Saatnya Meneladan Kepercayaan Diri Gus Dur dalam Berpolitik
Banyak hal yang dapat diteladani dari sikap dan pemikiran Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, salah satunya sikap percaya diri dalam berpolitik.
Oleh
Iqbal Basyari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengajak masyarakat meneladani sikap percaya diri dalam berpolitik Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur. Ajaran Gus Dur itu telah menjadi warisan kultural yang kuat di masyarakat.
”Gus Dur selalu menunjukkan bahwa rasa percaya diri dengan kekayaan kultural, ajaran norma cukup kuat untuk modal berjuang di jalur politik," ujar Muhaimain pada acara Haul Ke-12 Gus Dur yang digelar secara virtual, Minggu (22/8/2021) malam.
Selain Muhaimin, hadir dalam acara haul itu, antara lain, KH Dimyati Rois atau Mbah Dim, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, serta Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Gus Dur selalu menunjukkan bahwa rasa percaya diri dengan kekayaan kultural, ajaran norma cukup kuat untuk modal berjuang di jalur politik.
Muhaimin menceritakan, banyak pihak yang merasa kurang percaya diri melihat Orde Baru dan realitas marginal yang membuat masyarakat kurang bisa berekspresi. Sejumlah pihak akhirnya meragukan kekuatan kelompok-kelompok, seperti forum demokrasi, kajian-kajian yang dilakukan Gus Dur, dan kekuatan Nahdlatul Ulama. Namun, Gus Dur selalu bisa meyakinkan masyarakat untuk tetap percaya dengan aktivitas yang dijalankan.
”Mereka (pemerintah) tidak tahu urusan. Kita-lah yang tahu urusan. Itu mengajarkan rasa percaya diri yang kini jadi warisan kultural yang kuat di masyarakat,” ucapnya.
Dalam konteks saat ini, lanjut Muhaimin, ajaran itu perlu diteladani dengan ikut terlibat dan menjadi bagian dari solusi atas permasalahan bangsa, salah satunya pandemi Covid-19. Pemerintah perlu mengajak masyarakat berpartisipasi dan masyarakat pun perlu terlibat dalam penanganan pandemi Covid-19. Politik partisipatoris yang inklusif dan melibatkan semua kalangan perlu diperkuat karena menjadi kekuatan yang luar biasa dalam mengatasi pandemi.
Begitu pula politik kesejahteraan yang inklusif perlu diperkuat karena semua pihak juga tidak bisa hanya bergantung kepada pemerintah. Partisipasi masyarakat diperlukan agar negara bisa maju bersama-sama dengan rakyatnya.
”Gus Dur telah memberikan satu rute tentang keterlibatan semua pihak dalam mengatasi semua ini. Ini membuat kita makin percaya diri bisa mengatasi pandemi dan menyukseskan pembangunan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu.
Sementara Mahfud MD mengungkapkan, Gus Dur memiliki pemikiran yang sangat mendalam tentang hubungan negara dan agama di Indonesia. Gus Dur memperjuangkan Islam sebagai substansi sehingga terus membawa nilai-nilai islami dalam berpolitik.
”Bahwa agama adalah kemanusiaan, kejujuran, tegaknya hukum, antikorupsi, dan pemimpin yang jujur, dapat dipercaya menyampaikan dan cerdas. Itu tidak usah disebut sebagai kepemimpinan Islam, tetapi islami,” katanya.
Di zaman Gus Dur pula, lanjut Mahfud, warna islami dan ekspresi keislaman terlihat di kantor-kantor pemerintahan hingga ke Istana. Saat itu, kegiatan pengajian mulai bisa digelar di kantor-kantor. Begitu juga dengan salam dalam Islam mulai diperkenalkan.
”Di era Gus Dur, Islam menjadi kebiasaan yang tecermin dalam budaya dan perilaku,” kata Mahfud.
Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Setelah kabar wafatnya cucu pendiri Nahdlatul Ulama itu tersebar luas, para tokoh agama, politisi, menteri, pejabat negara, hingga rakyat biasa berbondong-bondong ke RSCM untuk memberikan penghormatan kepada Gus Dur. Tak hanya tokoh Islam, tokoh agama lain juga datang ke RSCM.