Aparat pengawasan intern pemerintah dibutuhkan mengawasi perencanaan penggunaan anggaran pemda. Kerap ditemukan belanja aparatur lebih besar ketimbang belanja modal yang dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kapasitas aparat pengawasan intern pemerintah atau APIP di daerah perlu ditingkatkan. Sebab, masih sering terjadi perencanaan dari pemerintah daerah yang kurang tepat sasaran.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan, Kementerian Dalam Negeri sering menemukan perencanaan dari pemerintah daerah yang kurang tepat sesuai kebutuhan. Penganggaran yang kurang tepat yang biasa terjadi antara lain ketidaksesuaian harga, program kurang atau terlalu berlebihan, dan belanja terlalu besar.
”Pada saat perencanaan, (seharusnya) kita berbasis pada prinsip money volume program. Jadi, programnya dibuat, baru uangnya dihitung berapa yang dibutuhkan. Namun, pada saat eksekusi pelaksanaannya terbalik. Uangnya yang sudah dialokasikan berapa, dibelanjakan berapa,” kata Tito, Selasa (31/8/2021).
Pernyataan tersebut disampaikan Tito saat membuka Rapat Koordinasi Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah secara Nasional dan Peluncuran Pengelolaan Bersama Monitoring Centre for Prevention (MCP) secara daring. Hadir juga dalam kegiatan tersebut Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh.
Tito mengungkapkan, dalam pelaksanaan program, sering kali belanja aparatur lebih besar daripada belanja modal dan barang. Padahal, belanja modal dan barang dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat. Adapun belanja aparatur tersebut misalnya perjalanan dinas, rapat, dan penguatan program yang masif, tetapi manfaatnya tidak banyak.
Belanja modal yang seharusnya ditujukan untuk masyarakat pun banyak digunakan aparatur. Alhasil, lanjut Tito, proporsi untuk masyarakat kecil. Hal tersebut berakibat pada pembangunan menjadi kurang maksimal, jalan tidak terawat, sungai tidak terurus, dan sebagainya karena tidak ada anggaran untuk keperluan tersebut.
Dalam pelaksanaan program, sering kali belanja aparatur lebih besar daripada belanja modal dan barang. Padahal, belanja modal dan barang dibutuhkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Tito menuturkan, penegak hukum tidak dapat menangani sistem penganggaran yang kurang tepat. Karena itu, bagian administrasi menjadi pekerjaan utama jajaran inspektorat, yakni APIP dan BPKP.
Ia menegaskan, penguatan pada APIP di daerah secara kualitas ataupun kuantitas sangat dibutuhkan. Sebab, pengawasan itu penting untuk mengurangi penyimpangan. Penguatan secara kualitas dapat dilakukan melalui pelatihan teknis. Selain itu, juga menunjuk orang yang profesional di bidangnya melalui pola rekrutmen dan memberikan pembinaan karier.
Dukungan penguatan juga dapat dilakukan dengan mengalokasikan pembiayaan pengawasan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dengan jumlah yang memadai. Hal itu merupakan diskresi dari setiap kepala daerah untuk memperkuat APIP. Menurut Tito, apabila peran pengawasan internal diperkuat, hal itu akan mengurangi temuan pelanggaran dari pihak eksternal.
Pengaruh APIP tidak akan signifikan selama kepala inspektorat diangkat oleh kepala daerah. Kalau mau efektif, kepala inspektorat pengangkatannya ke Kemendagri.
Secara terpisah, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, pengaruh APIP tidak akan signifikan selama kepala inspektorat diangkat oleh kepala daerah. ”Kalau mau efektif, kepala inspektorat pengangkatannya ke Kemendagri,” ucapnya.
Djohermansyah mengatakan, jika pengangkatan dan pemberhentian dilakukan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendagri, inspektorat dapat menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah penyimpangan yang dilakukan kepala daerah. Mereka juga dapat memberikan masukan kepada kepala daerah untuk tidak melakukan pelanggaran.
Kerja sama
Kemendagri, KPK, dan BPKP sepakat memperkuat kerja sama dalam pencegahan tindak pidana korupsi. Kesepakatan dilakukan dengan menjalin kerja sama dalam pengelolaan Monitoring Centre for Prevention (MCP) oleh ketiga insitusi. Sistem MCP merupakan inisiatif KPK yang mengedepankan upaya pencegahan korupsi. Tito menyebutkan, sebagian besar kepala daerah sudah terhubung dengan sistem MCP.
Firli Bahuri mengingatkan, salah satu tugas kepala daerah adalah menjamin keberlangsungan program pembangunan nasional. Kepala daerah juga memiliki tugas menjaga stabilitas politik dan keamanan yang menjadi salah satu kunci untuk keberlangsungan pembangunan nasional.
Muhammad Yusuf Ateh menyebutkan, ada delapan tata kelola pemda yang terangkum dalam MCP. Kedelapan area intervensi tersebut adalah perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, pengawasan APIP, manajemen aparatur sipil negara (ASN), optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, serta tata kelola keuangan desa.