PPATK: Presiden Setuju RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas 2021
Baleg DPR menyatakan RUU Perampasan Aset termasuk di antara lima RUU yang akan diusulkan pemerintah untuk masuk Prolegnas 2021. UU Perampasan Aset, salah satunya, penting dalam pengejaran aset terkait kasus BLBI.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari, Iqbal Basyari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengoptimalkan pengejaran aset obligor dan debitor, Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI membutuhkan payung hukum yang kuat. Mereka hanya diberi waktu untuk menagih piutang dana BLBI hingga Desember 2023.
Satgas BLBI terus memburu aset obligor dan debitor dana BLBI. Sejumlah aset lahan di empat kota yang dijadikan jaminan sudah disita negara. Kini, Satgas terus bekerja menagih dana BLBI senilai total Rp 110,45 triliun. Sebanyak 48 orang yang bertanggung jawab mengembalikan dana pinjaman itu pun telah dipanggil satgas.
Namun, Kejaksaan Agung selaku aparat penegak hukum yang berwenang dalam eksekusi aset negara meminta pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, Jumat (27/8/2021), mengatakan, satgas tidak hanya memburu aset BLBI di dalam negeri. Mereka juga memburu aset BLBI hingga ke luar negeri.
Perburuan aset ke luar negeri itu memiliki kendala perbedaan yurisdiksi. Apalagi, Pemerintah Indonesia masih jarang melakukan perjanjian ekstradisi dan perjanjian timbal balik (mutual legal assistance) dengan negara lain. Jadi, ada berbagai masalah yang harus diselesaikan, seperti masalah perpajakan, kerja sama internasional, gugatan keperdataan, dan pembekuan aset.
”Kejaksaan Agung mendorong agar pengesahan RUU Perampasan Aset segera dilakukan agar ada dasar hukum untuk merampas aset hasil kejahatan ekonomi, baik sebelum maupun setelah persidangan,” kata Setia.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto; dan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae juga menyatakan dukungannya agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.
RUU tersebut akan menjadi payung hukum untuk mengoptimalkan pemulihan aset terhadap kejahatan ekonomi. Dengan regulasi itu, pemerintah bisa melakukan pembuktian terbalik terhadap kekayaan fantastis yang tidak diketahui secara jelas asal-usulnya, tanpa menunggu hasil persidangan.
Dian Ediana Rae saat dihubungi, Minggu (29/8/2021), mengatakan, draf RUU Perampasan Aset sudah selesai disusun sejak tahun 2012. Namun, RUU itu tidak pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahunan. Terakhir, RUU tersebut sudah berada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
RUU pun sudah mendapatkan persetujuan prinsip dari Presiden untuk diajukan dalam revisi Prolegnas 2021. Dengan persetujuan itu, seharusnya RUU Perampasan Aset dapat masuk dalam Prolegnas 2021 dan RUU dapat segera disahkan pemerintah dan DPR tahun ini juga. ”Jika dikaitkan dengan kinerja Satgas BLBI, RUU Perampasan Aset akan memberikan payung hukum yang lebih kuat untuk mengoptimalkan pemulihan aset negara,” kata Dian.
Peneliti Transparency International Indonesia, Alvin Nicola, berpandangan, momen pengejaran dana BLBI seharusnya menjadi sinyal agar pemerintah dan DPR tidak lagi menunda-nunda pengesahan RUU Perampasan Aset.
Kehadiran UU Perampasan Aset dinilainya akan lebih kuat untuk menyelamatkan aset negara dibandingkan UU Tindak Pidana Korupsi ataupun UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan dapat lebih menciptakan efek jera.
Secara metode pembuktian, RUU tersebut juga membuat penegak hukum tidak lagi bergantung pada kehadiran pelaku di Indonesia. Pembuktian dilakukan dengan konsep pembuktian terbalik asal-usul harta kekayaan yang tidak wajar. Dengan demikian, penegak hukum dapat bekerja lebih professional, meningkatkan kapasitas untuk melacak maupun merampas aset.
”Bertumpu pada perjanjian timbal balik (MLA) saja tidak cukup untuk mengejar aset di luar negeri. Prosesnya akan sangat lambat karena harus menyesuaikan dengan proses peradilan kriminal asing di masing-masing yurisdiksi negara. Sementara itu, Satgas hanya diberi waktu sampai Desember 2023,” kata Alvin.
Secara terpisah, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat Willy Aditya mengatakan,dalam komunikasi antara Baleg dan pemerintah, ada lima rancangan undang-undang yang diusulkan pemerintah untuk bisa masuk di Prolegnas 2021, salah satunya RUU Perampasan Aset.
Meski demikian, Baleg masih menghitung kemampuan Baleg jika kelima usulan RUU itu masuk dalam Prolegnas. Adapun rapat membahas soal revisi Prolegnas 2021 menurut rencana akan dijadwalkan pada September.
Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset selama 10 tahun terakhir selalu masuk dalam Prolegnas jangka menengah, 2014-2019 dan 2019-2024. Namun, RUU itu belum pernah dimasukkan dalam Prolegnas tahunan sebagai syarat RUU dibahas hingga disahkan oleh pemerintah dan DPR. Begitu pula di Prolegnas 2021 yang disahkan awal tahun ini, RUU Perampasan Aset tak termasuk di antara 33 RUU di dalamnya.