Usulan pemerintah agar pemungutan suara Pemilu 2024 digelar pada April atau Mei 2024 berpotensi mengganggu tahapan Pilkada 2024. Lebih baik, pemungutan suara digelar sebelum Maret 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum berharap pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan paling lambat pada Maret 2024. Jika pemungutan suara dilakukan setelah Maret, seperti usulan Kementerian Dalam Negeri, tahapan Pilkada 2024 berpotensi problematik karena belum ada kepastian hukum perolehan kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menjadi syarat pengajuan calon kepala/wakil kepala daerah oleh partai politik.
Sebagaimana hasil rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Menteri Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu, 16 September 2021, pemerintah belum sepakat dengan skenario tahapan Pemilu 2024 yang diajukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU mengusulkan pemungutan suara Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 pada 21 Februari, sedangkan Kemendagri mengusulkan pemungutan suara dilakukan pada 24 April, 8 Mei, atau 15 Mei.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Usulan tiga alternatif hari pemungutan suara Pemilu 2024 dari Kemendagri untuk menghindari risiko suasana politik memanas lebih awal pada 2022 karena tahapan akan dimulai pada 2023. Hal ini memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk fokus pada penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional pada 2022 sebelum menghadapi tahapan pemilu pada 2023 dan 2024. Adapun untuk pemungutan suara pemilihan kepala daerah, keduanya sama-sama mengusulkan 27 November (Kompas, 17/9/2021).
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, mengatakan, dalam menentukan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024, perlu melihat pengalaman Pilkada 2020 dan Pemilu 2019.
Saat Pilkada 2020 yang dilaksanakan Desember, tahapan pendaftaran calon kepala/wakil kepala daerah dilakukan September atau tiga bulan sebelum pemungutan suara. Jika dengan pola yang sama pada Pilkada 2024, tahapan pendaftaran pasangan calon akan dilakukan Agustus karena pemungutan suara dilakukan November.
Dengan demikian, kepastian perolehan suara atau kursi partai politik (parpol) dari hasil Pileg 2024 mestinya sudah diketahui selambat-lambatnya Agustus. Itu karena ini menjadi syarat parpol mengajukan pasangan calon di pilkada.
Padahal, lanjutnya, biasanya akan ada proses sengketa hasil karena ada peserta yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pada Pemilu 2019, jarak waktu antara pemungutan suara pemilu dengan pembacaan putusan sengketa hasil di MK lebih dari tiga bulan. Pemungutan suara Pemilu 2019 dilakukan 17 April, sedangkan pembacaan putusan perselisihan hasil di MK dilaksanakan pada 6-9 Agustus.
Dari pengalaman pemilu lalu, usulan Kemendagri untuk melaksanakan pemungutan suara pada 24 April, 8 Mei, atau 15 Mei berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum pada tahapan pilkada. Itu karena perolehan suara atau kursi parpol di daerah yang ada sengketa paling cepat diketahui Agustus, itu pun dengan asumsi pemungutan suara 24 April dan MK memutus putusan tidak lebih lama dibandingkan dengan saat Pemilu 2019.
”Kalau hitung-hitungan, pemungutan suara April akan problematik. Seandainya pemungutan suara dilakukan Maret, akhir Juni sudah bisa diketahui kepastian hukumnya jika pola putusan MK sama dengan Pemilu 2019,” kata Hasyim saat diskusi publik bertajuk ”Rekomendasi Bawaslu dalam Penataan Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024” yang diselenggarakan Bawaslu, Rabu (22/9/2021).
Hadir dalam diskusi tersebut Ketua Bawaslu Abhan; dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Ahsanul Minan; dan pegiat pemilu dari Election and Governance Project, Sidik Pramono.
Meskipun demikian, Hasyim mengatakan, KPU tidak akan memaksakan kehendaknya dalam menentukan waktu pemungutan suara meskipun diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk menentukan tanggal pencoblosan. KPU akan mencari titik temu dengan parpol dan pemerintah agar semua pihak bisa sepakat.
Abhan mengatakan, Indonesia sudah memiliki pengalaman tahapan pemilu seandainya pemungutan suara dilakukan April karena sama seperti Pemilu 2019. Dengan demikian, tahapan yang beririsan dengan pilkada, terutama terkait debgan hasil pileg sebagai syarat pengajuan paslon kepala daerah, sudah bisa diprediksi waktunya. ”Seandainya pemungutan suara dilakukan April, sudah ada pengalaman saat Pemilu 2019,” ujarnya.
Di sisi lain, ia berharap agar MK bisa tepat waktu dalam memutus semua perkara perselisihan hasil pileg dan pilpres agar memberikan kepastian hukum kepada parpol peserta pilkada. Putusannya pun agar tidak berlarut-larut seperti pada Pilkada 2020 yang hingga saat ini masih ada daerah (Yalimo, Papua) yang belum tuntas menyelenggarakan pilkada.
Sidik mengatakan, penentuan tanggal pemungutan suara sangat berdampak pada dimulainya tahapan pemilu dan pilkada. Oleh sebab itu, sengketa hasil pileg harus dipertimbangkan dalam menentukan hari pemungutan suara pemilu agar tahapan pilkada tidak terganggu.
Ahsanul meyakini, pelaksanaan pemilu serentak akan berdampak positif. Itu karena partisipasi pemilih akan lebih tinggi dan kandidat yang terpilih cenderung lebih memperhatikan masyarakat. ”Pemilu yang tidak serentak menyebabkan kejenuhan di kalangan pemilih,” katanya.
Secara terpisah, peneliti dari Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Ihsan Maulana, mendesak tim kerja bersama yang beranggotakan DPR, Kemendagri, dan penyelenggara pemilu untuk melakukan konsolidasi lebih lanjut terkait dengan kesepakatan jadwal dan tahapan secara transparan. Tim kerja bersama perlu melakukan diskusi dan kajian bersama soal peluang dan potensi permasalahan lain yang akan berdampak pada proses penentuan jadwal dan tahapan Pemilu 2024.
”Tim kerja bersama perlu segera menentukan jadwal dan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 demi kepastian hukum. Juga harus ada kepastian waktu penyelesaian proses hukum,” katanya.
Selain itu, lanjut Ihsan, tim kerja bersama perlu melakukan penghitungan dan simulasi terkait dengan skema waktu tahapan yang tidak lama, tetapi juga tidak begitu cepat untuk memastikan proses penyelenggaraan pemilu sesuai dengan asas-asas penyelenggaraan yang demokratis.