Atasan Tak Jalankan Sanksi KASN kepada Bawahan yang Tak Netral Kini Bisa Dihukum
Apabila pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat yang berwenang menghukum dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada 31 Agustus 2021. Peraturan itu mempertegas ketentuan soal netralitas aparatur sipil negara atau ASN dalam pelaksanaan pemilu dan pilkada.
PP No 94/2021 memberi deskripsi lebih jelas mengenai larangan bagi PNS, misalnya terkait kampanye ataupun terkait kebijakan yang bisa menguntungkan salah satu pasangan calon. Atasan yang tidak menjatuhkan sanksi kepada bawahannya, seperti ditetapkan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), juga bisa ikut dijatuhi sanksi.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati, di Jakarta, Rabu (15/9/2021), mengatakan, pelanggaran netralitas ASN masih menjadi pelanggaran yang paling sering muncul saat pemilu atau pilkada.
”Ketentuan sanksi mengenai netralitas ASN ini sudah cukup banyak, tetapi ruang pelanggarannya juga masih besar. Misalnya, ada motif pribadi atau ambisi untuk mempertahankan jabatan atau adanya intervensi,” katanya.
Menurut Khoirunnisa, PP No 94/2021 dapat menjadi perbaikan dalam pengaturan pelanggaran netralitas ASN. Itu karena sering kali rekomendasi dari KASN tidak secara maksimal dijalankan.
Dalam laporan hasil pengawasan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) pada Pilkada 2020 terdapat 917 pelanggaran netralitas ASN yang terdiri dari 484 kasus memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon (paslon) di media sosial, 150 kasus menghadiri sosialisasi partai politik, 103 kasus melakukan pendekatan ke partai politik, 110 kasus mendukung salah satu paslon, dan 70 kepala desa mendukung salah satu paslon.
Atas pelanggaran tersebut, Bawaslu mengeluarkan rekomendasi kepada KASN. Kemudian, KASN mengeluarkan 1.562 rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Khoirunnisa mengatakan, dengan adanya PP No 94/2021, jika ada pejabat tidak menjalankan sanksi dari KASN, pejabat itu dapat dijatuhi sanksi juga oleh pejabat di atasnya. ”Ada fungsi kontrolnya. Namun, juga tetap perlu memastikan bahwa ada faktor lain di luar regulasi yang perlu diperbaiki,” ujarnya.
Pada Pasal 24 PP No 94/2021 disebutkan, apabila pejabat yang berwenang menghukum tidak menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin, pejabat yang berwenang menghukum dijatuhi hukuman disiplin oleh atasannya. Pejabat tersebut juga dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat. Hukuman disiplin dijatuhi setelah melalui proses pemeriksaan. Atasan tersebut juga menjatuhi hukuman disiplin terhadap PNS yang melanggar disiplin.
Pasal 28 juga menegaskan, jika atasan langsung tidak melakukan pemanggilan, atasan langsung tersebut bisa diberikan hukuman disiplin juga. Pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin yang lebih berat kepada atasan langsung tersebut dilakukan setelah melalui proses pemeriksaan.
Khoirunnisa mengatakan, sebelumnya PPK yang dijabat kepala daerah tidak serta-merta menindaklanjuti rekomendasi KASN terkait dengan adanya pelanggaran kode etik dan netralitas ASN yang terjadi dalam pilkada. Tindak lanjut dari rekomendasi tersebut tidak diatur waktunya. Hal tersebut sering terjadi ketika ada petahana yang maju kembali dalam pilkada dan memobilisasi ASN. Ketika ASN tersebut dilaporkan, sebagai PPPK, dia tidak melanjutkan rekomendasi sanksi dari KASN.
Selain sanksi tegas, menurut Khoirunnisa, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi perlu juga fokus terhadap perbaikan pengendalian internal dan pengawasan eksternal. Selain itu, juga fokus pada peningkatan kapasitas aparat pengawasan internal, atau membuat sistem pelaporan pelanggaran.
Ketua KASN Agus Pramusinto berharap PP No 94/2021 akan meningkatkan kinerja birokrasi dan bisa menegakkan netralitas ASN. Ia mengungkapkan, pada Pilkada 2020 terdapat 2.007 ASN yang diproses terkait dengan pelanggaran netralitas ASN dan 82 persen sudah ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi oleh PPK. Ia berharap sisanya segera diberi sanksi.
Agus tidak menyebutkan berapa lama waktu untuk menindaklanjuti rekomendasi dari KASN sebab pemberian sanksi menjadi kewenangan PPK.
Bawaslu mengapresiasi terbitnya PP No 94/2021. Peraturan ini dinilai akan berdampak positif bagi pelaksanaan dan pengawasan pemilu serta pemilihan serentak tahun 2024, terutama pengawasan netralitas ASN. Peraturan ini memperkuat PP No 53/2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam PP No 94/2021, deskripsi larangan bagi calon kepala dan wakil kepala daerah disamakan dengan larangan PNS untuk memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, DPR, DPD, dan DPRD.
Dalam aturan tersebut ditegaskan, antara lain PNS dilarang ikut kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, serta membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon.
PNS juga dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap paslon. Mereka juga dilarang memberikan surat dukungan yang disertai fotokopi kartu tanda penduduk atau surat keterangan tanda penduduk.
Pada PP No 53/2010 disebutkan larangan bagi PNS untuk mendukung calon kepala/wakil kepala daerah, terutama pada kegiatan kampanye. Jika terbukti melanggar, dapat dijatuhi hukuman disiplin dari yang teringan berupa teguran lisan hingga yang terberat, yakni pemberhentian dengan tidak hormat atas permintaan sendiri sebagai PNS atau dipecat.
A,nggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar mengatakan, pelanggaran netralitas ASN pada kampanye Pilkada Serentak 2020 terbanyak ada di media sosial. ”Terdapat 403 kasus pelanggaran ASN di media sosial. Pelanggaran berupa memberikan dukungan melalui media sosial,” kata Fritz.
Ia mengungkapkan, pelanggaran netralitas ASN tersebut menjadi pelanggaran yang relatif dominan dibandingkan dengan pelanggaran yang lain. Karena itu, Bawaslu berharap ancaman hukumnan disiplin yang tercantum dalam peraturan tersebut dapat menjadi pencegahan dan pengingat bagi setiap ASN untuk menjaga netralitas dalam Pemilu 2024 agar pelanggaran yang terjadi pada 2020 lalu tidak terulang.
Fritz menginstruksikan agar semua jajaran ASN Bawaslu di seluruh Indonesia hingga struktur ad hoc selaku penyelenggara pemilu menjadi contoh bagi ASN lain demi tegaknya netralitas ASN pada pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024.
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, berharap PP No 94/2021 akan lebih memastikan efektivitas peringatan untuk pencegahan dan penegakan hukum jika ada pelanggaran yang dilakukan PNS/ASN. Bukan menjadi tumpukan peraturan yang tidak dijalankan oleh para pihak atau pimpinan yang mempunyai wewenang untuk memproses dan menjatuhkan sanksi.
Dengan aturan ini, Hadar berharap dapat terlaksana pemilihan yang lebih adil dan berkualitas. Itu karena para ASN biasanya cukup leluasa ikut berpolitik atau dikuasai oleh kekuatan politik yang berkuasa di pemerintahan.
Menurut Hadar, sanksi bagi pejabat yang tidak memberikan sanksi bagi ASN yang melanggar sangat diperlukan. Sebab, selama ini, pejabat yang mempunyai wewenang tidak melakukannya. Padahal, pelanggaran sudah ditemukan dan rekomendasi untuk dijatuhkan sanksi juga sudah disampaikan, tetapi tidak dilakukan. Jika tidak ada sanksi yang tegas, ASN akan terus bisa dimanfaatkan dan mereka akan merasa bebas.