Menjaga Sistem Merit dalam Revisi UU ASN
Revisi UU ASN harus diarahkan untuk memperkuat ekosistem digital ASN. Profesionalisme tidak mungkin terbentuk kalau ASN diintervensi oleh kepentingan politik, seperti jual beli jabatan.
Reformasi birokrasi memang lebih mudah dibicarakan. Namun, mengawal pelaksanaannya jauh lebih sulit. Padahal, pelayanan publik profesional, akuntabel, dan transparan baru bisa dicapai melalui reformasi birokrasi.
Pembahasan revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara akan dimulai setelah reses usai dan masa sidang DPR dimulai kembali pada Oktober ini. Harapannya, sistem merit yang sudah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tersebut tak malah mundur dalam revisi yang dikerjakan DPR dan pemerintah.
Beberapa usulan yang muncul dalam revisi UU ASN ini adalah penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara, kesejahteraan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), pengurangan ASN, dan pengangkatan tenaga honorer.
Karena tertunda reses, pemerintah kini mempersiapkan diri untuk kembali dalam pembahasan revisi UU ASN. Wakil Presiden Ma’ruf Amin pun memimpin rapat tertutup mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara di Istana Wapres, Jumat (24/9/2021) siang. Hadir dalam rapat itu, antara lain, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Manoarfa, Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo, serta Sekretaris Eksekutif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) Eko Prasojo.
Wapres Amin pun mengingatkan, revisi UU ASN tak boleh malah melemahkan pelaksanaan reformasi birokrasi. Hal ini justru program prioritas dalam pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wapres Amin. Dalam Pidato Pengantar RAPBN 2022 di DPR tanggal 16 Agustus 2021, Presiden juga menyinggung reformasi birokrasi.
”Undang-Undang ASN ini merupakan pilar utama dari reformasi birokrasi yang menjadi salah satu prioritas program pemerintah,” kata Wapres Amin.
Baca juga : Presiden: ASN Jangan seperti Pejabat Zaman Kolonial
Oleh karena itu, revisi UU ASN tidak semestinya mengganggu kontinuitas pelaksanaan reformasi birokrasi, khususnya terkait dengan pelaksanaan sistem merit. ”Jangan sampai mengalami kemunduran (set back). Misalnya saja di dalam masalah rekrutmen calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan juga pengisian jabatan pimpinan tinggi,” ujar Wapres Amin.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi pada Universitas Indonesia Eko Prasojo saat dimintai pandangan terkait rencana revisi UU ASN, Senin (27/9/2021), mengatakan, komitmen mengawal sistem merit yang sudah mulai ada di UU tersebut harus tetap dijaga. ”Revisi UU ASN tidak boleh melemahkan meritokrasi,” katanya.
Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, meritokrasi adalah sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan, senioritas, dan sebagainya.
Revisi UU ASN tidak boleh melemahkan meritokrasi.
Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko menambahkan, menjaga akuntabilitas dan efektivitas kerja harus dilanjutkan secara serius kendati Indonesia mendapat kenaikan skor Indeks Efektivitas Pemerintah yang diterbitkan Bank Dunia.
Dalam rilis Bank Dunia, skor Indeks Efektivitas Pemerintah Indonesia naik dari 60,1 menjadi 65,3 dari skala 100. Peringkat Indonesia pun naik dari posisi ke-84 menjadi ke-73. Capaian ini disebut sebagai peningkatan tertinggi sejak 1996.
Indeks Efektivitas Pemerintah (Government Effectiveness Index) mengukur efektivitas kinerja birokrasi di 214 negara di dunia. Parameternya adalah kualitas layanan publik, derajat independensi birokrasi terhadap intervensi politik, kualitas formulasi kebijakan, dan kredibilitas pemerintah.
Baca juga : Banyak Instansi Belum Tuntaskan Penyederhanaan Birokrasi
Upaya perbaikan sistem birokrasi supaya semakin transparan, akuntabel, dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme memang terlihat. Kementerian Perindustrian, seperti disampaikan dalam siaran pers yang diterima Kompas, Sabtu (25/9/2021), mendorong zona integritas dan terus memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM), bahkan sejak tahap perekrutan.
Presiden Jokowi selama ini juga mengingatkan, pandemi Covid-19 harus mengubah birokrasi supaya bekerja lebih cepat, efektif, dan akuntabel. Semua kebijakan yang mengarah pada penyederhanaan birokrasi dan penguatan sistem merit perlu dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah.
Namun, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan Jaleswari Pramodhawardani dalam keterangan yang diterima Kompas, Senin (27/9/2021), mengakui, upaya reformasi birokrasi ini menghadapi banyak tantangan, baik internal maupun eksternal. ”Hambatan internal yang terjadi, di antaranya, ialah rendahnya komitmen pimpinan daerah, orientasi kerja birokrasi yang belum sepenuhnya berorientasi pelayanan, serta masih adanya jual beli jabatan,” ujarnya.
Sementara tantangan eksternal, kata Jaleswari, adalah revisi UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang berpotensi mengubah secara fundamental implementasi sistem merit.
Baca juga : Kualifikasi, Kompetensi, dan Kinerja Birokrasi Harus Terus Diperbaiki
Dihubungi terpisah, Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo mengelak untuk menjelaskan hal-hal krusial yang akan diubah dalam revisi UU ASN. ”Pembahasan detail dengan Panja RUU belum (dilakukan), jadi belum bisa menyampaikan hal-hal krusial (yang akan diubah),” ucapnya.
Kendati demikian, rencana menghapus Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dari UU ASN menunjukkan salah satu upaya kuat untuk melemahkan sistem merit. KASN selama ini menjaga netralitas ASN, mengawasi pembinaan profesi ASN, termasuk proses lelang jabatan dan pelaksanaan sistem merit.
Peneliti Forum Transparansi untuk Anggaran (Fitra) Gurnadi Ridwan menjelaskan, KASN jelas mempersulit jual beli jabatan terjadi. Karena itu, para kepala daerah yang merasa terganggu mengusulkannya kepada DPR.
”Semestinya, sistem merit dan kode etik berdiri tegak dan ini menjadi agenda dan komitmen semua kepala daerah dan kementerian/lembaga. Jadi, semua menaati dan membuat aturan turunan di setiap lembaga. Ini akan menjaga kualitas ASN sendiri dan pelayanan publik,” ujarnya.
Sesuai arahan Wakil Presiden sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, KASN tetap diperlukan untuk menjaga sistem merit. Untuk itu, Eko menilai UU ASN masih sangat relevan dan dapat menjadi dasar bagi transformasi SDM aparatur.
Selain itu, KASN, Kementerian PAN RB, dan lembaga-lembaga terkait harus terus memonitor dan mengawal reformasi birokrasi itu sendiri.
Eko menambahkan, sesuai arahan Wakil Presiden sebagai Ketua Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, KASN tetap diperlukan untuk menjaga sistem merit. Untuk itu, Eko menilai UU ASN masih sangat relevan dan dapat menjadi dasar bagi transformasi SDM aparatur.
”Jadi, menurut saya, revisi UU ASN justru harus diarahkan untuk memperkuat ekosistem digital ASN. Profesionalisme tidak mungkin terbentuk kalau ASN diintervensi oleh kepentingan politik, seperti yang kita lihat dalam jual beli jabatan yang masih banyak terjadi saat ini,” kata Eko.
Revisi UU ASN akan membuktikan komitmen pemerintah dan DPR, menjaga reformasi birokrasi atau melemahkan ASN serta membuka peluang jual beli jabatan.