Pemerintah Inginkan Tahapan Pemilu 2024 Lebih Efisien
Dalam penyusunan tahapan Pemilu 2024, pemerintah mengusulkan agar tahapan dapat dilaksanakan dalam waktu singkat dan sesuai undang-undang. Tahapan juga mempertimbangkan efisiensi anggaran.
JAKARTA, KOMPAS — Penetapan tahapan pemilu serentak 2024 masih belum bisa dilakukan karena belum ada kesepakatan antara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan penyelenggara pemilu mengenai hari-H pemungutan suara Pemilu 2024. Pertimbangan anggaran mengemuka karena hari pemungutan suara yang dimajukan pada Februari 2024 akan berdampak pada majunya semua tahapan lain dan berdampak pada besarnya anggaran yang mesti disiapkan.
Dalam rapat kerja antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, Kamis (16/9/2021), di Jakarta, Komisi Pemilihan Umum kembali memaparkan rancangan tahapan Pemilu 2024. Hari pemungutan suara Pemilu 2024 direncanakan pada 21 Februari, sedangkan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 diusulkan pada 27 November. Kedua usulan KPU itu didasarkan pada hasil rapat tim kerja bersama yang berisikan pimpinan Komisi II DPR, perwakilan kelompok fraksi di Komisi II DPR, penyelenggara pemilu, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam penyusunan tahapan Pemilu 2024, pemerintah mengusulkan agar dapat dilaksanakan dalam waktu singkat, efisien, dan dengan tetap dalam koridor peraturan perundang-undangan. Selain itu, tahapan mempertimbangkan efisiensi anggaran karena prioritas penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah yang diwakili Mendagri Tito Karnavian juga menekankan pada stabilitas politik dan keamanan dalam penyusunan tahapan Pemilu 2024.
Soal anggaran, pemerintah meminta KPU mempertimbangkan betul soal besaran anggaran yang diajukan. Sebab, dari informasi yang diterima pemerintah, anggaran untuk Pemilu 2024 sebesar Rp 86 triliun.
Soal anggaran, pemerintah meminta KPU mempertimbangkan betul soal besaran anggaran yang diajukan. Sebab, dari informasi yang diterima pemerintah, anggaran untuk Pemilu 2024 sebesar Rp 86 triliun. Angka ini dianggap melompat jauh dibandingkan dengan anggaran pemilu sebelumnya, yakni pada Pemilu 2014 yang total anggarannya Rp 16 triliun, sedangkan Pemilu 2019 Rp 27 triliun.
”Ini kami jujur saja perlu melakukan exercise dan betul-betul melihat detail satu per satu anggaran itu karena lompatannya terlalu tinggi. Dari Rp 16 triliun, ke Rp 27 triliun, dan ke Rp 86 triliun. Di saat kita saat ini membutuhkan biaya tidak sedikit untuk pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya.
Baca juga : Komisi II Inginkan Penjelasan Detail Tahapan Pemilu
Terkait dengan jadwal pemungutan suara Pilkada 2024, Tito mengatakan, pemerintah dapat menyetujui karena bulan November sebagai waktu pelaksanaan pilkada disebutkan eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Namun, untuk hari pemungutan suara Pemilu 2024 yang direncanakan pada 21 Februari, Tito meminta agar dilakukan pengkajian dan simulasi kembali dengan berbagai alternatif lain yang memungkinkan untuk diambil.
”Untuk tanggal 21 Februari ini akan memajukan semua tahapan sebelumnya, setidaknya dari Juni 2022, sebagai konsekuensi aturan yang menyebutkan tahapan mulai paling lambat 20 bulan sebelum pemungutan suara. Bagaimanapun, ini akan memulai panasnya suhu politik nasional dan daerah yang dapat berdampak pada aspek keamanan dan kelancaran pembangunan di pusat dan daerah,” kata Tito.
Perpendek tahapan
Pemerintah juga menyoroti adanya lima bulan tahapan tambahan yang direncanakan KPU, yang disebut sebagai kegiatan internal di luar kegiatan inti pemilu. Menurut Tito, lima bulan itu sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam tahapan pemilu karena akan membuat situasi psikologis di kalangan elite politik ataupun masyarakat memanas sejak awal 2022. Artinya, sejak Januari 2022, terkesan tahapan pemilu telah dimulai. Padahal, sebenarnya tahapan itu belum melibatkan partai politik dan pemilih, atau bersifat internal, seperti penyiapan program, anggaran, dan regulasi.
Tito beralasan hal ini akan menimbulkan situasi yang kurang kondusif bagi keamanan karena suasana politik memanas lebih awal. Pemerintah berharap kegiatan internal selama lima bulan itu tidak dimasukkan sebagai bagian dari tahapan, atau cukup disebut sebagai kegiatan atau program internal. ”Narasinya diganti menjadi program atau kegiatan internal KPU. Tetapi, ini tetap dikomunikasikan dengan pemerintah karena akan terkait dengan masalah pembiayaan,” katanya.
Baca juga : KPU Siapkan Lima Bulan untuk Tahapan Prapemilu
Di luar masa persiapan pemilu itu, beberapa tahapan juga diusulkan agar diperpendek. Waktu kampanye yang saat konsinyering tim kerja bersama disetujui enam bulan, lalu diusulkan menjadi tujuh bulan oleh KPU, menurut Tito, sebaiknya cukup empat bulan atau 120 hari.
Pemerintah juga mengusulkan tiga alternatif waktu yang disimulasikan dalam raker dengan DPR dan penyelenggara pemilu, yaitu 24 April, 8 Mei, dan 15 Mei. Pemilu pada tiga alternatif waktu itu, menurut Tito, menghindari risiko suasana politik memanas lebih awal pada 2022 karena tahapan akan dimulai pada 2023. Hal ini memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk fokus pada penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional pada 2022 sebelum menghadapi tahapan pemilu pada 2023 dan 2024.
Pemerintah juga mengusulkan tiga alternatif waktu yang disimulasikan dalam raker dengan DPR dan penyelenggara pemilu, yaitu 24 April, 8 Mei, dan 15 Mei. Pemilu pada tiga alternatif waktu itu, menurut Tito, menghindari risiko suasana politik memanas lebih awal pada 2022 karena tahapan akan dimulai pada 2023.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, pertimbangan dari pemerintah patut untuk dipikirkan bersama. Efisiensi anggaran terutama harus dikaji bersama karena dalam situasi ekonomi Indonesia yang terdampak pandemi, efisiensi anggaran ini menjadi penting. Namun, di sisi lain, soal beban kerja dan kerumitan Pemilu 2024 juga harus dipikirkan. ”Kalau saya pibadi mendorong agar ada jarak yang lebih pendek antara hasil pilpres dan masa pelantikan presiden terpilih. Sebab, kalau terlalu jauh, ini akan mengganggu efektivitas pemerintahan,” katanya.
Dorongan efisiensi anggaran dan perpendekan tahapan juga dikatakan oleh Junimart Girsang, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Ia mengusulkan, misalnya, tahapan kampanye agar cukup tiga bulan karena pada masa pandemi ini sebaiknya tidak diadakan kerumunan. ”Karena kampanye ini, kan, di masa pandemi sehingga tidak boleh ada kerumunan. Cukup bagi-bagi sembako saja, itu model kita sekarang, tidak perlu euforia,” katanya.
Baca juga : Ketersediaan Anggaran Bisa Jadi Kendala Tahapan Pemilu 2024
Soal efisiensi anggaran, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim mengatakan, berapa pun anggaran seharusnya tidak dipersoalkan dalam pemilu. Sebab, pemilu merupakan momen paling penting dalam pembentukan kekuasaan di negara demokrasi. Hanya melalui pemilu, kedaulatan rakyat dapat diwujudkan sehingga para pemimpin di eksekutif dan legislatif terpilih dan duduk di kursinya.
”Pengaturan terhadap pemilu, menurut saya, tidak boleh diletakkan hanya sebagai sub-agenda dari perjalanan pemerintahan ini. Sebab, pemilulah yang membentuk kekuasaan. Prinsip efisiensi tentu harus digunakan. Tetapi, ibaratnya berapa pun kebutuhan anggaran agar rakyat bisa menggunakan kekuasaannya secara baik harus diselesaikan. Jangan seolah-olah pemilu ini kita sedang memikirkan seperti belanja-belanja lain. Ini urusan rakyat menggunakan kedaulatannya,” ucap Luqman.
Perpanjangan jabatan
Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, pihaknya harus membahas berbagai masukan dan pendapat dari pemerintah tersebut dalam rapat internal. Khusus untuk anggaran yang disoroti pemerintah, KPU akan menyisir kembali rincian anggaran untuk memastikan efektivitas dan efisiensi kerja-kerja Pemilu 2024. ”Kami juga akan melakukan exercise dan mencoba untuk memastikan apakah hari pemungutan suara itu dapat diundur ataukah tidak. Tetapi, dari beberapa simulasi yang kami lakukan, itu yang bisa lakukan,” ucapnya.
Dalam kaitannya dengan tahapan dan kesiapan penyelenggara, Ilham juga mengusulkan agar masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota diperpanjang sampai dengan selesainya tahapan pemilu serentak 2024. Pasalnya, ada ribuan anggota KPU di daerah yang habis masa jabatannya saat tahapan tengah berlangsung pada 2022-2025. Habisnya masa jabatan anggota KPU daerah di tengah tahapan ini menjadi persoalan bagi KPU, karena dari pengalaman pada Pemilu 2019, banyak dari anggota KPU hasil rekrutmen baru itu yang hanya mengikuti tahapan menjelang hari-H.
”Di tengah rekrutmen itu, KPU juga harus disibukkan dengan tahapan pemilu dan pilkada serentak. Kami berharap agar ini (masa jabatan) diperpanjang,” katanya.
Baca juga : Pastikan Penataan Dapil di Daerah Berintegritas
Karena belum ada kesepakatan yang dicapai dalam rapat tersebut, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, pembahasan lanjutan mengenai hal itu akan dilakukan dalam konsinyering bersama semua anggota Komisi II DPR dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu. Pembahasan itu akan dilakukan secara maraton hingga keputusan mengenai tahapan pemilu itu dapat dicapai sebelum DPR memasuki masa reses, 8 Oktober 2021.
Dihubungi terpisah, Direktur Esekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, kalaupun pemilu diadakan pada April atau Mei 2024, sebenarnya masih ada cukup jeda waktu bagi KPU untuk menyelenggarakan putaran kedua pilpres dan antisipasi terhadap irisan dengan tahapan pilkada.
Direktur Esekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, kalaupun pemilu diadakan pada April atau Mei 2024, sebenarnya masih ada cukup jeda waktu bagi KPU untuk menyelenggarakan putaran kedua pilpres dan antisipasi terhadap irisan dengan tahapan pilkada.
”Kalau pilpres dan pileg dilakukan April atau Mei, putaran keduanya dapat dilakukan pada Juni 2024. Adapun untuk tahapan pilkada, titik beratnya ialah pada 2023, terutama dalam mengawal anggaran daerah. Pada saat yang sama, pemilu lima kotak bisa masuk dalam tahapan penyediaan logistik, sedangkan ketika masuk tahapan kampanye, KPU sebenarnya tidak terlalu repot karena ada Bawaslu yang kerjanya intensif pada masa kampanye,” katanya.
KPU juga bisa mulai mencicil beberapa tahapan di awal yang sifatnya rutin, seperti pemutakhiran data pemilih. Selain itu, KPU juga dapat memulai penataan daerah pemilihan (dapil) untuk provinsi dan kabupaten/kota. ”Anggaran untuk kegiatan-kegiatan rutin juga bisa masuk ke dalam anggaran rutin dan tidak masuk ke dalam anggaran tahapan pemilu. Itu diharapkan bisa membantu efisiensi anggaran tahapan pemilu,” ujarnya.