Tetapkan Jadwal Pemilu 2024, Jangan Terpengaruh Isu Perpanjangan Jabatan Presiden
Presiden Joko Widodo menginstruksikan Menko Polhukam Mahfud MD segera menyimulasikan sejumlah opsi jadwal Pemilu 2024 dan menetapkan jadwal yang layak. Jangan terpengaruh isu perpanjangan masa jabatan presiden.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menginstruksikan berbagai opsi tanggal pemungutan suara pemilu dan pemilihan kepala daerah pada 2024 segera disimulasikan guna memperoleh tanggal yang layak. Ikhtiar menemukan tanggal yang layak harus terus dilakukan, jangan kemudian ditunda atau berlama-lama karena beredarnya isu perpanjangan jabatan presiden.
”Presiden menginstruksikan agar segera ditetapkan simulasi tanggal pemilu dan pilkada tahun 2024. Jadi, Presiden minta agar kita tidak terpengaruh oleh isu-isu lain, amendemen (UUD 1945), perpanjangan jabatan (presiden), dan sebagainya. Pokoknya tetapkan tanggal pemilu yang layak sesuai dengan undang-undang, di mana kita bersepakat bahwa menurut undang-undang, pemilu legislatif dan presiden itu tahun 2024,” ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Kamis (23/9/2021) malam.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ini disampaikannya seusai menggelar rapat koordinasi lanjutan dengan kementerian dan lembaga terkait serta membahas simulasi jadwal pemilu presiden dan legislatif serta pemilihan kepala daerah pada 2024. Dalam rapat itu, hadir pula Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Beberapa kali simulasi, menurut Mahfud, telah dilakukan pemerintah. Pada 16 September, simulasi dibahas Mendagri dengan DPR. Kemudian simulasi kembali dilakukan pada 17 September di Kantor Kemenko Polhukam. Yang terbaru, pada 23 September. Dari sejumlah simulasi itu, sudah ada sejumlah opsi terkait tanggal pemungutan suara.
Sejumlah opsi itu mulai dipertajam bersama dengan segala problem teknis dan yuridis yang menyertainya. Ia menyebutkan, salah satu opsi tanggal pemungutan suara pemilu legislatif dan presiden adalah pada 24 April 2024 selain ada tiga opsi tanggal lainnya. Namun, ia tak menyebutkan tiga opsi lainnya tersebut.
Adapun dalam rapat Mendagri dengan Komisi II DPR dan penyelenggara pemilu, Kamis (16/9/2021), Mendagri menyampaikan tiga alternatif jadwal pemungutan suara pemilu usulan pemerintah. Selain 24 April 2024, dua opsi lainnya pada 8 Mei 2024 dan 15 Mei 2024 (Kompas, 17/9/2021). Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pemungutan suara pemilu digelar pada 21 Februari 2024.
Mahfud melanjutkan, simulasi akan terus dilakukan sampai menemukan tanggal yang layak. Simulasi hingga penetapan tanggal pemilu juga akan dibicarakan secepatnya dengan DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan lembaga terkait lainnya. Nantinya keputusan mengenai tanggal pemungutan suara pemilu akan diambil Presiden bersama DPR dan penyelenggara pemilu.
”Yang akan memutuskan pilihan-pilihan itu adalah Presiden melalui suatu rapat kabinet terbatas, tetapi kita nanti akan menyampaikan semua problem atau kelebihan dan kekurangan dari setiap tanggal yang akan ditentukan Presiden bersama DPR dan KPU,” ujar Mahfud.
Keikutsertaan partai politik
Jika memang nanti opsi yang diambil pada 24 April, Mahfud mengingatkan warga negara atau kelompok warga negara yang ingin mendirikan partai politik (parpol) untuk segera mengurus badan hukum parpol paling lambat 21 Oktober 2021.
Ini karena sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol, parpol yang boleh mengikuti pemilu adalah yang sekurang-kurangnya didirikan 2,5 tahun sebelum pemungutan suara. ”Jadi, parpol baru harus memiliki badan hukum paling lambat 21 Oktober 2021. Pada tanggal itu, surat keputusan badan hukum parpol sudah harus keluar,” tambahnya.
Secara terpisah, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, saat dihubungi pada Jumat (24/9/2021), mengatakan, simulasi seluruh opsi tanggal pemungutan suara pemilu penting untuk memetakan risiko. Dari sana kemudian bisa diputuskan tanggal yang paling minim risikonya atau bahkan tidak ada. Selain itu, dari risiko yang dipetakan, bisa diantisipasi problem yang mungkin muncul dari opsi yang dipilih.
Khusus mengenai opsi 24 April 2024, Titi mengingatkan bahwa pada November 2024 akan digelar pula pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak di seluruh daerah. Dengan jarak waktu antara April dan November hanya tujuh bulan, ia khawatir, penyelenggara pemilu bakal terbebani.
Jika opsi 24 April itu dipilih, tak berbeda jauh dengan tanggal pemungutan suara pada Pemilu 2019 yang digelar pada 17 April. Saat itu, seluruh tahapan pemilu baru tuntas sekitar September 2019, termasuk penyelesaian sengketa hasil pemilu.
Yang juga jadi kekhawatiran berbagai pemerhati pemilu, partai politik, dan KPU, jika pemungutan suara digelar April, peresmian keanggotaan DPRD provinsi dan kabupaten/kota baru tuntas sekitar Agustus. Padahal, di bulan yang sama, sudah masuk tahapan pencalonan untuk Pilkada 2024. Untuk mendaftarkan calon kepala-wakil kepala daerah, parpol membutuhkan raihan suara atau jumlah kursi DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang sudah resmi. Jadi, jika peresmian keanggotaan DPRD tak tuntas pada Agustus, dikhawatirkan bisa mengganggu tahapan Pilkada 2024.
”Usulan KPU untuk memajukan hari pemungutan suara maksimal Maret 2024 itu sejatinya untuk menghindari tumpukan beban penyelenggaraan tahapan pemilu, juga supaya pilkada serentak di November 2024 tidak mengalami gangguan,” ujar Titi.
Meski demikian, ia dapat memahami pertimbangan situasi keamanan dari pemerintah sehingga mengusulkan pemungutan suara pada April atau Mei 2024. Sebab, jika opsi KPU yang diambil, dikhawatirkan akan memperpanjang masa tunggu presiden-wakil presiden yang saat ini menjabat dengan jadwal pelantikan presiden-wakil presiden pada Oktober 2024. Di sisa masa waktu itu, banyak risiko yang dihadapi. Salah satunya, suhu politik yang memanas yang dapat memengaruhi situasi keamanan.
Maka, kalaupun opsi pemerintah yang 24 April tetap dipilih, Titi meminta agar proses sengketa hasil pemilu legislatif tidak berlarut-larut. Dengan demikian, peresmian keanggotaan DPRD bisa tuntas sebelum masuk tahapan pencalonan di Pilkada 2024.
Opsi lainnya, pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk memundurkan pelaksanaan Pilkada 2024 tidak di November 2024. Opsi berikutnya, perppu diterbitkan untuk menyederhanakan tahapan pemilu legislatif dan presiden. Sebab, aturan di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur terlalu ketat durasi setiap tahapan pemilu sehingga penyelenggara pemilu tak mungkin untuk mengubahnya.
”Ada dua opsi itu yang bisa diambil pemerintah untuk mencari titik temu terkait problem teknis dan yuridis pemilu dan pilkada serentak 2024. Bagaimanapun, harus ada solusi agar proses krusial tahapan pilkada yang memerlukan konsentrasi tinggi dari penyelenggara tidak terganggu karena jadwal pemungutan di April 2024,” katanya.