Ketersediaan Anggaran Bisa Jadi Kendala Tahapan Pemilu 2024
Penyelenggara Pemilu, Pemerintah, dan Komisi II DPR hari ini diagendakan membahas desain dan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024. Faktor ketersediaan anggaran di 2022 membayangi persiapan pemilu.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/IQBAL BASYARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketersediaan anggaran untuk menjalankan tahapan Pemilu 2024 yang diusulkan oleh Komisi Pemilihan Umum dimulai pada Januari 2022 bisa menjadi persoalan yang menghambat tahapan apabila tak segera diatasi. Di sisi lain, penyelenggara pemilu dinilai perlu segera menuntaskan penyusunan regulasi teknis Pemilu 2024 yang tidak memerlukan banyak anggaran.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengusulkan tahapan Pemilu 2024 berlangsung 25 bulan, lebih lama dari Pemilu 2019, yakni 20 bulan. Ini karena Pemilu 2024 akan berlangsung di tahun yang sama dengan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024. KPU mengusulkan pemungutan suara Pemilu 2024 pada 21 Februari 2024, sehingga tahapan akan dimulai 21 Januari 2022.
Untuk tahun 2022, KPU sempat mengajukan Rp 13 triliun untuk pembiayaan tahapan pemilu. Namun, di Rancangan APBN 2022, pos anggaran untuk KPU ditetapkan Rp 2,4 triliun. Sebagian besar anggaran itu untuk belanja operasional.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dijadwalkan menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian serta KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Senin (6/9/2021). Rapat itu akan memutuskan desain dan tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 yang sudah lebih dulu dibahas tim kerja bersama lintas lembaga.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung dihubungi dari Jakarta, Minggu (5/9/2021) mengatakan, penentuan tahapan pemilu yang dimulai awal 2022 akan berkonsekuensi dengan anggaran. Untuk itu, Komisi II DPR telah mengajukan tambahan anggaran untuk KPU dan Bawaslu untuk mendukung pelaksanaan tahapan di tahun depan.
Ia menyebut kebutuhan anggaran untuk seluruh tahapan Pemilu dan Pilkada 2024 sekitar Rp 150 triliun yang bersumber dari APBN dan APBD. Adapun pada 2022, anggaran yang dibutuhkan KPU untuk melaksanakan tahapan sekitar Rp 10,98 triliun, sedangkan Bawaslu Rp 3,6 triliun. Anggaran itu di luar anggaran rutin.
"Kami masih memperjuangkan penambahan anggaran ke Badan Anggaran DPR kemudian nanti diajukan ke pemerintah. Kami berharap anggaran itu disetujui oleh Banggar DPR dan pemerintah," kata Doli.
Masih memungkinkan
Menurut dia, penambahan anggaran masih memungkinkan karena saat ini Banggar DPR masih membahas anggaran akhir yang diajukan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Oleh sebab itu, ia berharap Banggar DPR dan Pemerintah bisa segera menyetujui usulan penambahan anggaran agar tahapan Pemilu 2024 berjalan lancar.
Anggota KPU, Evi Novida Ginting, mengatakan, seharusnya bila perencanaan kebutuhan persiapan dan pelaksanaan Pemilu 2024 sudah disampaikan KPU, maka pemerintah bisa menyediakan anggaran itu.
Menurut Evi, hal itu penting agar KPU bisa melakukan persiapan. Apalagi, persiapan tahapan pendaftaran dan verifikasi serta penetapan parpol peserta pemilu dimulai April 2022. Pada waktu itu, KPU akan memulai sosialisasi dan membuka akses Sistem Informasi Partai Politik kepada partai politik. Tahapan pendaftaran, verifikasi administrasi, dan verifikasi faktual akan dilaksanakan Agustus 2022.
“Apalagi dalam rangka menghadapi Pemilu 2024, kita melakukan berbagai evaluasi, kajian, perbaikan, mengembangkan yang sudah ada, dan membuat sistem informasi untuk Pemilu 2024. Belum lagi perlunya dilakukan uji coba, simulasi, penyesuaian regulasi, dan audit,” kata Evi.
Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, untuk persiapan awal yang tak terlalu menyita anggaran besar seperti penyiapan Peraturan KPU atau Peraturan Bawaslu tidak berimplikasi pada anggaran yang besar. “Tahapan persiapan harusnya tidak banyak menyerap anggaran, apalagi di situasi sulit begini,” katanya.
Untuk mengatasi persoalan anggaran ini, ia berharap penyelenggara pemilu duduk bersama dengan pemerintah seperti Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan.
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar mengatakan, ia akan berkomunikasi dengan KPU terkait dengan persoalan anggaran pemilu. Ia menyebutkan, KPU merupakan lembaga mandiri, nasional, dan tetap. “KPU bukan lembaga di bawah Kemendagri. Jadi, bukan Kemendagri yang alokasikan anggaran KPU,” Bahtiar.
Sementara itu, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, mengatakan, belum dialokasikannya anggaran pemilu menunjukkan kelambanan dalam persiapan Pemilu 2024. Hal itu juga menunjukkan kurang maksimalnya pelaksanaan UU Pemilu yang diputuskan tidak direvisi guna memberikan kepastian hukum penyelenggaraan pemilu 2024 sejak jauh-jauh hari.
Menurut Titi, jika belum ada anggaran tahapan pemilu, maka KPU harus bisa memaksimalkan anggaran rutin mereka untuk mempersiapkan tahapan pemilu yang pelaksanaannya tidak memerlukan anggaran ekstra. Misalnya, penyusunan berbagai regulasi teknis pemilu, pemantapan desain dan peta jalan penggunaan teknologi pemilu, penyiapan skema penguatan kapasitas kelembagaan dan personel penyelenggara, serta berbagai hal-hal instrumental nonbujeter lainnya.
Ia menegaskan, paling krusial adalah KPU dan Bawaslu harus segera menuntaskan penyusunan berbagai peraturan teknis untuk Pemilu 2024.
“Bukankah UU Pemilunya tidak berubah dan sudah banyak hasil evaluasi yang dilakukan KPU sebagai modal untuk perbaikan pengaturan untuk Pemilu 2024. Cukup disayangkan KPU terkesan lambat dan tidak fokus soal penuntasan regulasi teknis ini,” kata Titi.
Titi menambahkan, pemerintah dan DPR mestinya juga sigap dalam mempersiapkan anggaran pemilu. Hal ini penting agar ada kepastian atas Pemilu 2024, sehingga rumor penundaan pemilu tidak terus jadi bola liar yang "digoreng" oleh oknum-oknum tertentu.
Pemerintah dan DPR juga perlu meminta KPU serta Bawaslu menyusun anggaran yang efektif dan efisien dengan inovasi pelaksanaan pemilu yang mampu menghindari pemborosan anggaran. Alhasil, pemilu bisa berjalan baik di tengah situasi pandemi.
Menurut Titi, pos-pos anggaran yang sifatnya seremoni atau sekedar simbolis mesti dikurangi. Perjalanan dinas juga bisa disederhanakan dengan memanfaatkan fasilitas daring. Penyederhanaan surat suara dan metode kampanye juga bisa jadi jalan untuk efisiensi.