Publik Desak DPR dan Pemerintah Akhiri Kebuntuan RUU Perlindungan Data Pribadi
Setelah mandek, DPR akan meneruskan lagi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi yang belum tuntas dalam lima kali masa sidang. Harapannya, perbedaan sikap atas status independensi badan pengawas menemukan titik temu.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat kembali memperpanjang pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang belum tuntas dalam lima kali masa sidang. Komitmen pemerintah untuk mendengarkan suara DPR dan rakyat dinantikan agar kebuntuan pembahasan bisa diselesaikan.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Badan Musyawarah DPR telah memutuskan perpanjangan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) sehingga dalam masa sidang ini bisa dibahas. Dengan demikian, Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR bisa kembali melanjutkan pembahasan yang sempat terhenti pada masa sidang lalu.
”Menurut laporan Komisi I DPR, pembahasannya tinggal sedikit lagi. Memang banyak libur di masa sidang kemarin yang menyebabkan pembahasan tertunda,” katanya di Jakarta, Rabu (18/8/2021).
Pembahasan RUU PDP telah dilakukan dalam lima kali masa sidang dan kini masuk ke masa sidang ke-6. Dalam pembahasan di masa sidang sebelumnya, pembahasan buntu karena DPR dan pemerintah berbeda sikap dalam menentukan status independensi otoritas pengawas perlindungan data pribadi.
Menurut laporan Komisi I DPR, pembahasannya tinggal sedikit lagi. Memang banyak libur di masa sidang kemarin yang menyebabkan pembahasan tertunda. (Sufmi Dasco Ahmad)
Pemerintah yang diwakili Kementerian Komunikasi dan Informatika menginginkan agar badan atau otoritas itu berada di bawah Kemenkominfo, sementara DPR menginginkan badan tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pada konsinyering akhir Juni lalu, sebenarnya pemerintah dan DPR sempat sepakat badan itu di bawah Presiden. Namun, pada hari terakhir konsinyering, pemerintah kembali kepada definisi badan independen di bawah Kemenkominfo, yang berbeda dengan kesepakatan sebelumnya. Dengan demikian, belum ada titik temu yang dapat diambil dalam konsinyering antara pemerintah dan DPR tersebut.
Anggota Panitia Kerja RUU PDP Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, mengatakan, pembahasan lanjutan mengenai RUU PDP belum dijadwalkan. Pihaknya menunggu kepastian dari Kemenkominfo untuk kesediaannya melanjutkan pembahasan RUU usulan pemerintah tersebut.
”Utamanya soal posisi lembaga pengawas perlindungan data pribadi. Kalau masih tetap kukuh berada di bawah kementerian, artinya mereka tidak ingin RUU PDP selesai,” katanya.
Menurut dia, pemerintahlah yang akan merugi jika RUU PDP tidak segera disahkan. Sebab, saat ini volume transaksi digital di Indonesia sangat besar, tetapi pendapatan dari sektor ini masih sangat kecil. Kehadiran UU PDP dan lembaga pengawas independen diyakini dapat mengoptimalkan pendapatan dari sektor ini untuk masuk ke kas negara.
Solusinya ada di pemerintah. Kami ingin, demi kebaikan yang lebih luas, lembaga itu memang harus independen di bawah Presiden, bukan di bawah kementerian. (Sukamta)
”Solusinya ada di pemerintah. Kami ingin, demi kebaikan yang lebih luas, lembaga itu memang harus independen di bawah Presiden, bukan di bawah kementerian,” ujar Sukamta.
Sementara Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo sekaligus Ketua Tim Panja RUU PDP Pemerintah Samuel A Pangarepan mengatakan, kementerian menunggu jadwal dari Komisi I DPR untuk melanjutkan pembahasan.
Satu suara dengan Presiden
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar mengatakan, komitmen politik dari Ketua DPR Puan Maharani yang secara eksplisit menyinggung soal prioritas penyelesaian RUU PDP saat membuka masa sidang 16 Agustus lalu diharapkan bisa mempercepat penuntasan RUU tersebut. Negosiasi antara pimpinan DPR dan pimpinan fraksi dengan Presiden Joko Widodo bisa segera dilakukan untuk memecah kebuntuan terkait otoritas lembaga pengawas.
Ia mengingatkan, Menkominfo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Menteri Dalam Negeri yang mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU PDP mesti bertindak dalam kapasitas sebagai wakil dari Presiden. Maka, dalam menentukan keputusan, mereka harus sejalan dengan sikap Presiden.
Ini yang kemudian menjadi pertanyaan saya. Apakah sebenarnya sikap pemerintah ketika terjadi kebuntuan dalam pembahasan yang terakhir sudah mencerminkan sikap dari Presiden atau belum? Atau jangan-jangan belum ada komunikasi antara menteri dan Presiden? (Wahyudi Djafar)
”Ini yang kemudian menjadi pertanyaan saya. Apakah sebenarnya sikap pemerintah ketika terjadi kebuntuan dalam pembahasan yang terakhir sudah mencerminkan sikap dari Presiden atau belum? Atau jangan-jangan belum ada komunikasi antara menteri dan Presiden?” ujarnya.
Sebelum proses pembahasan lanjutan, menurut Wahyudi, akan lebih baik menteri-menteri yang ditugaskan sebagai panja pemerintah melaporkan prosesnya kepada Presiden. Setelah itu, Presiden bisa memutuskan sikap pemerintah seperti apa, terutama dalam konteks pembentukan otoritas perlindungan data.
”Yang harus dipastikan, sikap, pandangan, dan pilihan politik Presiden diterjemahkan oleh menterinya. Menteri itu bertindak sesuai arahan Presiden, bukan mengambil sikap sendiri yang berbeda dengan pandangan Presiden,” katanya.
Jika melihat situasi sekarang di mana mayoritas fraksi dan publik menghendaki lembaga otoritas independen, mestinya bisa menjadi argumen awal ketika ada proses pembicaraan dengen Presiden. Sebanyak hampir 5.000 orang pun telah menandatangani petisi agar DPR dan Presiden segera mengesahkan RUU PDP dengan otoritas pengawas PDP yang independen. Petisi itu diinisiasi oleh Koalisi Advokasi Pelindungan Data Pribadi.