Ketua MPR: Jangan Lagi Ada Narasi Kontraproduktif yang Ganggu Fokus Hadapi Pandemi
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengajak seluruh masyarakat Indonesia mendukung kebijakan pemerintah menghadapi pandemi Covid-19. Ia berharap tidak ada lagi narasi-narasi kontraproduktif yang dapat mengganggu fokus bangsa.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sidang tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengajak seluruh masyarakat Indonesia mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19. Pimpinan MPR juga menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia yang telah menunjukkan kepedulian sosialnya dan berkontribusi dalam penanganan pandemi Covid-19.
Sidang tahunan MPR yang digelar di Kompleks Parlemen di Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021), dihadiri secara terbatas oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di lokasi, sedangkan sebagian besar anggota DPR dan DPD menghadiri kegiatan tersebut secara virtual.
Seperti konvensi ketatanegaraan yang telah lama dianut, sidang tahunan MPR itu juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Keduanya hadir secara khusus mengenakan pakaian adat. Presiden mengenakan busana adat suku Badui, sedangkan wapres mengenakan baju adat Melayu.
Dalam pidatonya, Bambang mengatakan, selama dua tahun terakhir, bangsa Indonesia diuji oleh pandemi Covid-19 yang tidak hanya menimbulkan persoalan kesehatan, tetapi juga memberikan dinamika pada persoalan ideologi, ekonomi, sosial budaya, bahkan pertahanan dan keamanan negara. Pandemi juga memaksa setiap warga beradaptasi pada cara-cara kerja baru, termasuk di bidang pendidikan.
Merespons kondisi ini, pemerintah dinilai telah melakukan langkah-langkah tepat menangani dampak sosial akibat Covid-19. ”Terhadap upaya-upaya pemerintah beserta dampaknya, kami sangat mendukung sepenuhnya. Realokasi APBN dalam bentuk perlindungan sosial, refocussing anggaran kesehatan, bantuan langsung tunai, pemberian insentif usaha, dan potongan tarif PLN adalah langkah tepat menghadapi dampak sosial akibat Covid-19,” ucapnya.
Oleh karena itu, Bambang mengajak seluruh masyarakat Indonesia mendukung kebijakan pemerintah. Dengan demikian, ia menggarisbawahi agar tidak ada lagi pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19, pemalsuan tes vaksin dan PCR, penimbunan oksigen dan peralatan kesehatan, serta narasi-narasi kontraproduktif lainnya yang dapat mengganggu fokus bangsa dalam menangani Covid-19.
”Kami sampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada pemerintah atas kerja kerasnya dalam perlindungan hak-hak konstitusional seluruh warga negara Indonesia. Kami juga sampaikan apresiasi kepada Satuan Tugas Covid-19. Jajaran TNI dan kepolisian, serta pihak lainnya yang telah berkontribusi dalam upaya pengendalian dan penanganan Covid-19,” katanya.
Dalam menghadapi pandemi, MPR juga merasakan kuatnya jati diri bangsa Indonesia. Hal itu ditunjukkan melalui kepedulian sosial, baik individu maupun kelompok, perusahaan, kampus, komunitas masyarakat, dan relawan-relawan individu yang semuanya bersinergi dan berkolaborasi dalam menangani Covid-19.
Sementara itu, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti mengatakan, pandemi memberikan hikmah di berbagai bidang. Pandemi menunjukkan kekurangan yang harus dibenahi oleh Indonesia.
”Di setiap musibah ada hikmah. Hikmah terbesar kita sebagai bangsa ialah kita jadi mengetahui kelemahan fundamental yang selama ini tidak kita ketahui. Inilah titik awal bangsa ini ke depan. Dengan pandemi ini, kita melihat ketahanan sektor kesehatan kita, yakni dengan RS yang nyaris kolaps, fasilitas kesehatan dan alat medis yang kekurangan di sana-sini, serta kualitas kesehatan masyarakat kita yang rentan dengan komorbid,” ucapnya.
Kelemahan lain yang juga patut untuk diwaspadai ialah di sektor pendidikan, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan data penduduk penerima bantuan. Semua kelemahan itu semestinya di masa depan dapat ditangani, dan menjadi batu lompatan di masa depan untuk melahirkan imajinasi dan revolusi pemikiran baru.
Presiden Jokowi dalam pidatonya mengatakan, krisis, resesi, dan pandemi seperti api. Jika hal itu bisa dihindari, sebaiknya dihindari sebisa mungkin. Api memang bisa membakar, tetapi sekaligus menerangi. Sepanjang api itu terkendali, dia dapat menginspirasi dan memotivasi.
”Dia menyakitkan tetapi juga bisa menguatkan. Kita ingin pandemi ini menerangi kita untuk mawas diri memperbaiki diri dan menguatkan diri kita dalam menghadapi tantangan masa depan,” katanya.
Pandemi juga memaksa seluruh elemen masyarakat mencoba cara-cara baru, seperti mengikuti pendidikan jarak jauh, bekerja dari rumah, dan mengenakan masker. Hal lain yang dirasakan selama pandemi ialah penguatan kelembagaan, kesadaran, dan partisipasi, serta kegotongroyongan masyarakat yang menguat luar biasa.
”Dari sisi masyarakat, kesadaran terhadap kesehatan semakin tinggi, kebiasaan memakai masker telah menjadi kesadaran baru, gaya hidup sehat, berolahrga, dan mengonsumsi makanan bernutrisi menjadi semakin tinggi. Kesadaran dan antusiasme masyarakat untuk divaksin dan memperoleh layanan kesehatan, pengobatan, dan saling peduli yang semakin tinggi. Pandemi telah mengajarkan kesehatan adalah agenda bersama. Pandemi menguatkan institusi sosial di masyarakat, dan semakin memperkuat modal sosial kita,” ucap Presiden.
Dorong PPHN
Selain mengungkapkan optimisme menangani pandemi, ketua MPR, ketua DPD, dan presiden juga mengemukakan dorongan terhadap pembentukan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Bambang mengatakan, pihaknya telah mendapatkan aspirasi dan masukan dari berbagai pihak tentang perlunya pokok-pokok haluan negara yang bersifat filosofis, dan arahan dalam pembangunan nasional.
”Keberadaan PPHN yang sifatnya arahan tak akan mengurangi kewenangan pemerintah, baik yang sifatnya jangka panjang, menengah, maupun pendek. PPHN itu akan jadi payung ideologi dan filosofis bagi Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), RPJP, dan RPJM yang sifatnya lebih teknokratis,” kata Bambang.
Untuk mewadahi PPHN itu, menurut Bambang, diperlukan perubahan terbatas terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Khususnya pada penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN. Proses perubahan UUD 1945, sesuai dengan Pasal 37 UUD 1945, memiliki persyaratan dan mekanisme yang ketat.
Oleh karena itu, perubahan UUD hanya dapat dilakukan terhadap pasal yang akan diubah dengan alasan yang kuat. ”Dengan demikian, perubahan terbatas tidak memungkinkan pembukaan kotak pandora eksesif terhadap pasal-pasal lainnya,” ucap Wakil Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
La Nyalla juga menyatakan dukungannya terhadap amendemen terbatas konstitusi. Menurut dia, pandemi dan era disruptif di hampir semua lini saat ini mesti dihadapi dengan kebijakan nyata dan fundamental oleh eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, DPD mendukung adanya PPHN dalam konstitusi.
”Karena melalui PPHN, kita harus mampu merumuskan kedaulatan energi, kemandirian pangan, ketahanan sosial ekonomi, dan pertahanan keamanan, termasuk kesejahteraan dan kemakmuran di seluruh Indonesia,” katanya.
Menyoal rencana menghadirkan PPHN di dalam konstitusi, Presiden Jokowi mengatakan, pemerintah mengapresiasi rencana itu. ”Agenda MPR untuk mengkaji substansi dan bentuk hukum PPHN juga perlu diapresiasi untuk melandasi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan lintas kepemimpinan,” kata presiden.