Satgas BLBI akan terus memburu aset terkait BLBI lainnya setelah menyita aset tanah di berbagai daerah hari ini. Satgas BLBI diberi waktu tuntaskan penagihan piutang BLBI senilai Rp 110,45 triliun hingga akhir 2023.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau Satgas BLBI akan terus menagih utang dan mengejar aset milik obligor dan debitor BLBI. Aset diduga tidak hanya di Indonesia, tetapi juga disimpan di luar negeri. Untuk mengoptimalkan perburuan aset, Kejaksaan Agung meminta agar Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset segera disahkan.
Setelah memanggil sejumlah debitor BLBI untuk melunasi utang 22 tahun lalu, Satuan Tugas (Satgas) BLBI mulai menyita aset mereka di berbagai daerah, Jumat (27/8/2021). Satgas menyita 49 bidang tanah seluas 5.291.200 meter persegi di Medan, Pekanbaru, Tangerang, dan Bogor.
Secara simbolis, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan selaku Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD, kemudian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, dan Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto hadir di penyitaan aset di Karawaci, Kabupaten Tangerang.
Di lokasi itu, pemerintah menyita 44 bidang tanah seluas 251.992 meter persegi, yang merupakan aset atas nama Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Mahfud mengatakan, aset tersebut milik eks debitor BLBI, yaitu Bank Lippo Grup. Aset telah diserahkan kepada BPPN untuk digunakan sebagai pengurang utang BLBI. Namun, kondisi terkini, aset telah dimanfaatkan oleh pihak ketiga tanpa izin dari Kementerian Keuangan selaku pemilik.
Mahfud menjelaskan, penyitaan aset merupakan langkah awal dari pemulihan hak tagih terhadap piutang negara dari para obligor dan debitor BLBI. Aset tersebut sebelumnya telah diakui dalam akta pengakuan utang atau master recognition agreement atau aset settlement.
Dia menekankan bahwa penyelesaian hak tagih utang BLBI akan diselesaikan dengan efektif dan efisien agar ada kepastian hukum. Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021, Presiden memberi waktu kepada Satgas BLBI untuk menyelesaikan penagihan piutang BLBI senilai total Rp 110,45 triliun hingga Desember 2023.
”Total aset yang dikuasai negara dalam akta pengakuan utang para obligor dan debitor sebanyak 1.672 bidang tanah dengan luas total lebih kurang 15,2 juta meter persegi. Pemerintah berharap obligor dan debitor bisa menyelesaikan utangnya kepada negara,” kata Mahfud.
Mahfud juga menegaskan bahwa proses yang ditempuh pemerintah dalam hak tagih negara atas piutang BLBI menggunakan proses hukum perdata. Sebab, hubungan antara debitor dan obligor dengan negara adalah hubungan perdata sesuai dengan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang telah inkrah. MA dalam perkara Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung menetapkan kasus BLBI bukanlah perkara pidana korupsi. Dengan demikian, hubungan antara BPPN dan para obligor atau debitor adalah hubungan dalam kerangka hukum perdata.
”Negara akan berusaha menagih dan menyelesaikan piutang BLBI dengan proses hukum perdata. Namun, bukan tidak mungkin jika dalam perjalanannya bisa menjadi tindak pidana, misalnya pemberian keterangan palsu, pengalihan aset sah milik negara, penyerahan dokumen palsu, dan sebagainya sehingga bisa jadi hukum pidana,” papar Mahfud.
Klarifikasi Lippo
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, lahan yang dieksekusi itu adalah aset jaminan atau collateral dari debitor BLBI. Pada saat BLBI dikucurkan, Lippo Grup adalah bagian dari obligor atau debitor yang meminjam uang dari obligor BLBI. Baik debitor maupun obligor sama-sama memiliki kewajiban untuk membayar utang kepada negara karena di masa lampau telah diselamatkan melalui kucuran dana BLBI.
”Aset-aset yang sedang kita coba untuk ambil alih ini sebagian adalah collateral dari pinjaman debitor. Tanah yang jadi bagian Lippo Karawaci ini adalah milik entah dari obligor atau debitor BLBI sebelumnya,” papar Sri Mulyani.
Sementara itu, secara terpisah, Pejabat Komunikasi Perusahaan PT Lippo Karawaci Grup Danang Kemayang Jati mengklarifikasi bahwa lahan yang disita sebenarnya sudah dimiliki secara hukum dan dikuasai pemerintah melalui Departemen Keuangan sejak 2001. Kepemilikan lahan itu terkait dengan bank-bank yang diambil alih pemerintah yang mendapatkan kucuran dana BLBI melalui BPPN.
Danang juga mengatakan bahwa tidak ada perusahaan di Lippo, termasuk Bank Lippo, yang pernah mendapatkan dana BLBI. Dengan demikian, tidak benar jika dikatakan ada penyitaan aset yang dikaitkan dengan Lippo sebagai obligor BLBI dahulu ataupun sekarang.
”Bahwa di antara aset-aset yang dikonsolidasikan di dalam satgas tersebut ada yang terletak di sekitar permukiman yang disebut Lippo Karawaci adalah sesuatu hal yang wajar. Namun, pemberitaan yang seolah-olah aset dikaitkan dengan Lippo sebagai obligor BLNI tidak benar,” kata Danang melalui keterangan pers.
RUU perampasan aset
Setia Untung Arimuladi mengatakan, penyelesaian piutang negara dilakukan dengan langkah komprehensif karena rawan menuai gugatan. Kejaksaan Agung telah mengutus 12 jaksa pengacara negara yang kompeten dan teruji untuk menagih piutang negara dalam BLBI. Sebanyak 48 debitor atau obligor juga telah dipanggil untuk membayar utang mereka.
Selain itu, Satgas juga memburu aset BLBI hingga ke luar negeri. Perburuan aset ke luar negeri itu memiliki kendala perbedaan yurisdiksi sehingga ada berbagai masalah yang harus diselesaikan, seperti masalah perpajakan, kerja sama internasional, gugatan keperdataan, dan pembekuan aset.
”Oleh karena itu, Kejaksaan Agung mendorong agar pengesahan RUU Perampasan Aset segera dilakukan sehingga ada dasar hukum yang mengatur kejahatan ekonomi, baik sebelum maupun setelah persidangan,” kata Setia.
Ketua Pelaksana Satgas BLBI Rionald Silaban menambahkan, perburuan aset BLBI sementara akan difokuskan ke dalam negeri. Satgas mempercayai, aset yang berada di dalam negeri masih banyak yang bisa ditemukan. Adapun aset yang berada di luar negeri sebagian besar diduga disimpan di Singapura. Oleh karena itu, Satgas juga berkoordinasi dengan Kedutaan Besar Indonesia di Singapura untuk menelusurinya.