia
Sonny menuturkan, Satgas pun terus mendorong kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Data menunjukkan, sampai sekarang, kepatuhan masih tinggi. Ditambah lagi dengan pembukaan aktivitas yang dilakukan dengan sangat hati-hati dan protokol kesehatan digital melalui aplikasi Peduli Lindungi.
”Jadi, kita mencoba memastikan bahwa pembukaan aktivitas dilakukan betul-betul dengan mitigasi risiko serendah mungkin. Lalu program vaksinasi kita percepat, bahkan selama kasus sedang atau masih rendah seperti sekarang ini,” kata Sonny.
Pemerintah juga mencoba menutup masuknya penularan dari luar negeri. Titik masuk ke Indonesia dibatasi. Titik masuk lewat jalur udara hanya di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, dan Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara. Titik masuk jalur darat hanya di Entikong, Aruk, Nunukan, dan Motaain. Adapun titik masuk jalur laut hanya di Batam dan Tanjung Pinang.
Belajar dari pengalaman
Belajar dari pengalaman sebelumnya, untuk mencegah terjadinya penularan Covid-19, para pekerja migran Indonesia atau orang yang datang masuk ke Indonesia begitu masuk ke Indonesia langsung dilakukan tes PCR di tempat. ”Bahkan, kemarin Kementerian Kesehatan sudah mengirimkan tes cepat molekuler sehingga kita tidak perlu menunggu lama, dalam waktu satu jam sudah dapat memisahkan orang yang positif dan negatif,” katanya.
Sonny menuturkan bahwa penguatan pengamanan perbatasan pun dilakukan untuk mengawasi jalur-jalur ilegal. Sejumlah langkah tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya gelombang ketiga kasus Covid-19.
Menurut Sonny, sebelumnya, peningkatan mobilitas diikuti penurunan kepatuhan protokol kesehatan. ”Kali ini, berdasarkan data yang kami amati, peningkatan mobilitas tadi tidak diikuti oleh penurunan kepatuhan protokol kesehatan. Harapannya, secara perlahan aktivitas mulai berjalan, mulai dibuka, tetapi dengan minim risiko penularan,” katanya.
Baca juga : Jaga Penurunan Kasus, Hindari Gelombang Ketiga
Ada enam sektor yang selama ini diuji coba untuk dibuka dengan sangat berhati-hati. ”Kalau kita perhatikan, kepatuhan masyarakat sangat baik, terutama dalam memakai masker dan mencuci tangan. Tantangan ketika mobilitas penduduk naik adalah agak turunnya kepatuhan dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan,” kata Sonny.
Keputusan orang untuk menjaga jarak bukan keputusan individual, tetapi keputusan kolektif. Bukan cuma satu orang yang menjaga jarak, tetapi semua orang harus menjaga jarak. ”Oleh karena itu, penggunaan masker menjadi sangat penting karena ketika mobilitas naik tidak dapat dihindari akan ada jarak antarorang yang lebih dekat dibanding saat mobilitas dan aktivitas dibatasi,” ujar Sonny.
Kepatuhan masyarakat sangat baik, terutama dalam memakai masker dan mencuci tangan. Tantangan ketika mobilitas penduduk naik adalah agak turunnya kepatuhan dalam menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Sejarah menyegarkan ingatan kita pula bahwa para pendahulu negeri ini dahulu kala telah bahu-membahu berjuang sehingga mampu memenangi perang merebut kemerdekaan. Sebagai generasi penerus bangsa, gotong royong warga saat ini tentu bukan dengan angkat senjata seperti di masa perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dulu.
Kebersamaan dan saling bantu di masa pandemi sekarang dapat diwujudkan warga, antara lain, dengan berdisiplin menerapkan protokol kesehatan; mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas apabila tidak ada kepentingan yang mendesak. Sekali lagi, akhir pandemi memang belum ada jawaban pastinya. Namun, pihak yang berperan penting untuk mengakhiri pandemi ini sudah dapat dipastikan: kita semua.