Tak Hanya Penyelenggaraan Pemilu, KPU Juga Usulkan Anggaran Infrastruktur
Anggaran penyelenggaraan Pemilu 2024 diusulkan Rp 86,2 triliun. Sebanyak 70 persen di antaranya dialokasikan untuk honor penyelenggara pemilu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mengajukan usulan anggaran sebesar Rp 86,2 triliun untuk pemilu dan Rp 26 triliun untuk pilkada serentak tahun 2024. Selain untuk membiayai penyelenggaraan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pilkada, anggaran sebesar itu juga diusulkan digunakan untuk membangun sejumlah kantor di daerah.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra mengungkapkan, KPU mengajukan usulan anggaran Rp 86 triliun untuk pelaksanaan Pemilu 2024. ”Sebesar 70 persen dari kebutuhan pemilu adalah untuk honor bagi penyelenggara, termasuk honor untuk petugas kami,” kata Ilham dalam diskusi bertajuk ”Membedah Anggaran Pemilu dan Pilkada 2024: Realistis atau Pragmatis?” yang diselenggarakan Forum Meja Bundar, Rabu (15/9/2021).
Hadir juga dalam diskusi tersebut, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar; Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan; anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus; serta peneliti senior Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita.
Ilham menuturkan, selain honor, anggaran tersebut juga digunakan untuk meningkatkan teknologi informasi yang dimiliki KPU. Hal itu bertujuan untuk mencegah gangguan pada sistem yang dimiliki KPU.
Anggaran juga direncanakan untuk membiayai kebutuhan lain, seperti pembangunan kantor KPU di provinsi dan kabupaten/kota. Menurut Ilham, banyak kantor KPU daerah yang belum memadai untuk penyelenggaraan pemilu. Sebagian kantor KPU tidak memiliki gudang logistik sehingga selama ini terpaksa menyewa.
KPU berpandangan, ketersediaan infrastruktur yang layak sangat penting agar KPU daerah memiliki kantor definitif. KPU mengalokasikan anggaran Rp 3 miliar-Rp 5 miliar untuk pembangunan satu kantor KPU di daerah.
Sementara itu, untuk anggaran Pilkada 2024 diusulkan Rp 26 triliun. Menurut Ilham, anggaran ini hanya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pilkada.
Tak hanya KPU, Bawaslu juga mengusulkan anggaran untuk Pemilu dan Pilkada 2024. Menurut Ketua Bawaslu Abhan, anggaran pemilu diusulkan Rp 23,4 triliun, sedangkan pilkada Rp 10,2 triliun. Anggaran Pemilu 2024 diusulkan lebih tinggi daripada pemilu sebelumnya karena ada penambahan jumlah pengawas ad hoc. Selain itu, karena biaya sewa dan operasional kantor Panwaslu di daerah juga meningkat akibat inflasi.
Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar juga mengungkapkan, anggaran terbesar pemilu dan pilkada adalah untuk badan ad hoc. Karena itu, perlu ada inovasi agar beban kerja di tingkat ad hoc berkurang sehingga dapat mengurangi besaran honor yang harus dibayarkan.
Sebesar 70 persen dari kebutuhan pemilu adalah untuk honor bagi penyelenggara, termasuk honor untuk petugas kami.
Berhemat
Anggota Komisi II DPR, Guspardi, mengatakan, usulan anggaran penyelenggaraan pemilu perlu dikaji secara mendalam. KPU mesti bisa memilah agar pemilu dan pilkada hemat biaya.
Ia mengungkapkan, ada sejumlah cara untuk penghematan, seperti dalam merekrut panitia ad hoc dan penggunaan kertas suara. Kebutuhan gudang logistik juga dapat menggunakan gudang milik perusahaan swasta yang tidak digunakan.
Terkait kantor penyelenggara pemilu di daerah, menurut Guspardi, KPU dan Bawaslu bisa melakukan pendekatan dengan pemerintah daerah agar dapat mendapatkan pijaman gedung. ”Kita cari solusi, tetapi jangan bebankan sekarang dalam keadaan prihatin. Solusinya Kemendagri memfasilitasi kepentingan KPU dan Bawaslu dengan kepala daerah. Perlu inovasi, tetapi tidak mengeluarkan anggaran,” tuturnya.
Peneliti senior JPPR, Nurlia Dian Paramita, mengatakan, ada sejumlah cara untuk mengefisiensi anggaran. Salah satunya mengurangi tahapan pemilu. Pemutakhiran data pemilih, misalnya, cukup dengan memanfaatkan data yang dimiliki pemerintah daerah. Begitu pula verifikasi partai politik dapat dilakukan melalui Sistem Informasi Partai Politik. Selain itu, kampanye dimodifikasi secara daring dan luring serta rekapitulasi penghitungan suara melalui sistem E-Rekap.