Fraksi PDI-P di DPR Ingin Panja Khusus Kebocoran Data Pribadi
Kerja Panja Kebocoran Data Pribadi berbeda dengan Panja RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Panja kebocoran data menganalisis penyebab kebocoran data bisa berulang kali terjadi. Hasilnya bisa jadi masukan untuk RUU PDP.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menanggapi kebocoran data yang berulang dalam beberapa waktu terakhir, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR menilai perlunya ada panitia kerja khusus yang melakukan pendalaman khusus terkait dengan kebocoran data yang terjadi. Harapannya, hal itu akan bisa menjadi masukan bagi kelanjutan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, yang saat ini masih mandek karena perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah.
Kemungkinan untuk membentuk panja khusus yang melakukan penilaian dan pendalaman (assesment) secara menyeluruh terhadap peristiwa kebocoran data itu sebelumnya disampaikan Ketua DPR Puan Maharani, Jumat (3/9/2021). Ia menyampaikan pentingnya asesmen menyeluruh terhadap dampak kebocoran data yang dialami masyarakat secara luas. Hal ini penting untuk mengetahui data dan fakta kerugian masyarakat akibat kebocoran data pribadi sehingga bermanfaat untuk penyusunan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP).
”Kalau perlu, DPR membentuk panitia kerja khusus untuk asesmen menyeluruh ini. Dengan demikian, DPR bisa mendengar dengan lengkap aspirasi dan keluh kesah masyarakat yang dirugikan akibat kebocoran data pribadi mereka agar penyusunan RUU PDP semakin baik,” kata Puan (Kompas, 3/9/2021).
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Irine Yusiana Roba Putri, yang dihubungi, Sabtu (4/9/2021) dari Jakarta, mengatakan, panja khusus, sebagaimana diungkapkan oleh Puan, dipandang sangat perlu oleh fraksinya. Sebab, hasil asesmen itu dapat dijadikan dasar penyusunan bagi RUU PDP. ”Asesmen ini dilakukan supaya bisa mengetahui kerugian akibat kebocoran data itu sampai sejauh mana dan kenapa bisa bocor,” katanya.
Hasil dari asesmen itu pun dapat menjadi rekomendasi bagi semua pengelola data sehingga kebocoran tidak terulang kembali. Sebab, melalui asesmen itu akan dapat diketahui di mana titik kelemahan atau celah dalam perlindungan data pribadi oleh institusi swasta dan publik.
Dalam beberapa kali kejadian kebocoran data, menurut Irine, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga belum pernah melakukan asesmen menyeluruh terhadap kebocoran data yang pernah terjadi. Oleh karena itu, pembentukan panja khusus yang mendalami persoalan ini dipandang perlu.
”Berbeda dengan Panja RUU PDP yang bertugas membentuk UU, panja ini akan bersifat pengawasan, yaitu panja pengawasan kebocoran data. Panja pengawasan ini fungsinya akan sama dengan panja pengawasan lainnya yang sudah ada, seperti panja pengawasan kesejahteraan prajurit. Jadi, sifatnya pengawasan untuk kasus-kasus tertentu,” ucapnya.
Ia berharap usulan pembentukan panja pengawasan kebocoran data itu dapat didorong di dalam Komisi I DPR. Pembentukan panja ini dipandang senapas dengan tujuan DPR melindungi data pribadi warga negara melalui perumusan RUU PDP.
Sebelumnya, Puan mengingatkan kembali komitmen pemerintah dalam menyelesaikan RUU PDP yang sudah lama dibahas bersama DPR. Anggota Komisi I dari Fraksi PDI-P ini pun mengatakan, kalau data pribadi presiden saja bisa bocor, apalagi warga biasa.
”Kita sama-sama tahu bahwa banyak NIK (nomor induk kependudukan) warga yang bocor dan akhirnya terjebak oleh pinjaman online ilegal. Segala kebocoran data pribadi yang menyusahkan warga ini harus segera kita ’tambal’ dengan UU Perlindungan Data Pribadi,” ucapnya.
Puan mengatakan, pengawasan perlindungan data pribadi tidak cukup di bawah pemerintah. ”Karena pemerintah juga berperan sebagai pengelola data pribadi. Perlu lembaga independen untuk menghindari potensi konflik kepentingan tersebut,” ujar Ketua DPP PDI-P itu.
Namun, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Kharis Almasyhari, pembentukan panja khusus itu belum mendesak karena Komisi I dan Panja RUU PDP yang sudah ada telah bekerja optimal menyerap masukan dan aspirasi masyarakat dalam pembentukan RUU PDP. Sejumlah pakar, akademisi, dan masyarakat sipil yang terlibat aktif dalam isu perlindungan data pribadi pun semuanya telah menyebutkan urgensi membentuk lembaga independen dalam mengawal perlindungan data pribadi.
”Ini permasalahannya, kan, bukan di DPR, tetapi di pemerintah. Saya kira Komisi I DPR sudah cukup, tidak perlu panja khusus. Nanti kalau dibentuk panja khusus, tetapi dalam pembahasan RUU PDP ujungnya lembaga pengawas itu tidak independen, kan malah tidak baik,” ujar Ketua Panja RUU PDP DPR itu.
Dari berbagai aspirasi dan masukan yang diterima Panja RUU PDP, menurut Kharis, semuanya mendorong agar ada pembentukan badan independen sebagai pengawas pelaksanaan perlindungan data pribadi. Panja RUU PDP mesti mendengarkan masukan itu. Terjemahan dari lembaga independen itu ialah lembaga yang langsung berada di bawah presiden, bukan di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.
”Nanti kami tunggu sikap pemerintah. Kalau dibahas, tetapi tidak ada titik temu, ya buat apa. Harapan kami begini, kami ada di kanan, mereka di kiri, ya mari ke tengah. Jangan terus kita ke kiri semua, kita enggak mau. Kalau mau kami, kan, lembaga itu independen, sedangkan mereka inginnya di bawah kementerian. Ya, harus bergeser mencari titik temu. Kalau tidak ada titik temu, tidak bisa dibahas,” tuturnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS itu menambahkan, pembahasan RUU PDP itu pun diproyeksikan akan cepat atau hanya memakan waktu dua minggu jika telah ada kesepakatan atau titik temu antara pemerintah dan DPR soal kelembagaan pengawasan perlindungan data pribadi. Sebab, praktis akan ada sekitar 140 pasal di dalam daftar inventarisasi masalah yang bisa dibahas cepat jika pokok persoalan mengenai kelembagaan itu disepakati.
Ditanya mengenai upaya pertemuan informal dengan Kementerian Kominfo guna mencairkan perbedaan di antara kedua lembaga, Kharis mengatakan, hal itu sudah dilakukan. Senin pekan lalu, misalnya, saat pembahasan anggaran kementerian, isu pembahasan RUU PDP sedikit disinggung, tetapi belum terlihat ada perubahan sikap dari pemerintah soal kelembagaan pengawas perlindungan data pribadi.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Syaifullah Tamliha, mengatakan, pengesahan RUU PDP sudah mendesak untuk segera dilakukan. Jika tidak ada komitmen untuk menuntaskan perbedaan pendapat ini, dapat dinilai ada kesengajaan atau pengabaian terhadap perlindungan data pribadi warga.
”Menteri (Kominfo) sebenarnya bisa meminta tolong kepada presiden untuk mengundang pimpinan parpol-parpol koalisi mengenai RUU PDP ini dalam pembahasannya di parlemen. Tujuannya mencari solusi bersama,” katanya.
Mengenai pembentukan panja khusus, Tamliha menilai hal itu akan menyita cukup banyak waktu. Prosesnya akan mulai dari nol lagi dalam menyerap aspirasi masyarakat, sementara kebocoran data sudah terus-terusan terjadi. Menurut dia, optimalisasi panja DPR dan pemerintah yang ada saat ini jauh lebih efektif untuk meloloskan RUU PDP daripada harus membentuk panja baru.