Tangani Pengaduan Luhut, Polisi Akan Ikuti Pedoman UU ITE
Jika mengacu pada Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, penyelesaian perkara ditempuh melalui mediasi. Tak perlu sampai ke pengadilan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya berjanji akan memedomani Surat Keputusan Bersama tentang Pedoman Implementasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam menangani kasus dugaan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sesuai dengan surat keputusan bersama itu, penyelesaian perkara ditempuh melalui mediasi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Luhut melaporkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya pada Rabu (22/9/2021). Luhut melaporkan Haris dan Fatia dengan menggunakan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) plus gugatan perdata senilai Rp 100 miliar.
Pelaporan terkait pernyataan yang disampaikan Fatia dalam program acara NgeHAMtam berjudul ”Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!!” di kanal Youtube Haris Azhar.
”Laporannya kan baru kemarin, sekarang kami teliti dulu, kemudian disiapkan administrasi penyelidikannya. Kalau sudah naik ke tahapan penyelidikan, nanti pelapor dan terlapor akan kami undang untuk klarifikasi dulu. Sekarang baru kami siapkan administrasi penyelidikannya,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Pol) Yusri Yunus saat dihubungi, Kamis (23/9/2021).
Yusri mengatakan, dalam menangani laporan pengaduan Luhut, polisi akan memedomani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Implementasi UU ITE yang diterbitkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, dan Kapolri, akhir Juni lalu. Dengan demikian, polisi akan mengupayakan mediasi dalam penyelesaian perkara seperti disebutkan dalam SKB.
”Nanti arahnya ke sana (SKB UU ITE),” kata Yusri.
Sementara itu, Fatia dan tim advokasinya mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan pengaduan Luhut terhadap dirinya, Kamis. Sejumlah hal disampaikan, di antaranya temuan penelitian yang dilakukan Kontras dan sejumlah organisasi masyarakat sipil bahwa ada kepentingan politik-militer di Blok Wabu, Papua.
Selain itu, mereka melaporkan hasil penelitian dari Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait dengan dugaan konflik kepentingan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam proyek Invermectin. Tim advokasi meminta kepada Komnas HAM untuk mendalami ancaman pemidanaan akibat publikasi hasil riset yang dilakukan oleh aktivis. Selain itu, dugaan pelanggaran HAM, khususnya kebebasan berekspresi dan berpendapat.
”Kami meminta kepada Komnas HAM untuk memberikan perlindungan kepada aktivis karena apa yang mereka sampaikan basisnya adalah penelitian yang ditujukan kepada pejabat publik,” kata Andi Muhammad Rezaldy, pengacara Fatia.
Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga, mengatakan, laporan Fatia telah diterima dan akan ditindaklanjuti.
Terkait kasus yang menimpa Fatia, menurut dia, pernyataan berbasis riset seharusnya diklarifikasi dengan hasil riset atau fakta lain. Ia juga berharap kepolisian memedomani SKB UU ITE serta Standar Norma dan Pengaturan Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi yang telah dikeluarkan Komnas HAM dalam menangani perkara yang melibatkan para aktivis.
Adapun terkait dengan permohonan untuk mengesahkan mereka sebagai pembela HAM, hal itu masih akan didalami Komnas HAM. Waktu yang diperlukan untuk mendalami laporan itu lebih kurang sepekan.
”Kami harus mengkaji lebih dalam permintaan dari Fatia, Haris, dan dua peneliti ICW untuk ditetapkan sebagai pembela HAM. Pada prinsipnya Komnas HAM berpandangan, aktivis yang memperjuangkan isu antikorupsi adalah pembela HAM karena mereka memperjuangkan pemerintahan yang baik dan menghormati HAM,” kata Sandrayati.
Terkait dengan kerja-kerja aktivis mengenai lingkungan hidup, Sandrayati juga mengingatkan bahwa Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana ataupun perdata. Ini adalah salah satu pasal yang sangat penting untuk membela advokasi lingkungan hidup.
Komnas HAM juga menyadari bahwa dalam upaya untuk memajukan HAM dibutuhkan peran strategis para pembela HAM. Oleh karena itu, setiap pembela HAM harus dijaga dan dihormati haknya, termasuk untuk mengemukakan pendapat.