”Dulu dikesankan kalau orang Madura itu terbelakang, tapi sekarang ini coba dilihat banyak orang hebat-hebat. Ini berkah dari Indonesia Merdeka,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD dalam ”Temmo Kerrong Warga Madura Sedunia”.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·7 menit baca
Kompas/Ryan Rinaldy
Siswa SMK Sunan Ampel, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, bersiap-siap sesaat sebelum pelaksanaan UNBK di SMK Negeri 1 Bangkalan, Selasa (4/4/2017). Sebanyak 83 siswa dari lima SMK swasta di Bangkalan, termasuk SMK Sunan Ampel, menumpang melaksanakan UNBK di SMK Negeri 1 karena sarana dan prasarana yang belum bisa menunjang pelaksanaan UNBK secara mandiri di sekolah masing-masing.
Perjuangan meningkatkan sumber daya manusia adalah pergulatan Indonesia hingga 2045. Cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan di dalam konstitusi, adalah salah satu tujuan bernegara yang mesti dicapai setiap pemerintahan. Kecerdasan anak bangsa itu tidak berarti hanya dapat dinikmati mereka yang tinggal di Pulau Jawa, tetapi juga mereka yang tinggal di pulau lainnya di Tanah Air.
Keyakinan pada tujuan itulah yang membuat Choirul Anam (37), kelahiran Tanah Merah, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, bersama-sama dengan teman-temannya yang menimba ilmu di luar negeri gelisah bukan kepalang. Orang Madura kerap dianggap sebelah mata dan diasosiasikan dengan kelompok yang kurang terdidik, kasar, dan seenak sendiri.
”Sering sekali kami dengar ada olok-olok atau gurauan tentang orang Madura. Misalnya, orang Madura itu kalau diusir atau diminta pindah pasti jawabnya ’kenapa mesti pindah, ini kan tanahnya Tuhan’, dan celetukan lain, yang maksudnya bercanda. Tetapi, itu apa yang ada di pikiran orang itu muncul karena memang rendahnya pendidikan orang Madura,” kata Choirul yang sedang menempuh studi doktoral Jurusan Public Policy di Charles University di Republik Ceko, Sabtu (28/8/2021), saat dihubungi dari Jakarta.
Kompas
Anak-anak muda asal Madura, Jawa Timur, mendeklarasikan Ikatan Tretan Intelektual Internasional, secara daring, 17 Agustus 2021.
Choirul menjadi salah satu peserta dalam diskusi daring ”Temmo Kerrong Warga Madura Sedunia” yang difasilitasi oleh Mahfud MD Initiative, Sabtu. Acara yang mengambil tema ”Nyambung taresna masettong se tapesa-menyambung silaturahmi menyatukan yang terpisah” itu diikuti oleh sekitar 200 warga Madura dari berbagai profesi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Acara silaturahmi daring itu diikuti sejumlah tokoh asal Madura, antara lain Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, mantan Kepala Polri Jenderal (Pol) Badroddin Haiti, Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
Perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Madura melalui pendidikan juga menjadi sorotan para tokoh yang hadir dalam diskusi daring tersebut. Mereka menyadari Madura sebagai suatu wilayah yang kaya akan sumber daya alam (SDA), tetapi masih minim SDM. Kondisi inilah yang membuat pembangunan di wilayah Pulau Madura, yang meliputi empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, masih relatif tertinggal jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Jatim.
Meski demikian, harus diakui kesadaran akan pentingnya pendidikan ini belakangan kian menjadi arus pemikiran masyarakat di Madura. Dari kalangan awal inilah Choirul dilahirkan. Menjadi sulung dari empat bersaudara, ayah dan ibu Choirul bahkan tidak lulus sekolah dasar (SD).
Seperti umumnya orang Madura pada masanya, ayah Choirul tidak mengenyam pendidikan formal, tetapi hanya mengaji di pondok pesantren. Pendidikan formal dianggap bukan kewajiban, sedangkan mengaji di pesantren adalah keharusan. Kendati demikian, berbeda dengan pola pikir yang berkembang di masanya, ayah Choirul bertekad menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Ia merantau ke Jakarta sejak 1986, dua tahun setelah kelahiran Choirul, untuk bekerja serabutan. Namun, ia sukses dalam bisnis pengelolaan sampah.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Sampah botol plastik didapatkan dari berbagai tempat yang dikumpulkan kembali oleh pemulung di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (15/1/2020). Sampah botol plastik tersebut memiliki harga paling tinggi di antara jenis plastik lainnya.
”Ayah saya pemulung sampah dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Pernah juga menjadi tukang parkir dan pekerjaan lain apa saja untuk menyambung hidup. Tetapi, dari memulung sampah kardus, ayah saya bisa membangun usahanya dan jadi pengepul. Pernah juga ayah membuka usaha serupa di Semarang,” kenang Choirul.
Dengan uang yang dikumpulkan orangtua Choirul, tiga anaknya berhasil disekolahkan ke universitas. Dua di antaranya sekolah di Universitas Indonesia, dan satunya di Universitas Airlangga. Satu lagi saudara Choirul mengalami kecelakaan sehingga tidak bisa melanjutkan pendidikannya.
”Untuk mengobati adik saya itu, ayah mengeluarkan banyak biaya sehingga usahanya tidak pernah bangkit lagi. Ayah saya selalu berkata, dia tidak bisa meninggalkan kekayaan, tetapi hanya bisa memberi bekal ilmu pengetahuan,” ucapnya mengenang pesan orangtuanya.
Pesan itu berusaha diteruskannya sampai saat ini. Dengan beberapa temannya sesama anak Madura yang berkuliah di luar negeri, ia membangun Ikatan Tretan Intelektual Internasional, yakni sebuah jaringan intelektual Madura yang beranggotakan mahasiswa yang sedang studi di luar negeri. Ada 20 mahasiswa Madura yang tergabung dalam ikatan ini dan semuanya bermimpi untuk memberikan sumbangsih kepada Madura dan Indonesia.
Pada 17 Agustus 2021, jaringan intelektual itu dideklarasikan dan mulai merenda program-program ke depan untuk memberikan sumbangsihnya bagi Madura dan negeri. Choirul yang juga Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia ini merencanakan kerja sama dengan beberapa sekolah, kampus, dan pesantren untuk menjadi jembatan penyaluran informasi tentang beasiswa dan kursus singkat di dalam dan luar negeri untuk adik-adik mereka di Madura.
Dengan penyampaian informasi dan bimbingan yang intens, Choirul berharap lebih banyak anak-anak muda Madura terpanggil untuk sekolah di luar negeri atau meningkatkan kapasitas dirinya dengan berbagai pelatihan lain di luar sekolah mereka saat ini.
Kompas
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Sedunia Choirul Anam, Sabtu (28/8/2021), saat mengikuti sialturami daring warga Madura sedunia yang diinisiasi oleh Mahfud MD Initiative.
Selain itu, Ikatan Tretan Intelektual Internasional juga ingin bergerak untuk membantu saudara-saudara (tretan dalam bahasa Madura) mereka yang bergerak dalam dunia bisnis. Banyak dari anggota ikatan intelektual itu yang mengambil kuliah jurusan manajemen bisnis. Anak-anak muda Madura itu ingin mengaplikasikan ilmu mereka untuk membantu pengembangan pengelolaan bisnis sumber daya alam (SDA) di Madura, seperti gas, minyak, tembakau, garam, dan kekayaan laut.
”Kami memiliki koneksi dengan kepala-kepala daerah di Madura dan ingin mengembangkan kerja sama dengan pemda setempat untuk membantu manajemen bisnis pengusaha kita di Madura. Beberapa dari kami, misalnya, melakukan riset di bidang ekonomi dan kebijakan publik sehingga kami harapkan itu bisa juga digunakan untuk menolong saudara-saudara kami di kampung halaman, kelompok petani, pekebun, dan nelayan,” ujarnya.
Choirul dan anak-anak muda diaspora asal Madura dalam ikatan intelektual ini memimpikan efek kejut bagi Indonesia dan efek dobrak bagi anak-anak muda lainnya di Madura. ”Kami ingin memberikan semangat kepada anak-anak Madura lainnya dengan membuktikan bahwa anak-anak muda Madura bisa berprestasi dan menjadi kaum terdidik yang memberikan sumbangsih kepada negeri. Mereka pun bisa berkontribusi karena banyak potensi dari dalam diri mereka. Ini yang ingin kami dobrak karena selama ini mereka minder dengan situasi yang ada,” ucapnya.
Fokus membangun SDM
Kompas
Menko Polhukam Mahfud MD saat mengikuti silaturahmi daring warga Madura sedunia, Sabtu (28/8/2021).
Pentingnya pendidikan juga diungkapkan oleh Mahfud MD dalam diskusi daring, Sabtu. Selama ini, banyak anak muda Madura yang bersekolah tinggi dan menunjukkan prestasi. ”Orang Madura itu banyak yang pintar kalau diberi kesempatan sekolah. Buktinya keponakan-keponakan saya semua lulus dari perguruan tinggi terbaik. Ada juga anak-anak Madura di ITB yang juara science. Profesor dari Madura juga sudah banyak,” katanya.
Mahfud mendorong anak-anak Madura untuk mengambil manfaat dari kemerdekaan Indonesia. Dalam suasana kemerdekaan, anak-anak muda itu bisa menjadi apa saja sehingga tidak perlu merasa takut atau khawatir untuk menggapai pendidikan setinggi mungkin.
”Dulu dikesankan kalau orang Madura itu terbelakang, tapi sekarang ini coba dilihat banyak orang hebat-hebat. Ini berkah dari Indonesia Merdeka,” ujar Mahfud MD.
Dalam dialog tersebut, Mahfud juga bercerita tentang kesan terhadap orang Madura. Saat menjadi Menteri Pertahanan era Presiden Abdurrahman Wahid hingga menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi, dirinya sering mendengar sebutan tukang sate dan penjual besi tua.
Kompas
Sejumlah tokoh nasional, antara lain, Khofifah Indar Parawansa, Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Yenny Zannuba, dan KH Hasyim Muzadi serta Khoirul Anam bertemu dan menjadi narasumber di Wahid Institute, Jakarta, Jumat (17/6/2011). Para tokoh ini membahas sejumlah masalah nasional.
”Waktu saya jadi Menhan, ada gurauan begini, Pak Mahfud itu dari mana? Lalu ada yang berteriak di belakang, Sate! Mengesankan kalau orang Madura itu tukang sate. Ada juga yang bilang begini, kalau mau tanya Pak Mahfud orang mana, lempar saja kaleng bekas di belakangnya, kalau bunyi kelontang pasti dia menoleh. Mengesankan orang Madura penjual besi tua,” gurau Mahfud bercerita tentang stereotipe terhadap orang Madura.
Mahfud lalu menambahkan bahwa sekolah adalah pintu ilmu. Maka, walaupun orangtua Mahfud MD mengalami berbagai kesulitan, ayahnya bertekad anak-anaknya harus mengenyam pendidikan yang layak.
”Ayah tidak lulus SD, tetapi ketika Indonesia merdeka, dia katakan anak saya harus sekolah. Nah, sekolah itulah yang menjadi pintu ilmu, dalam keadaan serba sulit saya dan saudara-saudara saya sekolah,” tambah Mahfud sembari menegaskan, orang Madura harus selalu hadir memberikan kontribusi terhadap kemajuan bangsa.
Sependapat dengan Mahfud, Didik J Rachbini menggarisbawahi perlunya semua pihak untuk fokus dalam pengembangan SDM saat berbicara mengenai kemajuan di Madura. ”Misalnya, kita bisa mengadakan beasiswa S-2 untuk anak-anak Madura di kampus,” ujarnya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, di Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Sementara itu, Badroddin Haiti mengatakan, peningkatan SDM menjadi suatu keharusan di masa kini karena perubahan sangat cepat. Anak-anak kaum milenial didorong untuk terus memanfaatkan peluang yang ada. ”Saya dulu juga anak petani, bapak saya guru ngaji, tetapi alhamdullilah bisa meniti karier di kepolisian. Jadi, kami siap membantu jika ada ide-ide dari saudara-saudara kita di Madura untuk bisa merebut impian atau cita-cita,” ungkapnya.
Sejalan dengan HUT ke-76 RI, perjalanan untuk memenuhi tujuan bernegara, yang salah satunya ialah mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak boleh kendur, apalagi mundur. Asa itu muncul dari anak-anak cendekia Madura dan tentunya pula dari anak-anak muda lainnya di negeri ini....