Hari serta tanggal pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 perlu segera ditentukan dengan memadukan pertimbangan persiapan yang lebih matang serta kondusivitas dan stabilitas politik.
Oleh
Yohan Wahyu/Litbang Kompas
·4 menit baca
Sejauh ini, dua hal menjadi pertimbangan dalam menentukan hari pemungutan suara Pemilu 2024. Pertama, terkait perlunya kesiapan yang lebih matang (25 bulan sebelum hari pemungutan suara) sehingga tahapan perlu dimulai lebih awal. Pertimbangan ini disampaikan Komisi Pemilihan Umum yang mengusulkan ”memajukan” pemungutan suara menjadi lebih awal pada 21 Februari 2024.
Sementara itu, ada pertimbangan kedua, yakni kondusivitas politik dan jaminan stabilitas keamanan. Pemerintah, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menilai, durasi tahapan yang panjang akan memicu peningkatan suhu politik lebih awal. Untuk itu, pemerintah mengusulkan hari pemungutan suara digelar pada 24 April, 8 Mei, atau 15 Mei 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tarik-menarik di antara kedua pertimbangan ini dibaca oleh publik dengan sederhana. Di mata publik, keduanya sama-sama penting dan layak dipertimbangkan dalam menentukan kapan pemungutan suara Pemilu 2024 digelar. Hal ini terangkum dari hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu.
Sebagian besar responden (85,2 persen) menyatakan setuju jadwal pemilu perlu diputuskan dengan mempertemukan kepentingan kebutuhan persiapan pemilu serentak dan pertimbangan keamanan nasional.
Sikap ini relatif lebih banyak disampaikan oleh responden dibandingkan hanya memilih salah satu di antara kedua pertimbangan tersebut meskipun setiap pertimbangan memiliki argumentasi dan alasan obyektif yang sama-sama kuat dan rasional. Di mata responden, alangkah lebih baik jika keduanya menjadi pertimbangan, tinggal bagaimana mencari titik temu.
Tidak heran jika kemudian pertimbangan persiapan yang matang lebih banyak dipilih responden, yakni 72,7 persen. Relatif ”sama kuat” dengan pertimbangan memperpendek tahapan pemilu dengan alasan keamanan dan suhu politik yang disampaikan 66,6 persen responden dengan mempertimbangkan sampling error. Artinya, kedua pertimbangan, kesiapan dan stabilitas politik, sama-sama penting.
Bagaimanapun, persoalan tanggal pemilu adalah domain pemerintah dan penyelenggara pemilu. Masyarakat umum akan mematuhi apa pun keputusan pemerintah.
Ketidaktahuan lebih dari separuh responden akan isu ini mencerminkan bahwa pada hakikatnya tanggal penyelenggaraan pemilu akan ”mengalahkan” semua agenda publik privat jika akhirnya sudah ditetapkan negara.
Hanya saja, tentu publik berharap, keputusan apa pun yang diambil akan memperhitungkan secara komprehensif kebutuhan penyelenggaraan pemilu di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Apalagi, pelaksanaan pemilu serentak 2024 akan lebih kompleks dan berat.
Pengalaman beratnya beban penyelenggaraan Pemilu 2019 harus menjadi pelajaran. Data KPU menyebut, total 817 orang penyelenggara pemilu meninggal. Sebanyak 86 persen di antaranya merupakan petugas TPS, dan mayoritas meninggal pada hari pemungutan suara dan setelahnya.
Durasi tahapan
Pertimbangan pemerintah soal durasi tahapan pemilu yang panjang akan membuat suhu politik memanas memang tak bisa diabaikan. Apalagi, residu persaingan politik pada pemilu presiden sebelumnya masih terasa hingga saat ini. Jika mengacu pada rekam jejak pelaksanaan pemilu, ada kecenderungan durasi tahapan pemilu lebih panjang.
Pada Pemilu 2004, misalnya, tahapan pemilu dimulai 12 bulan sebelum pemungutan suara. Pada pemilu ini belum ada ketentuan dalam undang-undang soal kapan paling lambat tahapan pemilu dimulai. Hal yang sama terjadi di Pemilu 2009.
Baru di Pemilu 2014 undang-undang mengatur kapan paling lambat tahapan pemilu dimulai, dihitung mundur dari hari pemungutan suara. Pasal 4 Ayat 5 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu menyebutkan, tahapan pemilu dimulai paling lambat 22 bulan sebelum hari pemungutan suara. Penyelenggara Pemilu 2014 pun memulai tahapan sesuai dengan perintah undang-undang tersebut.
Aturan sedikit berubah di Pemilu 2019. Pasal 167 Ayat 6 UU 7/2017 tentang Pemilu, yang menjadi landasan hukum pelaksanaan Pemilu 2019, mengatur, tahapan dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara.
Jika mengacu pada rekam jejak tersebut, ada semangat mempersiapkan pemilu lebih matang dengan memulai tahapan lebih awal. Pentingnya memulai tahapan pemilu lebih awal juga pernah menjadi temuan jajak pendapat Kompas pada akhir Maret 2021, mayoritas responden (85,3 persen) saat itu merespons positif jika tahapan pemilu dimulai lebih awal agar persiapan KPU dalam menyelenggarakan pemilu nasional plus pemilihan kepala daerah serentak nasional tahun 2024 lebih matang dan baik (Kompas, 12/4/2021).
Pemilu 2024
Terlepas dari belum jelasnya kapan hari pemungutan suara ditetapkan, ada keyakinan yang besar dari responden bahwa pemilu tetap dilaksanakan pada 2024. Sebagian besar responden (88,3 persen) menunjukkan sikap setuju pemilu tetap digelar pada 2024.
Dalam catatannya, peneliti Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, menyebutkan, regulasi jadwal dan tahapan yang ditetapkan secara berlarut-larut, lambat dan mendekati tahapan pemilu akan memunculkan potensi permasalahan baru dalam tahapan Pemilu dan Pilkada 2024.
Apalagi, ada keyakinan yang kuat bahwa pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu dalam waktu dekat akan mampu menentukan dan menyepakati jadwal pemungutan suara Pemilu 2024. Keyakinan masyarakat ini semestinya dibaca ole pengambil keputusan sebagai harapan yang besar agar penyelenggaraan pemilu lebih cepat mendapatkan kepastian hukum.
Selain itu, dengan lebih cepat ditetapkan, sosialisasi Pemilu 2024 bisa lebih akseleratif, terutama kepada publik yang pada jajak pendapat ini tidak sedikit yang mengaku belum paham soal agenda pemilu. Jika penetapannya berlarut-larut, justru makin menjauhkan publik dari isu-isu pemilu.
Mencari titik temu dari berbagai pertimbangan menjadi kunci untuk menentukan lebih cepat jadwal pemungutan suara pemilu.