Pidato di Sidang Umum PBB, Presiden Ingatkan soal Kegelisahan Utama Dunia
Kegelisahan utama dunia dimaksud menyangkut pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, ketahanan planet, serta sejumlah problem lainnya. Hasil Sidang Majelis Umum PBB dinanti untuk menjawab kegelisahan tersebut.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat dunia saat ini dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai dari pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, ketahanan planet, konflik, terorisme, hingga perang. Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo menuturkan, banyak hal yang mesti dilakukan bersama untuk menjawab kegelisahan utama dunia tersebut.
”Yang mulia Presiden Majelis Umum PBB, Sekretaris Jenderal PBB, para pemimpin negara anggota PBB, hasil Sidang Majelis Umum PBB ini ditunggu oleh masyarakat dunia untuk menjawab kegelisahan utama dunia,” kata Presiden Joko Widodo pada sesi debat umum Sidang Majelis Umum Ke-76 PBB dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).
Kegelisahan utama dunia dimaksud menyangkut kapan masyarakat akan terbebas dari pandemi, kapan perekonomian akan segera pulih dan tumbuh inklusif, bagaimana menjamin ketahanan planet ke depan, serta kapan dunia akan terbebas dari konflik, terorisme, dan perang. Melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini, banyak hal yang harus dilakukan bersama-sama.
”Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-19 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata. Kita tahu bahwa no one is safe until everyone is (belum ada yang selamat sampai semua selamat). Kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Presiden, hal itu harus segera diselesaikan dengan langkah-langkah nyata. Di masa depan, semua negara harus menata ulang arsitektur ketahanan kesehatan global, global health security system.
Mekanisme baru diperlukan untuk penggalangan sumber daya kesehatan global, baik pendanaan, vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, maupun tenaga kesehatan, secara cepat dan merata di seluruh negara. Standaridasi protokol kesehatan global diperlukan dalam hal aktivitas lintasbatas negara. Misalnya, perihal kriteria vaksinasi, hasil tes, dan status kesehatan lainnya.
”Kedua, pemulihan perekonomian global hanya bisa berlangsung jika pandemi terkendali dan antarnegara bisa bekerja sama dan saling membantu untuk pemulihan ekonomi. Indonesia dan negara berkembang lainnya membuka pintu seluas-luasnya untuk investasi yang berkualitas, yaitu yang membuka banyak kesempatan kerja, transfer teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan berkelanjutan,” ujar Presiden Jokowi.
Ketiga, komitmen Indonesia terhadap ketahanan iklim, pembangunan yang rendah karbon, serta teknologi hijau sudah jelas dan tegas. Namun, proses transformasi energi dan teknologi tersebut harus memfasilitasi negara berkembang untuk ikut dalam pengembangan industri dan menjadi produsen teknologi.
Pandemi Covid-19 mengingatkan semua negara tentang arti penting penyebaran sentra produksi kebutuhan vaksin di dunia di banyak negara.
”Keempat, kita harus tetap serius melawan intoleransi, konflik, terorisme, dan perang. Perdamaian dalam keberagaman, jaminan hak perempuan, dan kelompok minoritas harus kita tegakkan,” kata Presiden Jokowi.
Potensi praktik kekerasan dan marjinalisasi perempuan di Afghanistan, kemerdekaan Palestina yang semakin jauh dari harapan, serta krisis politik di Myanmar harus menjadi agenda bersama. Pemimpin Asean telah bertemu di Jakarta dan menghasilkan Five Points Consensus yang implementasinya membutuhkan komitmen militer Myanmar.
”Harapan besar masyarakat dunia tersebut harus kita jawab dengan langkah nyata dengan hasil yang jelas. Itulah kewajiban yang ada di pundak kita, yang ditunggu masyarakat dunia. Itulah kewajiban kita untuk memberikan harapan masa depan dunia,” kata Presiden Jokowi.
Pada kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga menyampaikan bahwa pada tahun 2022 Indonesia akan memegang Presidensi G-20 dengan tema besar ”Recover Together, Recover Stronger”. Indonesia akan berupaya agar G-20 dapat bekerja untuk kepentingan semua.
Inklusivitas
G-20 diupayakan dapat bekerja untuk negara maju dan negara berkembang, utara dan selatan, negara besar dan kecil, negara kepulauan dan pulau-pulau kecil di Pasifik, serta kelompok rentan yang harus diprioritaskan. ”Inklusivitas adalah prioritas utama kepemimpinan Indonesia. Inilah komitmen Indonesia untuk membuktikan no one left behind,” ujar Presiden Jokowi.
Sudah mendesak bagi kita untuk mengawal multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret. Let us work together to recover together, recover stronger.
Ekonomi hijau dan berkelanjutan juga akan menjadi prioritas. Indonesia paham bahwa Indonesia memiliki nilai yang strategis dalam isu perubahan iklim. “Untuk itulah kami terus bekerja memenuhi komitmen kami. Pada tahun 2020 Indonesia telah berhasil menurunkan kebakaran hutan sebesar 82 persen dibanding tahun-tahun sebelumnya. Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir,” kata Presiden Jokowi.
Indonesia dalam tatanan global ingin mengedepankan burden sharing, berbagi beban, menghadapi agenda bersama dunia yang sangat berat. Indonesia kembali menyampaikan harapan dan dukungannya terhadap multilateralisme. “Sudah mendesak bagi kita untuk mengawal multilateralisme yang efektif dengan kerja dan hasil yang konkret. Let us work together to recover together, recover stronger (Mari kita bekerja sama untuk pulih bersama-sama dan pulih lebih kuat),” kata Presiden Jokowi.
Sebelumnya, pada konferensi pers tentang Presidensi Indonesia di G-20 tahun 2020, Selasa (14/9/2021) malam, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan bahwa inklusivitas akan menjadi salah satu kata kunci dalam presidensi G-20 Indonesia. Indonesia tidak hanya akan memperhatikan kepentingan anggota G-20, tetapi juga kepentingan negara berkembang dan kelompok rentan.
Hal ini merupakan DNA politik luar negeri Indonesia. ”Jika kita melihat beberapa tahun ke belakang, saat kita menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, misalnya, ECOSOC, saat ini menjadi salah satu Co-Chair Covax Advance Market Commitment (AMC) Engagement Group, Indonesia secara konsisten menjadi bagian dari solusi. (Indonesia) menjembatani perbedaan dan selalu menyuarakan kepentingan negara berkembang,” kata Menlu Retno.
Menurut Retno, Indonesia akan melanjutkan peran ini pada saat memegang presidensi G-20. Indonesia akan memberikan perhatian besar kepada negara berkembang di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan termasuk negara-negara kepulauan kecil di Pasifik dan Karibia. Indonesia juga akan merangkul keterlibatan berbagai kalangan, perempuan, pemuda, akademisi, dunia usaha, dan parlemen.
Selain isu kesehatan dan pandemi serta pembangunan berkelanjutan, perhatian besar juga akan diberikan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta ekonomi digital yang sukses menjadi penggerak ekonomi di masa pandemi. Indonesia juga ingin mendorong pengakuan atas peran penting dan pemberdayaan tenaga kerja difabilitas dalam dunia kerja.