Gerindra Kembali Suarakan Keinginan agar Prabowo Maju di Pilpres 2024
Pencalonan kembali Prabowo Subianto dinilai untuk mengejar efek elektoral ke Gerindra. Namun, pilihan itu berpotensi menghambat regenerasi di internal. Peluang Prabowo bisa terpilih pun tak mudah karena kasus 1998.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra kian gencar mendorong Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Sekalipun dinilai akan menjamin stabilitas perolehan suara Gerindra, pencalonan tersebut bisa kontraproduktif dari segi kaderisasi internal.
Dukungan dari internal Partai Gerindra agar Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2024 setidaknya sudah muncul sejak awal 2020. Saat itu, menjelang Kongres Luar Biasa Gerindra 2020, sejumlah kader di daerah telah mengemukakan keinginan pencalonan kembali Prabowo. Setelahnya, dukungan terus digaungkan, hingga terakhir kembali disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra Bangka Belitung, Sabtu (28/8/2021).
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani dalam agenda rapat koordinasi tersebut menyampaikan, pada Pemilu 2019, Partai Gerindra mampu meraih suara terbanyak kedua secara nasional berkat kerja keras dan dedikasi semua kader partai. Capaian itu juga tidak terlepas dari dukungan masyarakat.
Catatan Kompas, pada Pemilu Legislatif 2019 Gerindra memperoleh 17,5 juta suara atau 12,5 persen dari total suara sah secara nasional, satu tingkat di bawah perolehan suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Capaian itu naik dibandingkan pada Pemilu Legislatif 2014 di mana Gerindra mendapatkan 14,7 juta suara atau 11,8 persen dari total suara sah. Saat itu, Gerindra menduduki peringkat ketiga setelah PDI-P dan Partai Golkar. Adapun pada Pemilu 2009, Gerindra memperoleh 4,6 juta suara atau 4,6 persen dari total suara. Perolehan itu menempatkan Gerindra di peringkat ke-8 dari 38 partai peserta pemilu.
Oleh karena itu, Muzani meminta agar semua kader, baik yang berada di lembaga eksekutif maupun legislatif, tidak menyia-nyiakan kepercayaan masyarakat. Posisi, jabatan, dan pangkat hanya sebatas alat untuk mencapai tujuan rakyat, bangsa, dan negara.
”Jangan sekali-kali kita berpaling dari tujuan itu. Kita semua berasal dari rakyat, berjuang bersama rakyat, dan tujuan perjuangan kita untuk rakyat,” kata Muzani dalam keterangan tertulis yang diperoleh Kompas, Minggu (29/8/2021).
Ia juga mengingatkan para kader yang saat ini menjabat untuk selalu menggunakan jabatannya demi kemaslahatan masyarakat. Hal itu akan membuktikan bahwa Gerindra sebagai partai politik telah mencetak pemimpin yang mampu berbuat kebaikan serta memberi jalan keluar atas permasalahan rakyat. Upaya untuk menghasilkan pemimpin yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara, baik di ranah legislatif maupun eksekutif, pun harus terus dilakukan.
”Itu sebabnya, kita semua ingin agar Ketua Dewan Pembina dan Ketua Umum Gerindra Pak Prabowo dalam Pilpres 2024 maju sebagai calon presiden. Sebab, kita ingin memberi bakti yang lebih besar dalam jabatan eksekutif pemerintahan bagi kemaslahatan bangsa dan negara, yakni keadilan kemakmuran untuk semua rakyat Indonesia,” ujar Muzani.
Hingga kini, Prabowo belum pernah menyatakan kesediaannya untuk mencalonkan diri kembali pada pemilu presiden. Dalam wawancara dengan influencer Deddy Corbuzier pada Juni lalu, Prabowo mengatakan masih akan melihat situasi ke depan saat ditanya tentang keinginan menjadi kandidat calon presiden. Meski demikian, Prabowo tidak menolaknya.
”Ya, kalau untuk mengabdi dan diberi kepercayaan, kenapa enggak. Tetapi menuju itu faktornya banyak, faktor dukungan, enggak bisa maju sendiri, harus ada dukungan kanan kiri,” ujar Prabowo.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan, dorongan pencalonan Prabowo memperlihatkan bahwa secara internal, Gerindra masih memandangnya sebagai satu-satunya tokoh yang mampu memberikan dampak elektoral signifikan bagi Gerindra. Oleh karena itu, posisinya tak tergantikan meski telah tiga kali mencalonkan diri, yakni pada Pilpres 2009, 2014, dan 2019. Dalam tiga pemilu tersebut, terbukti perolehan suara Gerindra terus meningkat.
”Bagi Gerindra, pencalonan Prabowo diharapkan dapat memberikan dampak politik elektoral, terutama terkait perolehan suara partai. Namun, untuk regenerasi internal, Gerindra jalan di tempat,” ujarnya.
Padahal, menurut Adi, Gerindra memiliki sejumlah kader yang potensial dan cenderung diterima publik untuk menjadi kandidat calon presiden.
Misalnya, Sandiaga Salahuddin Uno yang kini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia merupakan representasi politik dari luar Jawa yang luwes dan diterima banyak kalangan, mulai dari kalangan pengusaha, agama, hingga kalangan minoritas.
Nama Sandiaga juga selalu masuk dalam radar survei calon presiden.
Misalnya, dalam survei nasional yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada 20 Juli-4 Agustus 2021, Prabowo menduduki peringkat pertama (26 persen) dari 15 tokoh yang dipilih responden. Capaian itu diikuti oleh Ganjar Pranowo yang meraih 20,8 persen dan Anies Baswedan yang mendapatkan 15,5 persen suara responden. Tokoh lain yang menjadi pilihan responden adalah Ridwan Kamil (5,7 persen), Sandiaga Salahuddin Uno (5,4 persen), dan Agus Harimurti Yudhoyono (5,4 persen).
”Ini yang menjadi ironi partai politik kita, masih menggantungkan masa depan partai dan nasibnya pada satu sosok orang,” kata Adi.
Selain itu, pencalonan Prabowo juga dinilai masih akan terganjal dengan dugaan keterlibatan dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu, yakni kasus penculikan aktivis prodemokrasi 1997-1998. Bahkan, Adi menduga, hal ini merupakan faktor utama penyebab kekalahan Prabowo dalam 15 tahun terakhir.
”Salah satu beban elektoral Prabowo adalah karena dia dinilai punya kaitan soal pelanggaran HAM,” katanya.