Kas Daerah Tak Boleh Diendapkan di Bank Terlalu Lama
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, anggaran pemda paling banyak disimpan di bank, yaitu senilai Rp 122,42 triliun. Daerah diminta tidak menympan dana terlalu lama di perbankan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga 31 Agustus 2021, total anggaran pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang mengendap di bank mencapai Rp 178,55 triliun. Kementerian Dalam Negeri mengingatkan agar uang tidak diendapkan terlalu lama. Apalagi, jika ada kewajiban, seperti insentif tenaga kesehatan (nakes) selama pandemi, yang belum diharapkan.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Mochamad Ardian Noervianto dalam diskusi daring ”Membedah Uang Kas Pemda di Perbankan”, Kamis (16/9/2020), mengatakan, anggaran pemda paling banyak disimpan di bank dalam bentuk giro, yaitu senilai Rp 122,42 triliun. Simpanan dalam bentuk deposito yang bunganya kerap lebih tinggi senilai Rp 51,86 triliun. Adapun, simpanan yang berbentuk tabungan nilainya Rp 4,67 triliun.
Jika dilihat dalam rentang tiga tahun terakhir, tren jumlah simpanan di bank tersebut cenderung menurun pada akhir tahun anggaran. Artinya, uang mengendap di bank karena kegiatan yang belum selesai dilaksanakan sehingga pembayaran belum bisa dilakukan. Pada akhir tahun anggaran, ketika kegiatan sudah selesai, pembayaran kegiatan dilakukan, tren jumlah simpanan semakin menurun. Khusus untuk tahun 2021, pada bulan Agustus-September, simpanan naik dari Rp 173,73 triliun ke Rp 178,95 triliun karena ada transfer dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat. DAU biasanya ditransfer ke daerah pada akhir bulan.
”Kecenderungan pemda menahan uang di bank itu tidak terlalu lama, paling hanya 1-2 bulan. Kami di Direktorat Jenderal Keuangan Daerah tidak melarang pemda mendepositokan uang dalam rangka menjaga kas daerah. Kami tahu bahwa selama pandemi Covid-19 ini, pendapatan asli daerah (PAD) menurun tajam sehingga pemda harus bersiasat mendapatkan penghasilan lain,” kata Ardian.
Kecenderungan pemda menahan uang di bank itu tidak terlalu lama, paling hanya 1-2 bulan. Kami di Direktorat Jenderal Keuangan Daerah tidak melarang pemda mendepositokan uang dalam rangka menjaga kas daerah. Kami tahu bahwa selama pandemi Covid-19 ini, pendapatan asli daerah (PAD) menurun tajam sehingga pemda harus bersiasat mendapatkan penghasilan lain.
Ardian mengatakan, kas daerah yang disimpan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito harus dilakukan dengan tujuan manajemen keuangan daerah. Bunga bank yang didapatkan kembalinya pun akan kepada kas daerah sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dana tersebut disalahgunakan, misalnya, untuk kepentingan kepala daerah. Namun, dia juga memperingatkan kepala daerah agar lebih sensitif membelajakan uang untuk keperluan prioritas, seperti insentif tenaga kesehatan.
”Kalau kami lihat insentif tenaga kesehatan belum dibayar di daerah tertentu, sementera uangnya itu ada di rekening deposito, ini kami berhipotesis jangan-jangan sengaja diendapkan untuk mendapatkan tambahan bunga? Jangan sampai seperti itu, harus segera dibayarkan,” kata Ardian.
Selain itu, agar uang tak terlalu lama mengendap di rekening bank, Ardian juga mendorong agar pemda tidak menunggu tagihan pihak ketiga atas pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya kontraktual. Kemendagri mendorong pemda mengubah budaya belanja baru. Pengadaan barang dan jasa secara kontraktual seharusnya tak lagi dilakukan di pertengahan tahun. Pengadaan barang dan jasa bisa dilakukan di awal tahun karena sudah ada Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa untuk percepatan lelang sehari setelah APBD disahkan. Jika itu diterapkan, diharapkan tidak berimplikasi pada besarnya pengendapan uang kas pemda di bank.
Perbaikan perencanaan kegiatan
Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo menerangkan, uang daerah yang mengendap di bank bukanlah kesengajaan, melainkan proses normal sesuai dengan pengelolaan keuangan daerah. Posisi kas daerah Provinsi Jawa Tengah misalnya, saat ini mencapai Rp 2,7 triliun. Sesuai dengan Pasal 13 UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, semua penerimaan dan pengeluaran daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah (RKUD) pada bank umum. Uang mengendap karena pada awal tahun terdapat saldo sisa lebih pembiayaan anggaran (silpa) tahun sebelumnya.
Secara otomatis uang daerah yang belum digunakan untuk melakukan pembayaran pun masih mengendap di bank.
Selain itu, uang yang masuk ke rekening daerah tidak bisa segera dikeluarkan untuk pembiayaan daerah karena sejumlah hal. Pertama, pelaksanaan program atau kegiatan memerlukan proses dan jangka waktu penyelesaian. Kedua, sesuai dengan Pasal 21 UU Perbendaharaan Negara, pembayaran atas beban APBN/APBD tidak boleh dilakukan sebelum barang atau jasa diterima. Pembayaran dapat dilakukan mendahului prestasi hanya untuk pembayaran uang muka.
”Secara otomatis uang daerah yang belum digunakan untuk melakukan pembayaran pun masih mengendap di bank,” kata Ganjar.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengatakan, daerah terus berinovasi agar keuangan mereka tidak tergantung dari dana transfer pemerintah pusat. Saat ini, rasio transfer dana dari pusat dalam keuangan daerah masih sangat tinggi, yaitu mencapai 70,35 persen. Dana tersebut ditransfer melalui bank sehingga tersimpan di bank. Namun, dana itu juga selalu digunakan untuk pembiayaan kewajiban yang mengikat, seperti gaji aparatur sipil negara, belanja rutin pemeliharaan gedung, misalnya listrik dan pengelolaan sampah.
”Dana itu disimpan, tetapi cuma sebentar karena akan digunakan untuk belanja rutin. Jadi, tidak mungkin jika secara sengaja didepositokan untuk mendapatkan bunga dari sana. Apalagi untuk kepentingan pribadi,” ujar Bima.
Bima mengatakan, sebagai kepala daerah, dirinya berkomitmen uang dari rakyat harus bisa kembali ke rakyat. Dia pun berusaha agar jumlah silpa dari tahun ke tahun bisa menurun. Sebab, silpa terjadi karena melesetnya perencanaan kegiatan daerah dengan realisasi. Dia berusaha mengatasi minimnya silpa itu dengan mendorong satuan kerja perangkat daerah membuat perencanaan kegiatan yang lebih baik.