MK Mulai Periksa Sengketa Pilkada Jilid II Boven Digoel
MK mulai menyidangkan perselisihan hasil pilkada Kabupaten Boven Digoel pada Jumat (13/8/2021) kemarin. Sebelumnya, MK telah mendiskualifikasi salah satu pasangan calon di pilkada itu.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi mulai menyidangkan sengketa hasil pilkada Kabupaten Boven Digoel, Papua, setelah pemungutan suara ulang, pada Jumat (13/8/2021). Meskipun selisih perolehan suara tinggi, yaitu 9,55 persen, pasangan calon Martinus Wagi-Isak Bangri, mendalilkan kecurangan terstruktur, sistematis, masif yang dilakukan oleh paslon lain.
Ini merupakan perselisihan hasil pilkada jilid II. Sebelumnya MK mendiskualifikasi salah satu paslon dan memerintahkan pemungutan suara ulang di Kabupaten Boven Digoel. Paslon yang didiskualifikasi adalah Yusak Yaluwo-Yakob Weremba karena belum menjalani masa jeda lima tahun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan akibat terjerat kasus korupsi. MK juga memerintahkan PSU tanpa diikuti pasangan tersebut.
Ini merupakan perselisihan hasil pilkada jilid II. Sebelumnya MK mendiskualifikasi salah satu paslon dan memerintahkan pemungutan suara ulang di Kabupaten Boven Digoel.
Kini, setelah pemungutan suara ulang, sengketa hasil pilkada kembali diajukan ke MK. Paslon nomor urut 3 Martinus-Isak menilai ada kecurangan TSM yang terjadi pada saat pemungutan suara ulang. Kecurangan yang dimaksud di antaranya adalah lokasi TPS pemilih tidak sesuai dengan alamat tempat tinggal. Selain itu, juga ditemukan kasus tidak terdistribusikannya form pemberitahuan pemungutan suara yang diduga menyebabkan hilangnya hak konstitusional rakyat untuk menggunakan hak pilihnya. Akibatnya, tingkat partisipasi pemilih di TPS tersebut menjadi lebih rendah.
”Para pemilih kesulitan menemukan tempat pemungutan suara (TPS) karena alamat TPS diacak oleh termohon (KPU) pada hari pemungutan suara. Ini menyebabkan partisipasi pemilih rendah,” ujar kuasa hukum pemohon Baharudin Farawoman.
Baharudin menjelaskan, terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan itu, pemohon sebenarnya sudah melapor ke KPU dan Bawaslu. Pemohon mengajukan keberatan melalui saksi di TPS pada rapat rekapitulasi hasil suara tanggal 24 Juli 2021. Hasil dari pemungutan suara ulang di Distrik Jair itu, lebih banyak orang yang tidak menggunakan hak pilihnya. Dari total suara DPR Distrik Jair 11.993 pemilih, hanya 2.538 yang menggunakan hak pilih. Sisanya, 9.455 orang tidak menggunakan hak pilih.
”Termohon, yaitu KPU, telah melakukan pembiaran sehingga pemilih tidak bisa memberikan suara yang merupakan hak dasar setiap individu atau warga negara yang dijamin oleh konstitusi,” imbuh Baharudin.
Mereka meminta MK membatalkan Surat Keputusan KPU Papua tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dalam Pemungutan Suara Ulang setelah putusan MK. Mereka juga meminta agar dilakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Distrik Jair.
”Atau, apabila MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” kata Baharudin.
Pemohon di antaranya mengajukan keberatan melalui saksi di TPS pada rapat rekapitulasi hasil suara tanggal 24 Juli 2021. Hasil dari pemungutan suara ulang di Distrik Jair itu, lebih banyak orang yang tidak menggunakan hak pilih.
Majelis hakim panel Saldi Isra mempertanyakan tentang dalil lokasi pemungutan suara tidak sesuai dengan alamat tempat tinggal. Menurut Saldi, dalil itu tidak jelas dan tidak bisa dipahami. Saldi juga meminta pemohon untuk menambahkan keterangan berapa perolehan suara yang didapatkan paslon 1, paslon 2, dan paslon 3 di Distrik Jair yang dimohonkan untuk dilakukan PSU.
Namun, pemohon tidak dapat menjelaskan secara rinci berapa perolehan suara setiap paslon di Distrik Jair. KPU Boven Digoel sebagai termohon juga tidak membawa data yang diminta. Demikian juga dengan pihak terkait yang digugat, tidak tahu perolehan suara di distrik tersebut.
”Penting bagi kami untuk tahu dari awal jumlah perolehan suara setiap paslon di distrik tersebut,” kata Saldi.
Komisioner KPU Pusat Hasyim Asyari meminta kepada majelis hakim untuk diizinkan membuka kotak suara yang menjadi lokus permohonan, yaitu di Distrik Jair. Selama perselisihan hasil pilkada, kotak suara di seluruh TPS Distrik Jair masih ditutup, setelah penghitungan suara. Pembukaan kotak suara dibutuhkan untuk mempersiapkan jawaban termohon.
Ketua majelis hakim panel Aswanto mengizinkan pembukaan kotak suara, dengan syarat pembukaan surat suara itu harus disaksikan oleh KPU, Bawaslu, setiap paslon, dan didampingi oleh kepolisian.
”Untuk menghindari kecurigaan-kecurigaan, pihak pemohon dan pihak terkait harus dilibatkan saat pembukaan kotak suara,” kata Aswanto.
Sengketa pilkada Pesisir Selatan
Selain itu, MK juga menerima kembali permohonan sengketa hasil Pilkada Kabupaten Pesisir Selatan. Pemohon, yaitu pasangan Hendrajoni-Hamdanus, meminta MK memeriksa status calon bupati nomor urut 2, yaitu Rusma Yul Anwar yang pada saat pencalonan masih berstatus sebagai terpidana dengan dua putusan pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri Padang dan Pengadilan Tinggi Padang karena melanggar izin lingkungan pengrusakan mangrove.
”Setelah ada putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Padang, bahwa telah terjadi tindak pidana perusakan lingkungan ada perintah terdakwa untuk ditahan. Tetapi, faktanya, yang bersangkutan tidak ditahan. Tidak ditahannya terdakwa itu berdampak hukum yang berhubungan dengan administrasi, yaitu terbitnya SKCK, yang menjadi bagian dari syarat pencalonan,” terang kuasa hukum Muhammad Arif.
Ketua majelis hakim panel Arief Hidayat mengatakan, pada saat sengketa hasil pilkada diperiksa di MK, pihak terkait, yaitu Rusma Yul Anwar, sedang melakukan upaya hukum kasasi. Kemudian, putusan kasasi keluar pada 24 Februari 2021, atau dua hari sebelum pihak terkait dilantik menjadi Bupati Pesisir Selatan. Sekarang, Rusma sudah dilantik menjadi Bupati Pesisir Selatan.
”Posisinya, kasus itu dulu dipersoalkan memang bukan perselisihan hasil suara, tetapi pencalonan minta digugurkan karena ada cacat administrasi? Tapi, waktu itu belum ada putusan pengadilan yang bersifat inkrah karena baru sampai pengadilan tinggi,” terang Arief.
Hakim Enny Nurbaningsih juga mempertanyakan permohonan yang diajukan oleh Hendrajoni-Hamdanus. Menurut dia, pasangan itu sebelumnya sudah pernah mengajukan permohonan yang sama dan telah diputus oleh MK. Enny meminta agar pemohon melengkapi keterangan bahwa perkara itu sudah pernah diajukan dan diputus oleh MK sebelumnya.
”Jangan sampai permohonan seolah baru dan terputus. Padahal kan ini pernah diajukan sebelumnya, Anda harus jelaskan itu di surat permohonan saudara supaya hakim tidak meraba-raba seolah perkara baru,” tegas Enny. (DEA)