Bagian dari HAM, Negara Mesti Lindungi Data Pribadi Warga Negara
Pemerintah dan DPR perlu segera selesaikan pembahasan RUU PDP menyusul kian maraknya kebocoran data pribadi. Lobi politik tingkat tinggi mesti dilakukan untuk mencari titik temu terkait isu otoritas pengawas PDP.
JAKARTA, KOMPAS — Pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi kini kian mendesak di tengah masifnya kebocoran data pribadi. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi data warga negara sebagai bagian dari hak asasi manusia. Jika itu tidak dilakukan, negara bisa dianggaap abai melindungi harkat dan martabat warga negara.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mengatakan, publik mesti memiliki kesadaran akan pentingnya data pribadi. Individu pemilik data harus menyadari bahwa data pribadi sangat berharga sehingga semestinya tidak dibagikan kepada pihak lain.
Tak hanya masyarakat, kesadaran pemerintah akan pentingnya data pribadi juga dinilai masih rendah. Pemerintah terkesan lambat menyadari bahwa data pribadi adalah hal yang paling berharga saat ini dan perlu dilindungi. Ketiadaan perlindungan bisa membahayakan kehidupan warga negara sebagai pemilik data.
”Saya berharap DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU PDP (Perlindungan Data Pribadi) sehingga ada dasar hukum perlindungan. Semakin ditunda, semakin banyak kebocoran yang bisa terjadi. Data pribadi presiden saja bocor, apalagi masyarakat biasa,” katanya, saat dihubungi Jumat (10/9/2021), dari Jakarta.
Amiruddin menegaskan, melindungi data pribadi merupakan bagian dari perlindungan hak asasi yang menjadi tugas utama negara. Jika data pribadi tidak dilindungi, negara bisa dianggap abai melindungi harkat dan martabat warga negara. Melindungi data pribadi juga merupakan perintah konstitusi. Sebab saat ini perlindungan negara terhadap warga negara tidak dalam peperangan, melainkan data pribadi di dunia maya.
”Data pribadi harus dilindungi harkat dan martabatnya. Oleh karena itu, kita membutuhkan kecepatan tindakan dari negara untuk mempertegas perlindungan data itu,” tutur Amiruddin.
Baca Juga: Setengah Hati Melindungi Data Pribadi
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Muhammad Iqbal mengatakan, sebenarnya pemerintah dan DPR sudah menyepakati banyak ketentuan dalam RUU PDP. Hanya satu isu krusial yang masih terdapat perbedaan pandangan, yakni terkait otoritas pengawas PDP. Pemerintah menginginkan otoritas itu ada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, sedangkan DPR menginginkan agar lembaga itu langsung bertanggung jawab kepada presiden dan sifatnya independen.
”Saya meyakini, baik pemerintah maupun DPR sama-sama menginginkan agar ada percepatan dalam pembahasan dan pengesahan RUU PDP ini. Perbedaan antara kedua lembaga pasti akan ada titik temunya. Pengalaman saya dalam membahas berbagai UU, pasti akan ada perbedaan pendapat antara dua lembaga, dan itu sesuatu yang wajar saja. Tetapi pasti nanti akan ada titik temu dalam pembahasan RUU ini,” ujarnya.
Menurut Iqbal, mayoritas fraksi, kecuali Partai Nasdem, menginginkan agar pengawasan PDP diserahkan pada lembaga independen. Upaya menuju titik temu dengan pemerintah pun terus dilakukan, baik secara formal maupun informal. Di sela-sela konsinyering penyusunan anggaran Kemenkominfo, misalnya, Komisi I juga menyinggung soal kelanjutan pembahasan RUU PDP.
”Kami masih mencari solusi dan melakukan lobi dengan pemerintah. Bagi kami kenapa independensi itu penting ialah karena masa pemerintah yang membuat regulasinya, lalu pemerintah yang juga mengawasi, dan pemerintah juga menjadi pelaku pengelola data pribadi, sekaligus juga merangkap wasit. Ini kan jeruk makan jeruk. Ini yang menjadi alasan kami delapan fraksi mendorong agar otoritas itu independen,” katanya.
Namun, Iqbal menggarisbawahi pemerintah maupun DPR sama-sama berkomitmen membentuk otoritas khusus untuk mengawasi PDP. Hanya bentuk organisasi, posisi atau struktur organisasinya, dan sifat independensinya yang belum disepakati kedua lembaga. ”Baik DPR maupun pemerintah sama-sama menginginkan RUU ini selesai pada masa sidang ini. Sebab, memang kebocoran data sudah banyak,” ucapnya.
Ketua Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, pembahasan daftar isian masalah (DIM) bisa selesai sekitar dua minggu seandainya perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR menyangkut otoritas pengawas PDP ini bisa ditemukan solusinya. ”Banyak DIM akan mengikuti, sebab semua DIM itu berkaitan dengan kelembagaan atau otoritas itu. Ketika otoritas itu disepakati bentuknya, DIM lainnya akan mengikuti, dan cepat saja RUU PDP itu dibahas. Tidak sampai dua minggu kok selesai,” katanya.
Hanya, Kharis menyayangkan sikap pemerintah yang seolah tetap teguh pada usulannya tentang otoritas pengawas PDP. Padahal, RUU ini sudah sangat mendesak untuk disahkan. Di dalam RUU itu dirumuskan aturan mengenai kewajiban semua pengelola data untuk melengkapi sistem keamanan data pribadi warga negara. Jika sampai ada kebocoran data atau pencurian data, pengelola data akan dimintai pertanggungjawaban.
”Kalau mereka ternyata lalai atau abai dalam mengamankan data pribadi, pengelola data itu dapat dikenai sanksi. Tidak seperti sekarang yang tidak ada sanksi, dan seolah setiap pihak bisa mudah saja mengelola data pribadi pihak lain,” kata Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Politik tingkat tinggi
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, perbedaan pendapat antara pemerintah dan DPR mengenai bentuk otoritas pengawas PDP itu mesti diselesaikan melalui lobi politik tingkat tinggi. Pimpinan DPR dan pimpinan fraksi di parlemen mesti duduk bersama Presiden untuk mengatasi kebuntuan. Sebab, tidak bisa perbedaan itu hanya diselesaikan oleh menteri dan jajarannya bersama anggota Komisi I DPR.
”Ketua DPR sudah bersikap dan mendorong agar otoritas ini bersifat independen, sedangkan presiden belum bersikap. Sementara ini di tingkat menteri dan Komisi I sudah buntu. Oleh karena itu, untuk mencari jalan keluarnya harus diselesaikan dengan politik tingkat tinggi. Presiden harus bersikap dan mengonsolidasikan parpol-parpol pendukung di pemerintahan mengenai kebuntuan ini,” tuturnya.
Baca Juga: Jalan Buntu Perlindungan Data Pribadi
Dalam pernyataan resminya, Ketua DPR Puan Maharani telah dua kali menyampaikan pendapat DPR bahwa otoritas PDP semestinya bersifat independen dan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Di dalam rapat paripurna pembukaan masa sidang I-2021/2022, Puan juga menyebutkan RUU PDP sebagai salah satu RUU yang menjadi fokus penyelesaian oleh DPR. Namun, sepanjang hal itu tidak segera direspons oleh presiden dan jajarannya akan sulit terjadi titik temu
”Dalam surat inisiatif pengusulan RUU PDP kepada DPR, presiden bersurat kepada pimpinan DPR. Selanjutnya, pimpinan DPR melalui badan musyawarah menugasi Komisi I untuk membahas RUU ini. Akan tetapi, di komisi ternyata buntu, dan pimpinan DPR sudah membuat pernyataan mengenai RUU ini. Sekarang tinggal bagaimana presiden bersikap soal RUU ini karena RUU PDP adalah usulan pemerintah,” kata Wahyudi.
Puan sebelumnya juga menegaskan, DPR ingin lembaga tersebut berdiri independen dan bertanggung jawab kepada presiden, sementara pemerintah ingin lembaga tersebut berada di bawah Kominfo. ”Pengawasan tidak cukup di bawah pemerintah karena pemerintah juga berperan sebagai pengelola data pribadi. Perlu lembaga independen untuk menghindari potensi konflik kepentingan tersebut,” ujarnya.
Ganggu vaksinasi
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mengatakan, kebocoran data pribadi berpotensi berpengaruh pada semangat masyarakat mengikuti program vaksinasi. Sebab, saat melakukan vaksinasi, masyarakat diminta data pribadi dari Kartu Tanda Penduduk elektronik. Publik pun bisa mempertanyakan keamanan data yang diberikan kepada pemerintah. ”Isu soal vaksinasi ini sangat dinamis. Pemerintah harus menjaga jangan sampai ada peristiwa atau kebijakan yang bisa melemahkan antusiasme publik,” ujarnya.
Apalagi saat ini, vaksinasi menjadi hal penting dan menjadi prasyarat dalam melakukan aktivitas serta perjalanan. Oleh sebab itu, dengan makin banyaknya penyerahan data pribadi untuk beraktivitas, sudah menjadi kewajiban negara menjamin keamanan data tersebut.