Elektabilitas Tokoh Politik Pemasang Baliho Masih Berada di Papan Bawah
Baliho politik ternyata belum efektif mendongkrak elektabilitas. Derajat keterpilihan tokoh-tokoh politik yang banyak tampil di baliho saat ini justru masih berada di bawah 3 persen.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Elektabilitas tokoh-tokoh politik, baik yang kini menjabat kepala daerah maupun menteri, menunjukkan perubahan yang signifikan di tengah pandemi Covid-19. Tokoh yang elektabilitasnya sempat berada di puncak malah merosot. Sebaliknya, nama-nama yang kerap berada di posisi ”bontot” mulai diperhitungkan oleh publik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah, dalam diskusi ”Pandemi dan Konstelasi Politik 2024”, Sabtu (14/8/2021), mengatakan, peran tokoh-tokoh politik dalam menangani pandemi Covid-19 sangat memengaruhi konstelasi politik di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Jika aktivitas mereka berdampak pada kepentingan publik, publik akan rela menggeser pilihannya.
”Nama-nama yang mulai dimunculkan atau mendapat respons publik mulai bergeliat. Ini karena kita sedang berada di tengah pandemi,” ujar Dedi.
Ini bisa saja menandakan, pertama, baliho-baliho yang disebar belum efektif atau belum dikenali publik. Kedua, mungkin ada perpindahan tren publik di mana mereka lebih memperhatikan aktivitas-aktivitas yang berdampak pada kepentingan publik.
Dalam diskusi yang diselenggarakan secara daring tersebut, hadir pula Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman, Wakil Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid, Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional Viva Yoga Mauladi, anggota Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Syariefuddin Hasan, serta politisi Partai Golkar Melki Laka Lena.
Berkaitan dengan survei IPO, jajak pendapat dilakukan terhadap 1.200 responden pada 2-10 Agustus 2021. Pemilihan responden menggunakan teknik multistage random sampling, dengan tingkat kepercayaan 97 persen dan derajat toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,5 persen.
Dari 20 nama yang disodorkan ke responden, empat tokoh yang mendapat elektabilitas tertinggi adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (18,7 persen), Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (16,5 persen), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (13,5 persen), dan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (9,9 persen).
Sementara, elektabilitas Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berada di posisi kelima, dengan 7,8 persen. ”Pertama kalinya Prabowo keluar dari dominasi bahkan empat besar,” kata Dedi.
Sementara itu, elektabilitas Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meningkat tajam dari 0,2 persen (April 2021) menjadi 4,7 persen. Posisi Erick mendekati Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan elektabilitas 6,2 persen.
”Ini, kan, menunjukkan bahwa Erick sebagai menteri sekaligus elite dan sesekali melakukan program-program populis, tanpa harus pasang baliho, tanpa harus promosi politik, dan juga bukan politisi, tetapi punya elektabilitas yang cukup progresif,” ucap Dedi.
Selanjutnya, Ketua Umum Golkar sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Menteri Airlangga Hartarto berada di posisi kesembilan, dengan elektabilitas 2,5 persen. Posisi Airlangga kemudian diikuti Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan di posisi kesepuluh dengan elektabilitas 1,9 persen.
Menurut Dedi, hal ini menarik karena elektabilitas Zulkifli di survei sebelumnya pada April 2021 tidak mencapai 1 persen. Keberadaan Zulkifli di peringkat 10 besar ini juga menarik jika disandingkan dengan tokoh-tokoh lain sesama petinggi parpol, seperti Airlangga ataupun Puan yang berada di posisi ke-12 dengan elektabilitas 0,9 persen.
”Ini bisa saja menandakan, pertama, baliho-baliho yang disebar (Airlangga dan Puan) belum efektif atau belum dikenali publik. Kedua, mungkin ada perpindahan tren publik di mana mereka lebih memperhatikan aktivitas-aktivitas yang berdampak pada kepentingan publik,” kata Dedi.
Adapun, ketua umum partai lain, seperti Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar elektabilitasnya masih 0,5 persen serta Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh 0,2 persen.
Tidak mempersoalkan
Habiburokhman menyampaikan, Gerindra tak mempersoalkan apabila Prabowo keluar dari dominasi empat besar. Gerindra selama ini juga tak mempersoalkan jika Prabowo berada di posisi pertama atau kedua di survei-survei lain.
”Tetapi, untuk survei, kami percaya survei yang kami lakukan sendiri dan tidak kami buka,” kata Habiburokhman.
Ia melanjutkan, berkali-kali di beberapa survei, Prabowo juga disebut-sebut menteri yang paling memuaskan kinerjanya. Namun sebenarnya, Prabowo risi dengan penyebutan itu. Menurut dia, di situasi pandemi ini, semua menteri sudah bekerja keras.
”Soal efektivitas atau dilihat atau tidak oleh publik, itu hal lain. Kita ini mau bangun kerja sama, tetapi jangan terbuai seolah-olah kita yang paling baik. Enggak akan selesai kalau satu atau dua kementerian bekerja baik kalau (kementerian) yang lain tak bisa bekerja maksimal,” ujar Habiburokhman.
Jazilul Fawaid pun menambahkan, masyarakat kini tak membutuhkan baliho atau sosialisasi, tetapi kerja nyata untuk menanggulangi dampak pandemi. Dari kerja nyata itu, publik baru akan melihat tokoh tersebut.
Untuk PKB, lanjut Jazilul, sejauh ini belum memutuskan terkait capres yang akan diusung di Pilpres 2024. Pemilihan tokoh itu harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan para kiai.
Berbagai baliho Muhaimin yang muncul saat ini, menurut Jazilul, berkaitan dengan peringatan hari lahir PKB yang jatuh pada Juli 2021. Namun, untuk baliho Muhaimin yang bernarasikan pilpres, Jazilul memastikan itu merupakan suara dari para simpatisan, bukan instruksi partai.
Sementara bagi PAN, Viva Yoga Mauladi mengatakan, dampak elektoral terhadap Zulkifli tak terlepas dari program-program kemanusiaan yang dilakukan Zulkifli maupun partai di tengah masyarakat. Selain itu, ia menduga, kenaikan elektoral itu juga disebabkan PAN yang kini sudah semakin solid sampai ke tingkat bawah, kecamatan dan desa.
”Tanpa huru-hara, semua satu komando tetapi tetap mengedepankan demokratisasi partai,” tutur Viva.
Melki Laka Lena menilai, bagi semua politisi yang sementara ini berada di eksekutif maupun legislatif, setiap hari adalah ladang kampanye. Semua cara, menurut dia, dilakukan tanpa terkecuali di tengah pandemi.
”Kami harus berbuat sesuatu, baik lewat komentar maupun bantuan riil kepada masyarakat, baik itu memakai APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), uang sendiri, maupun jaringan kami, untuk membantu masyarakat di tengah pandemi,” tutur Melki.
Melki mengatakan, Golkar telah memutuskan Airlangga sebagai calon presiden di Musyawarah Nasional tahun 2019 kemarin. Keputusan itu dibuat sebelum pandemi terjadi. Golkar juga telah memutuskan di rapat-rapat tingkatan partai untuk segera memperkenalkan Airlangga di tengah masyarakat.
”Jadi, sebelum ada pandemi sudah kami putuskan. Tiba-tiba setelah kami putuskan, ada pandemi, tetapi keputusan kami, kan, tidak boleh berubah. Kami mesti mengerjakan salah satunya melalui baliho tetapi, kan, banyak cara, ya. Kerja-kerja politik dan kerja-kerja kemanusiaan terus dilakukan,” kata Melki.
Syariefuddin Hasan pun sependapat, seluruh elemen, baik di pemerintahan maupun legislatif, tentu memiliki kewajiban menyejahterakan rakyat. Namun, ia mengingatkan, dalam menjalankan kewajiban tersebut, jika menggunakan anggaran dari APBN ataupun dana dari partai, maka itu harus dilakukan secara transparan.
”Itu, kan, uang rakyat yang harus dipertangungjawabkan,” ucap Syarief.
Ia mengakui, partai di luar pemerintahan kini dihadapkan tantangan yang cukup berat. Sebab, untuk menyejahterakan rakyat, tentu dibutuhkan anggaran. Namun, Demokrat meyakini, rakyat akan menilai dengan adil bahwa partai-partai yang sekarang di luar pemerintahan bisa memberikan solusi kepada pemerintah demi kepentingan rakyat.
”Rakyat akan fair enough. Demokrat berbuat banyak tanpa menggunakan APBN dan rakyat pasti beri apresiasi. Check and balance yang dilakukan Demokrat itu diperlukan rakyat untuk menyampaikan aspirasi mereka ke pemerintah,” kata Syarief.