Isu ”Reshuffle” Kabinet Merebak, Presiden Diharap Pertimbangkan Soliditas Parpol Koalisi
Bergabungnya PAN dalam koalisi parpol pendukung pemerintah menimbulkan spekulasi Presiden Jokowi akan kembali merombak kabinet dalam waktu dekat. Perombakan ditengarai dilakukan untuk mengakomodasi PAN dalam kabinet.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai-partai politik koalisi pemerintah menyerahkan sepenuhnya kewenangan perombakan kabinet (reshuffle) kepada Presiden Joko Widodo. Namun, parpol-parpol berharap penggantian anggota kabinet juga mempertimbangkan soliditas anggota parpol koalisi sekaligus menimbang situasi penanganan pandemi Covid-19 yang sudah mulai membaik.
Sejumlah pimpinan parpol koalisi pendukung pemerintah yang dihubungi, Selasa (7/9/2021), mengaku belum mendengar rencana perombakan kabinet oleh Presiden. Dalam pertemuan terakhir dengan Presiden di Istana, 25 Agustus, masalah perombakan kabinet juga tidak dibahas.
Padahal pertemuan itu juga dihadiri petinggi Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno. PAN kemudian mengonfirmasi bahwa kehadiran dua pimpinan dalam pertemuan dengan Presiden merupakan awal bergabungnya parpol itu dalam koalisi pendukung pemerintah.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan, PKB menyambut baik bergabungnya PAN ke dalam koalisi pendukung pemerintah. Namun, parpol pimpinan Muhaimin Iskandar itu tidak bisa memastikan bergabungnya PAN dalam koalisi akan berdampak pada perombakan kabinet.
”Saya belum tahu kalau terkait dengan reshuffle. Namun, kami PKB manut (mengikuti atau menuruti) saja sebab itu hak prerogatif presiden,” katanya.
Jazilul menambahkan, PKB menilai bergabungnya PAN akan menambah kekuatan koalisi yang sudah ada saat ini. Dengan masuknya PAN, kini partai koalisi pendukung pemerintah menjadi tujuh partai dan dominan di parlemen. Hanya dua parpol, yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang berada di luar pemerintahan. ”PKB welcome PAN bergabung agar menambah kekuatan koalisi. Semoga PAN istikomah dan tidak mbalelo (membangkang),” ucapnya.
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengaku, mendengar berbagai informasi terkait wacana perombakan kabinet justru dari media. Ia mengingatkan bahwa merombak kabinet merupakan hak prerogratif presiden. Sehingga pihak yang bisa memastikan penggantian kabinet hanyalah Presiden.
Kalapun Presiden benar-benar merombak kabinet, menurut Arwani, kondisi pandemi di mana semua kekuatan pemerintah dikerahkan untuk penanganan Covid-19, semestinya dipertimbangkan. ”Ya, sebaiknya fokus dulu soal penanganan Covid-19. Jadi, akomodasi-akomodasi politik jangan sampai menafikkan atau mengurangi prioritas dan fokus kerja pemerintah dalam penanganan Covid-19,” kata pimpinan Komisi V DPR itu.
Menurut Arwani, pertimbangan rasional seperti kinerja menteri dalam kabinet patut pula diperhitungkan, selain juga akomodasi politik. Perombakan semestinya dilakukan dengan mempertimbangkan kinerja menteri. ”Jangan lalu karena akomodasi kepentingan politik, karena ada anggota koalisi baru, pantasnya dikasih kursi dan sebagainya begitu, lalu itu dijadikan pintu masuk untuk reshuffle atau penggantian anggota kabinet, dan sebagainya,” ungkapnya.
Menurut Arwani, dengan posisinya saat ini, PAN masih bisa melakukan perannya sebagai anggota koalisi pendukung pemerintah, termasuk di parlemen. ”Tetapi, sekali lagi hal itu dikembalikan kepada kebijakan atau kewenangan prerogratif dari presiden,” ucapnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR yang juga salah satu ketua tim pemenangan pemilu Partai Nasdem, Saan Mustopa, mengatakan, secara normatif reshuffle itu adalah kewenangan presiden. Presidenlah yang akan menghitung urgensi melakukan reshuffle ataukah tidak.
Sebaiknya fokus dulu soal penanganan Covid-19. Jadi, akomodasi-akomodasi politik jangan sampai menafikan atau mengurangi prioritas dan fokus kerja pemerintah dalam penanganan Covid-19.
Namun, menurut Saan, keputusan merombak kabinet perlu dipikirkan dengan serius karena pemerintah masih harus fokus menangani pandemi Covid-19. Selain itu, masa pemerintahan Presiden Jokowi juga tinggal tersisa tiga tahun lagi.
”Perlu benar-benar secara serius dipikirkan terkait dengan banyak hal. Nanti, misalnya, soal keutuhan di dalam koalisi itu sendiri, walaupun untuk menambah dan mengurangi koalisi itu hak presiden, dan tidak akan ada yang protes,” katanya.
Saan menambahkan, pertimbangan-pertimbangan lain, seperti efektivitas pemerintahan ke depan serta situasi saat ini yang sudah lebik baik dan kondusif dalam penanganan pandemi, juga mesti dipertimbangkan. Jangan sampai perombakan kabinet justru mengganggu penanganan Covid-19. Selain itu, kemungkinan meningkatnya konstelasi politik akibat reshuffle juga perlu dihitung dengan cermat.
”Ini kan situasi mulai membaik dari sisi pandemi dan ekonomi juga membaik. Tetapi, kalau masuknya PAN ke dalam koalisi itu akan diberi tempat di dalam kabinet, saya lihat Pak Jokowi bisa memikirkan di mana posisinya yang paling pas,” ujarnya.
Perbaikan pascapandemi
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana berpandangan, dengan sisa waktu tiga tahun ini, masih ada potensi reshuffle dilakukan oleh Presiden. Kalaupun Presiden benar-benar memutuskan reshuffle, sebaiknya penggantian anggota kabinet itu dilakukan untuk mengupayakan perbaikan ekonomi pascapademi.
”Jadi fokusnya ialah pada perbaikan ekonomi dan mendorong perubahan-perubahan yang jauh lebih baik dari sisi ekonominya. Ketika mau difokuskan kementerian mana yang mau diganti, maka harus di lingkungan kementerian di bidang ekonomi. Bisa menteri perdagangan, pertanian, atau menteri-menteri lain di lingkup perekonomian,” katanya.
Namun, Aditya menggarisbawahi, penggantian anggota kabinet untuk mendorong perbaikan ekonomi ini adalah pertimbangan rasional dengan merespons situasi terkini dalam penanganan Covid-19. Hal itu akan berbeda jika ada pertimbangan politik, sebab penggantian anggota kabinet tidak semata-mata terkait dengan tujuan ideal, tetapi juga untuk menimbang perhitungan politik.
”Masuknya PAN ke dalam koalisi itu pasti dipertimbangkan oleh Presiden. Pasti pula ada pertimbangan reshuffle dilakukan untuk mencarikan posisi bagi PAN. Namun, idealnya memang reshuffle itu tidak semata-mata tujuan politik, tetapi juga melihat kebutuhan dalam penanganan pandemi,” ujarnya.