Mengenang JE Sahetapy, dari "Kepala Ikan" sampai Lumpur Lapindo
Teori pembusukan kepala ikan yang dikenalkan JE Sahetapy menunjukkan sikapnya yang kritis. Ia juga dikenal sebagai pembela hak warga yang tampak saat ia membantu korban lumpur Lapindo. JE Sahetapy berpulang pagi ini.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
Berpulangnya Jacob Elfinus Sahetapy, Guru Besar Emeritus Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Selasa (21/9/2021) pagi, merupakan kehilangan besar bagi dunia hukum di Indonesia. Tidak hanya karena sumbangsihnya terhadap perkembangan hukum pidana, tetapi juga karena Indonesia kehilangan sosok intelektual yang kritis terhadap ketidakadilan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Iman Prihandono ketika dihubungi, Selasa (21/9/2021), mengatakan, keluarga besar Universitas Airlangga kehilangan sosok guru besar yang tidak hanya menjadi panutan dalam dunia akademik, tetapi juga konsisten dalam penegakan hukum. Konsistensi menjadi penekanan karena Sahetapy memang dikenal selalu kritis.
”Saya ingat betul, sekitar tahun 1994, beliau sudah menyampaikan soal teori pembusukan ikan. Ikan itu, kan, membusuk mulai dari kepala. Dan teori itu disampaikan sebagai kritik terhadap rezim Orde Baru yang cenderung korupsi, kolusi, dan nepotisme,” ujar Iman.
Menurut Iman, penyampaian kritik tersebut membutuhkan keberanian sebab pada saat itu Orde Baru masih berkuasa. Kritik yang tajam dan keras seperti itulah yang terus dibawa oleh sosok JE Sahetapy di mana pun ia bertugas, termasuk ketika berkiprah di Komisi Hukum Nasional.
Dalam dunia hukum pidana di Indonesia, menurut Iman, kiprah mendiang JE Sahetapy sangat tampak dalam penyusunan Revisi Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang masih terus dibahas hingga sekarang. Terhadap RKUHP tersebut, mendiang Sahetapy berkontribusi dengan menyederhanakan drafnya.
”Dulu draf RKUHP ada tiga bagian. Sekarang hanya tinggal dua buku, yaitu buku tentang ketentutan umum dan buku tentang perbuatan pidana. Tidak lagi menggunakan draf tentang pelanggaran dan kejahatan. Hal itu memudahkan pembahasan. Itu salah satu legacy beliau,” kata Iman.
Terkait dengan revisi KUHP ataupun KUHAP, dalam tulisannya, ”Buruk Muka, Cermin Dihancurkan”, yang terbit di harian Kompas, 26 Maret 2014, JE Sahetapy mengingatkan keharusan KPK agar lex specialis derogat legi generali atau berarti bahwa hukum yang tinggi mengesampingkan hukum yang umum. Dengan dasar itu, pasal-pasal yang ditujukan untuk menjegal KPK mesti dikeluarkan dari revisi KUHP ataupun KUHAP, bukan sebaliknya.
Sahetapy menulis, ”Kalau ingin membersihkan para koruptor tanpa pandang bulu, cout que cout alias dengan cara apa pun KPK harus dipertahankan”. Ia pun melanjutkan, ”yang dipertaruhkan adalah nasib masa depan bangsa dan negara kalau tidak mau berjejak di bekas masa lampau VOC yang ludes dan bangkrut. Untuk itu, RI-1 harus tegas dan tak kompromistis, apalagi dengan politik pencitraan, bila ingin nama cemerlang dalam sejarah Nusantara".
Pengajar pada Fakultas Hukum Unair, Herlambang P Wiratraman, mengenang JE Sahetapy sebagai sosok intelektual yang juga pembela masyarakat kecil. Salah satu yang dikenang adalah mendiang JE Sahetapy bersedia membantu warga yang menjadi korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Menurut Herlambang, kala itu, mendiang JE Sahetapy bersama begawan dari Unair lainnya, yakni almarhum Soetandyo Wignjosoebroto, tidak segan-segan turun menemui para korban lumpur Lapindo yang berada di pengungsian di Pasar Baru, Porong. Waktu itu, mereka memberikan edukasi dan pemahaman terkait dengan hak korban akibat bencana lumpur Lapindo tanpa bayaran sepeser pun.
”Mereka menyadarkan para korban akan hak-hak mereka yang terlanggar dengan adanya bencana lumpur Lapindo dan bagaimana memperjuangkan hak-hak mereka tersebut,” kata Herlambang.
Keberanian dalam mengkritik ketidakadilan itulah yang kini selalu dikenang Iman Prihandono. Salah satu yang terus terngiang dalam pikirannya adalah teori pembusukan kepala ikan.
”Kata beliau, kalau korupsi mau diberantas, harus mulai dari kepalanya”. Selamat jalan Prof Sahetapy.