Nahdlatul Ulama Dukung Pemerintah Atasi Berbagai Masalah Bangsa
NU mendukung sepenuhnya langkah-langkah pemerintah dalam penanganan pandemi, dari hulu ke hilir. Sekalipun laju penularan telah menunjukkan penurunan, protokol kesehatan tetap tidak boleh kendur.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Persoalan pandemi Covid-19 dan persoalan bangsa lainnya diyakini dapat diselesaikan dengan sinergi bersama semua elemen bangsa. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam Musayawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU mendukung pemerintah dalam upaya-upaya penanganan pandemi dan berbagai persoalan bangsa lainnya, seperti kemiskinan, pemulihan ekonomi, terorisme, dan kelompok kriminal bersenjata di Papua.
Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin yang juga Mustasyar PBNU mengatakan, NU melihat pandemi Covid-19 bukan semata-mata masalah kesehatan, melainkan juga masalah keagamaan. Islam mengajarkan upaya menjaga keselamatan jiwa sebagai salah satu tujuan dari beragama itu sendiri. Oleh karena itu, menjaga keselamatan warga bangsa ialah kewajiban dan merupakan hukum tertinggi.
”Karena itulah, kita memunyai komitmen yang kuat menghadapi Covid-19,” ungkap Ma’ruf saat membuka Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2021, Sabtu (25/9/2021), melalui video telekonferensi, dari Istana Wapres di Jakarta.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, munas dan konbes kali ini dihadiri terbatas oleh 250 pengurus PBNU. Pengurus yang hadir berasal dari jajaran mustasyar, suriyah, a’wan, tanfidziyah, utusan Badan Otonom, dan lembaga serta delegasi dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama se-Indonesia. Untuk mengikuti kegiatan itu, peserta mesti mengikuti protokol kesehatan ketat. Peserta yang boleh datang hanya yang telah memiliki sertifikat vaksinasi, atau minimal bisa menunjukkan bukti telah menerima vaksin pertama. Di lokasi munas, mereka juga harus mengikuti tes antigen sebelum menghadiri rapat-rapat komisi.
Wapres mengatakan, tantangan lain yang mesti dihadapi negara ialah pemulihan ekonomi dan angka kemiskinan yang bertambah akibat Covid-19. Penyelesaian kemiskinan adalah kewajiban bagi umat Islam. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi merupakan salah satu hal krusial yang berusaha diperjuangkan NU selama ini.
Di bidang sosial politik, ia mengingatkan pentingnya moralitas dan etika keagamaan yang menjiwai perpolitikan nasional. Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari bahkan di abad lalu telah mengingatkan kian melemahnya jiwa perpolitikan di Tanah Air yang berbasis moralitas dan etika keagamaan ini.
”Tidak hanya melemah, bahkan hampir mati. Oleh karena itu, jiwa keagamaan dalam perpolitikan Indonesia ini memang perlu kita beri dorongan supaya lebih beretika dan berakhlak,” katanya.
Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Tanah Air, NU dinilai berkontribusi besar dalam menciptakan kerukunan dan perdamaian di dalam negeri. Peran serupa diharapkan bisa dilakukan di tingkat global, terutama ketika banyak konflik dan peperangan yang tak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan militer, tetapi memerlukan jalur diplomasi dan moralitas keagamaan. NU diharapkan dapat pula mengambil peran global.
Agar dapat meningkatkan kontribusinya kepada bangsa dan negara, Wapres meminta NU kian mengonsolidasikan diri, menguatkan organisasi, dan mempersatukan potensi NU. Dia berpesan jangan sampai NU terlihat solid, tetapi sesungguhnya tak satu. Hanya dengan soliditas NU dapat memenuhi visi kelahirannya, sebagaimana dimaksudkan oleh pendirinya KH Hasyim Asy’ari, yakni sebagai jamiyah (organisasi) perbaikan. Perbaikan itu tidak hanya soal keagamaan, tetapi juga kemasyarakatan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Munas dan Konbes NU 2021, lanjut Wapres Amin, diharapkan bisa menjadi sarana merumuskan langkah dan gerakan yang sesuai dengan visi dan khitah NU sebagai organisasi yang ingin memberikan perbaikan. ”Oleh karena itu, kita harus istiqomah pada thariqoh (jalan) yang diarahkan oleh para muassis (pendiri), dengan tentu melakukan berbagai inovasi, kreativitas, dan inisiatif-nisiatif yang terbaik,” katanya.
Dukung pemerintah
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mengatakan, NU mendukung sepenuhnya langkah-langkah pemerintah dalam penanganan pandemi, dari hulu ke hilir. Sekalipun laju penularan telah menunjukkan penurunan, protokol kesehatan tetap tidak boleh kendur, guna mengantisipasi kemungkinan gelombang ketiga pandemi.
Di kebijakan hulu, NU mendukung percepatan vaksinasi agar segera terbentuk kekebalan komunitas. Adapun di hilir, NU merekomendasikan perbaikan sistem kesehatan nasional dengan meningkatkan keadilan fasilitas kesehatan, yakni dengan mengurangi kesenjangan distribusi faskes, dokter spesalis, perawat dan bidan; memperkuat ekosistem kesehatan, kemandrian farmasi; serta meningkatkan kapasitas rumah sakit, puskesmas, dan alat kesehatan.
”Saat ini, 94 persen alat kesehatan yang beredar adalah produk impor. Ini menandai rapuhnya sistem kesehatan nasional,” katanya, seraya menegaskan, pandemi dapat diatasi dengan sinergi bersama antara pemerintah dan masyarakat.
Selain pandemi, Said mengingatkan negara agar tidak lengah menghadapi ancaman sosial politik di dalam negeri. Salah satunya ialah sel-sel terorisme yang melakukan rekrutmen melalui internet dan media sosial. NU mengapresiasi kerja-kerja aparat keamanan yang melumpuhkan jaringan Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). NU juga mendukung tindakan tegas terhadap kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua yang menyerang tenaga kesehatan, bank, dan sekolah dasar. ”Negara tidak boleh kalah,” katanya.
Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar menyampaikan permintaan maafnya kepada seluruh peserta munas dan konbes karena keterlambatan dalam penyelenggaraan Muktamar ke-34 NU, yang semestinya Oktober 2021, sebagaimana putusan Konbes NU 2020. ”Atas nama PBNU, saya sangat memahami kegelisahan pengurus wilayah, pengurus cabang, pengurus ranting, dan seluruh jajaran, dan warga NU yang tentunya sudah menunggu kepastian Muktamar NU,” katanya.
Miftach meminta Muktamar Ke-34 NU diselenggarakan paling lambat Desember 2021. Hal ini didasarkan pada berbagai pertimbangan, seperti aturan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), serta aspirasi dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU).
”Aspirasi dari struktur Nahdlatul Ulama tidak dapat kita nafikan karena sebagaimana diatur dalam AD/ART, yang memiliki hak menentukan keputusan pelaksanaan Muktamar NU adalah PWNU,” kata Miftach yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesa (MUI) itu.
Miftach menegaskan, permintaan muktamar pada 2021 itu sekaligus menjadi harapan dan doa agar pandemi segera berakhir. Namun, ia memberi catatan, seandainya ada perkembangan terkait dengan pandemi yang membahayakan keselamatan bersama, ia meminta keikhlasan PWNU untuk menyerahkan seluruh keputusan terkait dengan penyelenggaraan muktamar itu kepada PBNU.
Sebelumnya, muncul beragam aspirasi dari kader NU terkait dengan waktu penyelenggaraan muktamar. Gerakan Pemuda Ansor meminta agar dilakukan muktamar pada 2021. Adapun Fatayat NU meminta agar forum tertinggi organisasi itu dilakukan pada 2022. Sementara itu, Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM (Lakpesdam) PBNU mendorong muktamar diadakan pada 2021 agar regenerasi di tubuh organisasi dapat dilakukan.
Dihubungi terpisah, kader NU yang juga Wali Kota Pasuruan, Jawa Timur, Saifullah Yusuf, mengatakan, dengan pernyataan resmi Rais Aam PBNU tersebut, perdebatan soal apakah muktamar akan dilakukan pada 2021 ataukah 2022 sudah berakhir. Saat ini, pengurus tanfidzyiah PBNU, menurut Saifullah, sebaiknya segera menindaklanjuti permintaan Rais Aam itu.
”Tinggal tanfidzyiah menyiapkan tiga bulan ini. Misalnya dengan melakukan konsultasi dengan pemerintah soal muktamar yang cocok dengan kondisi seperti ini semestinya bagaimana. Misalnya, apakah dengan penyelenggaraan secara hibrid (campuran antara luring dan daring) dan tetap dengan penerapan protokol kesehatan seperti ketentuan pemerintah,” katanya.