Utamakan Pendekatan Kultural untuk Atasi Konflik di Papua
Wapres Ma’ruf Amin mengingatkan, yang paling utama untuk mengatasi konflik di Papua adalah pendekatan kultural, bukan keamanan. Pendekatan kultural ini ditempuh dengan dua cara. Apa itu?
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengharapkan pendekatan kultural tetap diutamakan dalam penanganan konflik di Papua. Meski demikian, dengan sejumlah insiden oleh kelompok kriminal bersenjata yang memakan korban jiwa, operasi keamanan harus tetap berjalan.
Beberapa insiden kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua dan Papua Barat dibahas dalam pertemuan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dengan Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Barat KH Nausrau, dan Ketua Umum MUI Papua KH Saeful Islam Al Payage di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro, Jakarta, Senin (20/9/2021).
”Wapres meminta masyarakat Papua tetap tenang karena operasi keamanan tetap berjalan sebab PON (Pekan Olahraga Nasional) dan berbagai kegiatan lain akan terus dilangsungkan tanpa terganggu,” kata Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi seusai rapat tersebut.
Dalam rapat, menurut Masduki, Wapres Amin juga mengingatkan, sebenarnya yang paling utama dalam penanganan Papua bukanlah pendekatan keamanan, melainkan pendekatan kultural. Pendekatan kultural ini dilakukan dengan dua cara, yakni mendorong kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan dan dialog dengan tokoh-tokoh Papua.
Sejauh ini, dialog Wapres Amin dengan tokoh-tokoh pendidikan di Papua sudah dilakukan. Ke depan, dialog dengan tokoh-tokoh dari berbagai sektor akan kembali dilakukan.
”Pendekatan silaturahmi atau dialog ini dinilai Wapres sangat penting. Jangan sampai terkesan Jakarta hanya membangun dan menggunakan pendekatan keamanan, lalu akhirnya apa yang dibangun menjadi sasaran perusakan,” ujarnya.
Dialog dengan pihak mana pun, menurut Masduki, Wapres Amin bersedia sepanjang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, dalam pertemuan dengan Wagub Papua Barat serta Ketua Umum MUI Papua dan Papua Barat, Wapres juga menanyakan apa yang masih tidak sesuai harapan. Sebab, pemerintah pada dasarnya memiliki keinginan sama bahwa masyarakat Papua tenteram dan sejahtera.
Secara terpisah, pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Herlambang Perdana Wiratraman, mengingatkan upaya penyelesaian konflik di Papua akan semakin sulit seiring dengan jatuhnya korban dan meluasnya kekerasan. Sebab, ketidakpercayaan akan terbentuk dan semakin kuat.
”Karena itu, upaya mengembalikan kepercayaan dalam penyelesaian konflik adalah dengan membuka kembali ruang dialog, memastikan suara masyarakat didengar, tetapi bukan sekadar didengar kemudian diabaikan,” ujarnya.
Selain itu, upaya tersebut perlu diiringi dengan pemulihan dan penegakan hukum yang profesional dan berintegritas. Diskriminasi dan kriminalisasi dalam penegakan hukum tak boleh lagi terjadi. Sebab, kedua hal ini akan semakin memperkuat ketidakpercayaan publik.
Satu hal lain yang juga perlu dikerjakan pemerintah adalah pembuatan kebijakan yang tidak Jakarta sentris. Publik di Papua perlu dilibatkan. ”Kalau memang pemerintah ingin menggunakan pendekatan kultural, sebaiknya ini tidak hanya pada simbol kultural saja, tetapi dibarengi pada penghargaan atas eksistensi masyarakat Papua,” kata Herlambang.