Komisi II Inginkan Penjelasan Detail Tahapan Pemilu
Komisi II DPR membutuhkan penjelasan rinci dari KPU sehingga tahapan Pemilu 2024 dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Pada Kamis (16/9/2021), DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu akan menggelar rapat kerja.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat akan mengadakan rapat kerja dengan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk membahas tahapan Pemilu 2024, Kamis (16/9/2021). Komisi II menginginkan agar Komisi Pemilihan Umum menerangkan tahapan pemilu yang sudah mereka rancang dengan lebih detail sehingga ada gambaran mengenai kebutuhan waktu yang diperlukan oleh penyelenggara pemilu.
Anggota Komisi II dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan, sekalipun KPU sementara ini telah merancang hari pemungutan suara pemilu presiden (pilpres) dan pemilu legislatif (pileg) pada 21 Februari 2024 serta pemilu kepala daerah (pilkada) pada 27 November 2024, penjelasan detail masih harus disampaikan dalam raker. Penjelasan lebih rinci dibutuhkan untuk memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk setiap tahapan pemilu dan pilkada.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Kami ingin ada penjelasan yang lebih rinci lagi tentang rancangan penyelenggaraan itu, terutama soal waktu-waktu tahapan. Sesungguhnya untuk tiap-tiap tahapan itu butuh berapa hari dan waktu masing-masing antartahapan itu butuh berapa hari jeda sehingga memungkinkan semua tahapan itu bisa berjalan dengan tepat,” kata Zulfikar, saat dihubungi, Rabu (15/9/2021), dari Jakarta.
Zulfikar mengatakan, penyelenggaraan Pemilu 2024 memang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya karena kali ini pemilu serentak di tahun yang sama antara pilpres, pileg, dan pilkada. Rincian penjelasan antartahapan pemilu dan pilkada itu perlu disampaikan oleh KPU sehingga Komisi II DPR dan pemerintah memperoleh gambaran rinci serta alasan pemberian waktu itu.
”Ini, kan, untuk pilpres dan pileg diselenggarakan pada 21 Februari 2024, lalu pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada Oktober 2024. Ada jeda sekitar sembilan bulan antara pemilihan dan pelantikan. Kenapa, misalnya, ini yang dipilih karena kita belum pernah ada pengalaman menjalani jeda yang begitu panjang antara pemilihan dan pelantikan,” kata Zulfikar.
Biasanya, pemilu diselenggarakan pada April dan presiden serta wapres terpilih dilantik Oktober pada tahun yang sama. Namun, dengan adanya keserentakan antara pemilu dan pilkada, KPU memajukan jadwal pemilu pada Februari sehingga jeda yang biasanya 7 bulan antara pemilihan dan pelantikan, kini menjadi 9 bulan.
Menurut Zulfikar, hal-hal semacam itu mesti dijelaskan oleh KPU dalam raker bersama antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu lainnya, Kamis. Apalagi dengan mempertimbangkan pengalaman selama ini, penentuan pemenang pilpres biasanya sudah dengan cepat diketahui. Tren penghitungan suara cepat yang dilakukan oleh KPU ataupun pihak lain cenderung tidak banyak berubah sejak hari pertama hingga hari terakhir.
”Di malam hari, seusai pemungutan suara, itu kan sebenarnya sudah bisa kelihatan siapa yang unggul dan biasanya juga real count tidak berubah sampai hari akhir penentuan suara. Meskipun selisih suara bisa berubah, pemenangnya sebenarnya sudah bisa diproyeksikan sejak hari pertama penghitungan. Oleh karena itu, apakah jeda 9 bulan antara pemilihan dan pelantikan itu sudah memadai,” katanya.
Penjelasan rinci itu dibutuhkan sehingga tahapan Pemilu 2024 dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Menurut Zulfikar, dengan tahapan yang dipaparkan detail, misalnya dengan rincian jumlah hari, tahapan KPU itu akan lebih presisi. Kalaupun ada sesuatu yang harus diantisipasi, waktu yang direncanakan itu dapat diperhitungan dengan matang.
Mengenai keserentakan dengan pilkada dan potensi tahapan yang berimpitan di antara kedua jenis pemilihan itu, menurut Zulfikar, sebenarnya sudah pernah dialami oleh KPU sebelumnya. Pada Pemilu 2019, misalnya, ada impitan tahapan juga dengan Pilkada 2018. Artinya, hal itu memang harus diatur dengan presisi, tetapi bukan sesuatu yang baru bagi KPU. Namun, yang mesti dicermati ialah beban kerja penyelenggara ad hoc di lapangan sehingga mereka tidak kelelahan seperti Pemilu 2019.
Sesuai tim kerja
Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Guspardi Gaus, mengatakan, secara umum rancangan jadwal pemilu dan pilkada yang disampaikan oleh KPU telah sesuai dengan hasil rapat tim kerja bersama yang dibentuk oleh DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Tim kerja itu telah tiga kali rapat dan menghasilkan beberapa kesepakatan, termasuk rancangan jadwal pemilu yang telah dipaparkan KPU pada 6 September 2021.
”Tim kerja itu, kan, berisi juga perwakilan fraksi-fraksi sehingga hasilnya sudah sesuai aspirasi dari fraksi-fraksi di DPR. Soal jadwal pemilu dan pilkada secara umum sudah sesuai kesepakatan di dalam tim kerja bersama itu,” katanya.
Sempat muncul dinamika sebelumnya karena DPR menginginkan agar hari pemungutan pemilu pada 28 Februari 2021, sementara KPU mengusulkan 21 Februari 2021. Namun, ada masukan dari publik lantaran pada 28 Februari ada hari raya Galungan. Oleh karena itu, tim kerja akhirnya setuju pada 21 Februari 2021. Adapun untuk hari pemungutan suara pilkada, hal itu secara eksplisit disebutkan pada November dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
”Jeda waktu yang diatur di dalam rancangan KPU itu juga diminta untuk mempertimbangkan juga sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dan pilpres putaran kedua. Itu semua diminta untuk dihitung sehingga tidak hanya menetapkan tanggal hari-H saja, tetapi aspek-aspek lain dari hasil pemilu itu juga harus diantisipasi,” katanya.
Sekalipun sudah disepakati di dalam tim kerja bersama, menurut Guspardi, tahapan pemilu itu harus diputuskan di rapat pleno yang melibatkan semua anggota Komisi II DPR, tidak hanya perwakilan fraksi. Menurut rencana, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga dijadwalkan hadir, Kamis.
Dihubungi terpisah, anggota Komisi II dari Fraksi Gerindra, Sodik Mudjahid, mengatakan, jadwal dan tahapan Pemilu 2024 yang dipaparkan KPU telah dibahas beberapa kali antara KPU dan tim kerja yang berisikan pimpinan komisi serta para ketua kelompok fraksi (kapoksi). Bahkan, di tahap akhir juga telah dilakukan simulasi oleh KPU.
”Jadi, tahapan ini sudah cukup matang. Besok bisa saja ada beberapa hal yang dikaji lagi atau disempurnakan. Tetapi, jadwal dan tahapan sudah selesai dibahas beberapa kali antara KPU dan tim kerja, tetapi belum diputuskan final,” katanya.
Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, menjelaskan, waktu pemilu yang biasanya dilakukan April dan kini ditarik ke Februari dilakukan bukan tanpa alasan. Penyesuaian jadwal itu dilakukan untuk memberikan kesempatan yang memadai bagi dilakukannya penyelesaian sengketa hasil pemilu di MK ataupun menyediakan waktu yang memadai untuk pilpres putaran kedua. Pasalnya, pada November, masih ada penyelenggaraan pilkada yang juga harus dipertimbangkan tahapannya.
”KPU menarik hari-H sampai ke Februari 2024 atau maju dari bulan April, tujuannya mengalokasikan waktu pilpres putaran kedua karena kita menganut two round system. Pertimbangan pilpres putaran kedua. Tidak ada yang bisa memprediksi apakah akan ada putaran kedua itu, tetapi harus dialokasikan waktu untuk itu. Jadi, ada tiga jadwal yang dialokasikan, yaitu pemilu serentak lima kotak, pilpres dua putaran, dan pilkada,” ujarnya.
Pramono mengatakan, alokasi yang cukup juga diperlukan untuk memberikan waktu bagi pemetaan koalisi Pilkada 2024. Alasannya, hasil Pemilu 2024 akan sangat menentukan proses pencalonan Pilkada 2024. Dasar pencalonan Pilkada 2024 ialah hasil Pemilu 2024.