Konsultasi Hukum: Penyelesaian Utang Kartu Kredit akibat Terdampak Pandemi Covid-19
Bagaimana cara penyelesaian dari penggunaan kartu kredit yang sudah tidak sanggup lagi dibayarkan? Hal ini dikarenakan perusahaan kami pailit akibat terkena dampak Covid-19.
Oleh
KOMPAS-PERADI
·4 menit baca
Pengantar: Harian Kompas dan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) bekerja sama untuk melakukan pendidikan hukum dan menumbuhkan kesadaran hukum dalam masyarakat melalui konsultasi hukum yang dimuat di Kompas.id. Warga bisa mengajukan pertanyaan terkait persoalan hukum melalui e-mail: hukum@kompas.id dan kompas@kompas.id yang akan dijawab oleh sekitar 50.000 anggota Peradi. Pertanyaan dan jawaban akan dimuat setiap hari Sabtu. Terima kasih.
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara penyelesaian dari penggunaan kartu kredit yang sudah tidak sanggup lagi dibayarkan? Hal ini dikarenakan perusahaan kami pailit akibat terkena dampak Covid-19. Apalagi, saat ini kami lebih mengutamakan penggunaan uang untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Kami tidak ada kelebihan uang, yang justru ada hanya kekurangan uang selama berbulan-bulan.
2. Bagaimana solusi yang terbaik terkait masalah itu? Karena tagihan yang harus dibayarkan sudah dua kali lipat dan keringanan pembayaran yang diberikan penerbit kartu kredit justru dirasa merugikan nasabah. — Sof, Jakarta
Jawaban:
Oleh Advokat Rivai Kusumanegara, SH, MH, Anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi)
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Tidak dapat dimungkiri, saat ini banyak pelaku usaha yang mengalami kesulitan finansial akibat pandemi Covid-19. Kami sangat prihatin terhadap kondisi perusahaan Saudara yang mengalami kesulitan keuangan.
Namun, terdapat poin penting dalam kondisi tersebut. Bilamana dapat dibuktikan usaha Anda terdampak pandemi Covid-19, maka hal itu dapat menjadi salah satu dasar untuk melakukan musyawarah dengan pihak bank guna memperoleh solusi yang saling menguntungkan, win-win.
Dalam musyawarah tersebut, biasanya debitor dapat memohonkan diberikan keringanan berupa penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu pembayaran, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara melalui mekanisme restrukturisasi.
Hal ini sesuai dengan Pasal 57 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40/POJK.03/2019 yang mewajibkan Bank/Lembaga Jasa Keuangan memiliki kebijakan restrukturisasi. Dalam situasi pandemi Covid-19 ini, Otoritas Jasa Keuangan juga mengeluarkan POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 jo POJK Nomor 11 /POJK.03/2020 guna membuka lebih lebar peluang untuk restrukturisasi bagi para nasabah yang terdampak Covid-19.
Meski demikian, jika proses musyawarah/negosiasi tersebut tidak tercapai kesepakatan yang diinginkan, dapat ditempuh jalur penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Jalur penyelesaian sengketa semacam itu diatur dalam POJK Nomor 1/POJK.07/2014 (POJK 1/14) tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.
Untuk dapat menempuh pengaduan melalui LAPS harus terlebih dahulu menempuh pengaduan ke bank mengenai permasalahan besaran bunga atau denda yang dikenakan. Sesuai yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1076K/Pdt/1996 terdapat kaidah mengenai ketentuan bunga yang wajar menurut MA, yakni:
”Walaupun sudah diperjanjikan dan disepakati oleh kedua belah pihak bahwa peminjam wajib membayar bunga sebesar 2,5% setiap bulan, namun bunga tersebut perlu disesuaikan dengan bunga yang berlaku di Bank Pemerintah yaitu sebesar 18% setahun”.
Berdasarkan kaidah hukum di atas, Anda dapat memohon untuk disesuaikan suku bunga kartu kredit dan denda keterlambatan sesuai dengan suku bunga yang ditetapkan Bank Indonesia pada tahun kredit Anda. Apabila pengaduan tersebut tidak dikabulkan atau tercapai solusi win-win, Anda dapat mengajukan penyelesaian sengketa ke LAPS.
Mekanisme penyelesaian sengketa melalui LAPS dapat dilakukan dengan cara mediasi yang tidak dikenakan biaya, sedangkan cara ajudikasi dan arbitrase dikenakan biaya.
Lembaga Jasa Keuangan (bank penerbit kartu kredit) wajib melaksanakan putusan LAPS, hal mana sesuai dengan Pasal 3 Ayat (3) POJK 1/14, yakni ”Lembaga Jasa Keuangan wajib melaksanakan putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa.”. Apabila Lembaga Jasa Keuangan tidak melaksanakan putusan tersebut, dapat dikenakan sanksi administratif oleh OJK.
Sementara itu, bila perusahaan Anda dalam keadaan pailit, perusahaan dapat mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga setempat berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 UU No 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaaan Kewajiban Pembayaran Hutang. Nantinya akan ditunjuk kurator untuk membagi hasil penjualan aset kepada para kreditor secara proporsional, kecuali bagi kreditor yang memegang Hak Tanggungan atau Fiducia. Setelah dibagikan, maka utang dianggap selesai serta perusahaan dinyatakan bubar dan berakhir.