Badan Pengkajian MPR, Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, dan pakar dari berbagai lembaga masih mengkaji soal Pokok-pokok Haluan Negara yang rencananya dimasukkan dalam konstitusi. Kajian ditargetkan tuntas awal 2022.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana amendemen konstitusi yang diungkapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat masih dalam tahap kajian oleh Badan Pengkajian MPR. Kajian untuk melihat kemungkinan dimasukkannya ketentuan mengenai pokok-pokok haluan negara melalui amendemen konstitusi.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid mengatakan, wacana amendemen yang belakangan ini mengemuka adalah hasil rekomendasi dari MPR periode sebelumnya. Sekalipun demikian, sampai saat ini belum ada kepastian sikap dari setiap partai terkait amendemen konstitusi, terkecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam kongres yang dilakukan 2019.
Namun, untuk fraksi-fraksi lain di MPR, menurut Jazilul, belum ada satu pun partai yang menyetujui amendemen konstitusi itu karena memang hingga kini belum sampai pada tahap pengambilan keputusan.
”Namun, saya lihat kecil kemungkinan akan dilakukan amendemen karena rakyat tidak butuh itu, Apalagi yang rakyat perlukan ialah kesehatan yang terjaga, dapat mengatasi Covid-19, sehingga amendemen bukan menjadi kebutuhan mendesak. Itu persis yang PKB sampaikan juga. Amendemen belum menjadi sesuatu yang mendesak di era Covid-19,” kata Jazilul saat menjadi penanggap survei Foxpoll, Senin (23/8/2021), secara daring.
Sampai saat ini pun MPR hanya mengajukan wacana amendemen konstitusi itu sebagai bahan kajian oleh Badan Pengkajian MPR. Namun, masih terbuka kemungkinan wacana itu disetujui ataupun tidak disetujui oleh anggota fraksi dan kelompok di MPR. Sebab, terkait usulan masuknya Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN), masih ada dua pemahaman atau pendapat yang berbeda di antara fraksi-fraksi dan kepentingan di MPR.
”Ada dua mazhab mengenai PPHN ini. Ada mazhab yang menilai PPHN itu bisa diatur tanpa melalui perubahan konstitusi, tetapi melalui undang-undang. Namun, ada mazhab lainnya yang menilai aturan soal PPHN ini harus melalui amendemen UUD 1945,” katanya.
Oleh karena itu, wacana lain terkait dengan masa jabatan presiden tiga periode, atau perpanjangan jabatan presiden, itu sama sekali tidak ada kaitannya. Namun, Jazilul mempertanyakan kemungkinan apabila pada 2024 pandemi Covid-19 belum juga bisa diatasi dan Pemilu 2024 harus tetap dilakukan.
”Pemilu 2024 tidak mungkin ditunda menurut konstitusi, karena masa jabatan presiden cuma lima tahun. Namun, bagaimana kalau keadaan Covid-19 belum teratasi, itu saja yang saya tanyakan. Bukan perpanjang atau tambah menjadi tiga periode,” katanya.
Jazilul menegaskan, amendemen saat ini bukan perkara yang mendesak. Selain itu, diperlukan tenaga yang kuat dan kehendak rakyat yang kuat untuk melakukan amendemen. Tanpa kedua hal itu, amendemen tidak mungkin dilakukan. ”Ini baru sebatas kajian dan wacana yang akan diputuskan partai-partai dan fraksi di MPR, termasuk DPD,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan memastikan amendemen konstitusi tidak akan terjadi sampai Pemilu 2024. Oleh karena itu, semua pihak diminta untuk tidak khawatir terlalu berlebihan terhadap wacana amendemen tersebut.
Amendemen konstitusi membutuhkan energi besar bangsa, dan isu-isu dalam amendemen itu akan dikawal oleh PAN agar tetap selaras dengan tujuan Reformasi.
”Tidak usaha khawatir. Tidak akan terjadi amendemen. Tidak akan terjadi. Kalau mungkin terjadi, waktu Zulkifli Hasan menjadi ketua MPR, tetapi itu tidak terjadi. Sampai pemilu yang akan datang, amendemen tidak akan terjadi. Oleh karena itu, tidak usah khawatir berlebihan,” ucap Zulkifli dalam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-23 PAN, Senin.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, Badan Pengkajian MPR bekerja sama dengan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, dengan melibatkan pakar dan akademisi dari berbagai lembaga sedang menyelesaikan kajian mengenai PPHN. Kajian PPHN itu diharapkan selesai pada awal tahun 2022.
Ia menegaskan, kalaupun amendemen dilakukan, tidak akan sampai melebar ke isu lain. ”Dalam Ayat (2) Pasal 37 UUD 1945 dijelaskan pula bahwa setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditujukan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. Disetujui atau tidaknya amendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN akan sangat tergantung dinamika politik yang berkembang serta keputusan partai politik dan kelompok DPD,” ujarnya.
”Perjalanan masih panjang. Jadi, tidak usah marah-marah, apalagi sampai kebakaran jenggot. Sebab, MPR saat ini hanya melaksanakan tugas konstitusional yang menjadi rekomendasi MPR periode sebelumnya,” tambah Bambang.