Hakim Batalkan Dakwaan 13 Korporasi Terkait Kasus Jiwasraya, Jaksa Siapkan Perlawanan
Kejaksaan akan melakukan perlawanan terhadap putusan sela Pengadilan Tipikor Jakarta yang membatalkan dakwaan terhadap 13 korporasi dalam kasus Jiwasraya. Kejaksaan punya waktu tujuh hari sejak putusan diterima.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum mempertimbangkan memperbaiki surat dakwaan atau mengajukan keberatan terhadap putusan sela Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Langkah itu diambil menanggapi yang membatalkan dakwaan terhadap 13 perusahaan manajer investasi dalam kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Sebelumnya, majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta melalui putusan sela nomor 35 pada 16 Agustus 2021 menyatakan menerima keberatan atau eksepsi berkas perkara yang diajukan penasihat hukum terdakwa nomor 1, terdakwa nomor 6, terdakwa nomor 9, terdakwa nomor 10, dan terdakwa nomor 12. Putusan tersebut juga menyatakan bahwa surat dakwaan nomor 10 tanggal 21 Mei batal demi hukum. Majelis hakim kemudian memerintahkan agar perkara tersebut tidak diperiksa lebih lanjut.
Terhadap putusan sela tersebut, kejaksaan menyatakan akan melakukan perlawanan. Hal tersebut diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Bima Suprayoga dalam konferensi pers daring, Rabu (18/8/2021).
Bima mengatakan, dari putusan sela tersebut, pertimbangan yang diambil tidak terkait dengan materi surat dakwaan, tetapi mengenai penggabungan 13 berkas perkara sebagai satu dakwaan. Adapun ke-13 korporasi tersebut secara berurutan adalah PT Dhanawibawa Management Investasi yang sekarang menjadi PT Pan Arcadia Capital, PT Oso Management Investasi, PT Pinnacle Persada Investama, PT Millenium Capital Management yang sebelumnya bernama PT Millenium Danatama Indonesia, dan PT Prospera Asset Management.
Berikutnya ialah PT MNC Asset Management yang sebelumnya bernama PT Bhakti Asset Management, PT Maybank Asset Management yang sebelumnya bernama PT GMT Aset Manajemen atau PT Maybank GMT Asset Management, PT GAP Capital, PT Jasa Capital Asset Management yang sebelumnya bernama PT Prime Capital, PT Pool Advista Manajemen yang sebelumnya bernama PT Kharisma Asset Management, PT Corfina Capital, PT Treasure Fund Investama, dan terakhir PT Sinarmas Asset Management.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Kejagung juga menetapkan 13 korporasi manajer investasi sebagai tersangka. Korporasi tersebut didakwa telah menyepakati dan melaksanakan pengelolaan instrumen keuangan yang dikendalikan oleh para pihak yang menjadi terdakwa kasus tersebut.
”Dalam surat putusan sela tersebut, materi dakwaan tidak termasuk, tetapi hanya mempermasalahkan penggabungan 13 berkas perkara,” kata Bima.
Menurut majelis hakim, lanjut Bima, penggabungan 13 berkas perkara menjadi satu itu dinilai dapat menyulitkan hakim. Selain itu, penggabungan perkara bertentangan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Hingga saat ini, menurut Bima, jaksa penuntut umum belum menerima putusan sela secara lengkap. Pihaknya juga berupaya agar putusan yang lengkap segera dapat diterima.
Terhadap putusan tersebut, penuntut umum berencana memperbaiki surat dakwaan untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan kembali atau mengajukan upaya hukum berupa keberatan ke pengadilan tinggi sesuai dengan Pasal 156 Ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Jaksa memiliki waktu tujuh hari sejak putusan sela yang lengkap diterima. Namun, Bima menolak menyampaikan rencana yang hendak dipilih karena hal tersebut merupakan strategi jaksa.
”Karena putusan sela hanya menyatakan masalah penggabungan berkas perkara, maka status 13 manajer investasi ini masih sebagai terdakwa,” ujar Bima.
Menurut Leonard, jaksa penuntut umum telah menjalankan tugasnya secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan dalam perkara tersebut. Alasan ke-13 berkas perkara digabungkan menjadi satu karena tiap berkas saling terkait satu dengan yang lain. Selain itu, saksi-saksi, alat bukti lain, dan barang bukti lain yang nantinya diperiksa di persidangan juga memiliki keterkaitan.
”Dan, jaksa mempertimbangkan penggabungan ini sesuai prinsip sederhana, cepat, dan biaya ringan. Bayangkan satu saksi akan diperiksa pada 13 persidangan untuk hal yang sama,” kata Leonard.
Secara terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, dalam dakwaan setidaknya mengandung kejelasan berupa siapa melakukan apa dan didakwa pasal apa. Ketika beberapa peristiwa digabungkan, kemungkinan ketidakjelasan siapa melakukan apa dapat terjadi.
”Kejahatan itu yang paling mungkin adalah orang satu melakukan beberapa kejahatan dan dengan demikian berkas perkaranya mungkin untuk disatukan. Namun, kalau ada beberapa orang yang melakukan beberapa perbuatan berbeda, tidak bisa digabungkan atau sebaliknya hanya digabungkan untuk perbuatan yang sama,” tutur Fickar.
Terkait pembatalan dakwaan terhadap 13 perusahaan manajer investasi tersebut, lanjut Fickar, bisa jadi majelis hakim menjadi sulit membedakan antara satu pelaku dengan lainnya atau membuat dakwaan menjadi kabur. Di sisi lain, tindak pidana yang didakwakan itu merupakan pidana ekonomi yang rumit.
Menurut Fickar, asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan mesti dilakukan agar sebuah perkara tidak berlarut-larut. Namun, asas tersebut tidak boleh mengaburkan kepastian hukum. Jika kemudian surat dakwaan yang digabungkan membuat tidak jelas siapa melakukan apa, hal itu berarti kepastian hukum tidak tercapai.
”Kalau tidak ada kepastian hukum, maka pasti akan menyebabkan rasa keadilan tidak terpenuhi atau tercapai. Mungkin itu dasar hakim menolak dakwaan,” ujar Fickar.