Tidak adanya upaya banding dari kedua belah pihak, perkara Juliari telah berkekuatan hukum tetap. Setelah memperoleh salinan petikan putusan, tim jaksa akan menyerahkan administrasi perkara kepada jaksa eksekutor KPK.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan tidak mengajukan banding atas vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terhadap terdakwa korupsi pengadaan bantuan sosial penanganan Covid-19, eks Menteri Sosial Juliari P Batubara. Sikap lembaga antirasuah ini sama dengan sikap Juliari yang tidak mengajukan banding atas putusan hakim.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dihubungi di Jakarta, Rabu (1/9/2021), mengatakan, berdasarkan informasi dari kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tempat Pengadilan Tipikor Jakarta, Juliari tidak mengajukan upaya hukum banding. Jaksa KPK, lanjut Ali, juga tidak mengajukan banding karena vonis hakim telah sesuai dengan analisis yuridis jaksa.
”Oleh karena analisis yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim dan seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan, maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding,” ujar Ali.
Analisis yuridis jaksa KPK telah diambil alih sebagai pertimbangan majelis hakim dan seluruh amar tuntutan telah pula dikabulkan, maka KPK juga tidak lakukan upaya hukum banding.
Sebelumnya, hakim memvonis hukuman 12 tahun penjara terhadap Juliari. Vonis ini lebih berat setahun dari tuntutan jaksa yang hanya 11 tahun penjara.
Ali mengemukakan, dengan tidak adanya upaya banding dari kedua belah pihak, perkara Juliari telah berkekuatan hukum tetap. Selanjutnya, setelah memperoleh salinan petikan putusan, tim jaksa akan segera menyerahkan administrasi perkara kepada jaksa eksekutor KPK. ”Ini untuk pelaksanaan eksekusinya,” katanya.
Sementara itu, peneliti Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyayangkan sikap KPK yang menyatakan tidak banding, sama seperti sikap Juliari. Acuan utama KPK untuk memutuskan langkah hukum seharusnya berpijak pada kepentingan masyarakat. Maka, ketika vonis hakim dinilai banyak kalangan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat, seharusnya KPK memutuskan banding.
Padahal, menurut Kurnia, Juliari bisa dituntut jaksa atau dijatuhi hukuman lebih berat oleh hakim. Juliari seharusnya bisa dituntut atau dihukum maksimal sesuai yang diatur dalam Pasal 12 Huruf (b) Undang-Undang Pemberantasan Tipikor, yaitu hukuman seumur hidup. Ada berbagai unsur pemberat yang bisa digunakan, di antaranya posisinya sebagai pejabat publik dan korupsi dilakukan saat pandemi Covid-19.
Putusan hakim yang dinilai ringan juga sebelumnya disampaikan penerima bansos yang dikorupsi Juliari cs. Salah satunya penerima bansos di Jakarta Utara, Eni Rochayati. Menurut dia, putusan hakim tak memenuhi rasa keadilan publik, khususnya para penerima bansos. Selain itu, hal tersebut tak menciptakan efek jera.
Juliari bisa dituntut jaksa atau dijatuhi hukuman lebih berat oleh hakim. Juliari seharusnya bisa dituntut atau dihukum maksimal sesuai yang diatur di Pasal 12 Huruf (b) UU Pemberantasan Tipikor.
Perkara suap pajak
Perkara lain, KPK telah menyelesaikan penyidikan terhadap bekas Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji dalam kasus dugaan suap pajak pada tahun 2016 dan 2017.
”Selama proses penyidikan telah dilakukan pemeriksaan 150 saksi, di antaranya para tim pemeriksa pada Direktorat Jenderal Pajak dan pihak swasta terkait lainnya,” kata Ali.
Tim penyidik telah menyerahkan Angin Prayitno dan barang bukti kepada tim jaksa KPK. Selanjutnya Angin Prayitno akan ditahan selama 20 hari, mulai 31 Agustus 2021 sampai 19 September 2021 di Rumah Tahanan KPK.
”Dalam waktu 14 hari kerja, tim jaksa segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat,” ujar Ali.