Penggunaan Paspor Palsu untuk Masuk Indonesia Kembali Terjadi
Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta menangkap dua WNA pengguna paspor palsu pada Mei 2021. Di bulan yang sama, Polres Bandara Soekarno-Hatta juga menangkap warga Iran pengguna paspor palsu Bulgaria.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/Iqbal Basyari
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan aksi warga negara asing untuk masuk ke Indonesia menggunakan paspor palsu. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kesiagaan petugas untuk mendeteksi paspor palsu serta pemberian sanksi tegas bagi pelanggar.
Di Bandara Soekarno-Hatta, kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta telah menangkap dua WNA pengguna paspor palsu pada Mei 2021. Pada bulan yang sama, Kepolisian Resor Bandara Soekarno-Hatta juga menangkap satu WNA pengguna paspor palsu.
Sebanyak dua tersangka yang ditangkap Kantor Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta merupakan dua warga Suriah yang menggunakan paspor palsu Ekuador, yakni KAS (31) dan AAQ (31). Mereka ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Mereka diancam hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Sebelumnya, sepanjang 2020 kasus penggunaan paspor palsu tidak ditemukan di Bandara Internasional terbesar di Indonesia tersebut. Adapun pada tahun 2019, terdapat dua kasus penggunaan paspor palsu. Pelanggaran yang dimaksud dilakukan oleh seorang warga negara Iran dengan paspor palsu dari negara Paraguay dan warga negara Palestina yang menggunakan paspor Ceko.
”Umumnya para tersangka berasal dari negara yang sedang berkonflik,” kata Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Bandara Soekarno-Hatta, Sam Fernando, di Tangerang, Senin (13/9/2021).
Sam mengatakan, identifikasi penggunaan paspor palsu terutama terlihat dari ketidakmampuan WNA berbahasa sesuai negara yang menerbitkan paspornya. Sebab, secara fisik paspor palsu hampir tak memiliki perbedaan dari paspor yang asli. Oleh karena itu, pihaknya terus meningkatkan kapasitas petugas imigrasi dalam mengidentifikasi penggunaan paspor palsu.
Sejumlah pelatihan dilakukan, baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, Imigrasi juga membangun laboratorium forensik di kawasan bandara untuk mempercepat pemeriksaan paspor yang mencurigakan.
WN Iran berpaspor Bulgaria
Polres Bandara Soekarno-Hatta juga menangkap pengguna paspor palsu bernama Ghassem Saberi Gilchalan pada 27 Mei 2021. Ghassem yang berkewarganegaraan Iran itu masuk ke Indonesia menggunakan paspor Bulgaria yang terdeteksi palsu. Paspor itu tercatat sudah pernah digunakan Ghassem untuk keluar masuk Indonesia beberapa kali sejak tahun 2013.
”Tersangka ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta saat proses check in penerbangan ke Doha, Qatar (menuju Iran),” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bandara Soekarno-Hatta Ajun Komisaris Rezha Rahandhi.
Ia menambahkan, Ghassem masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan yang berlaku 30-60 hari. Ghassem berdalih kedatangannya untuk memastikan keamanan bagi keluarganya yang berencana berwisata ke Indonesia. Namun, dari Ghassem, polisi menyita 11 telepon genggam, satu iPad, serta sejumlah perangkat elektronik lain.
Perkara Ghassem kini telah disidangkan di Pengadilan Negeri Tangerang. Ia dijadwalkan akan menghadapi sidang putusan pada Rabu (15/9/2021). Dia dituntut oleh jaksa penuntut dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara dikurangi selama terdakwa berada di tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan, serta pidana denda Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan tiga bulan.
Jaksa juga menuntut 11 telepon genggam yang disita dari Ghassem berikut perangkat elektronik lain, seperti modem dan iPAD untuk dirampas dan dimusnahkan.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, umumnya WNA pengguna paspor palsu bertujuan untuk mencari kehidupan yang lebih baik ketimbang di negara asalnya. Namun, tidak menutup kemungkinan hal itu merupakan modus untuk melakukan tindak kejahatan di Indonesia sehingga aparat perlu pula mendalami kemungkinan tersebut.
”Jika ditemukan pengguna paspor palsu melakukan kejahatan lain selama di Indonesia, aparat harus memeriksa dugaan pelanggaran hukum itu. Mereka harus ditahan, bahkan apabila divonis harus masuk penjara,” ujarnya.