Putusan Mahkamah Konstitusi terkait aturan pendaftaran dan verifikasi partai politik peserta Pemilu membuat KPU harus menyesuaikan sejumlah Peraturan KPU. Saat ini rumusan perubahan Peraturan KPU tengah disiapkan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mulai menyiapkan perubahan peraturan KPU yang akan menjadi pedoman penyelenggaraan Pemilihan Umum serentak 2024. Sejumlah aturan main akan direvisi, disesuaikan dengan ketentuan baru, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menuturkan, KPU sudah mempersiapkan sejumlah peraturan perundang-undangan terutama peraturan KPU. Melalui biro peraturan perundangan, KPU telah memiliki program legislasi KPU.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Jadi untuk tahun 2021, prioritas mana saja peraturan KPU itu yang perlu kita lakukan perubahan dan PKPU (Peraturan KPU) apa saja yang perlu dibentuk,” kata Raka dalam webinar bertajuk ”Mengelaborasi Tantangan Demokrasi Dalam Upaya Peneguhan Pemilu Berintegritas” yang diselenggarakan oleh Dignity Indonesia, Sabtu (14/8/2021).
Hadir juga sebagai pembicara, anggota Badan Pengawas Pemilu Fritz Edward Siregar serta pengajar pada Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Abdul Gaffar Karim.
Raka mencontohkan, KPU akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 173 Ayat (1) yang mengatur pendaftaran dan verifikasi partai politik (parpol). Melalui putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020 tanggal 4 Mei lalu, MK menyatakan parpol yang pada Pemilu 2019 tidak lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) harus mengikuti verifikasi administrasi sekaligus verifikasi faktual. Sementara parpol yang lolos parliamentary threshold pada pemilu lalu tidak perlu diverifikasi faktual, cukup verifikasi administrasi.
Menurut Raka, KPU sudah membahas dan melakukan diskusi kelompok tentang bagaimana mengakomodasi putusan MK tersebut ke dalam Peraturan KPU (PKPU). Pendaftaran dan verifikasi parpol tergolong penting karena merupakan tahapan awal pemilu.
Sebelum disahkan, rancangan PKPU tentang pendaftaran dan verifiasi akan diuji publik dan dikonsultasikan ke Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Diharapkan, perubahan aturan teknis dan pelaksanaan pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu bisa diselesaikan tepat waktu.
KPU sudah membahas dan melakukan diskusi kelompok tentang bagaimana mengakomodasi putusan MK ke dalam Peraturan KPU.
Saat ini KPU juga tengah menyiapkan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan. Selain itu, KPU pun mulai merumuskan penyederhanan desain surat suara. Menurut Raka, KPU sudah melakukan beberapa kali simulasi, kajian, dan riset terkait hal tersebut.
KPU juga sedang mengkaji, apakah penyesuaian sejumlah aturan main Pemilu itu dapat diatur dengan menggunakan PKPU, atau harus dituangkan dalam undang-undang. Sebab, Komisi II DPR dan pemerintah memutuskan untuk tidak merevisi UU Pemilu. ”Apakah kami perlu menyampaikan ke DPR dan pemerintah, misalnya KPU mengusulkan perlu adanya perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk substansi-substansi tertentu,” ujar Raka.
Tantangan
Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menuturkan, salah satu tantangan untuk pemilu berintegritas tahun 2024 adalah persoalan peraturan. Saat ini, peraturan kementerian/lembaga yang memiliki pengaruh terhadap hajat hidup orang banyak harus mendapatkan persetujuan dari presiden.
Sebelumnya, penyelenggara Pemilu hanya diwajibkan berkonsultasi dengan Komisi II DPR saat menyusun draf PKPU ataupun Peraturan Bawaslu. Setelah disetujui, KPU dan Bawaslu tinggal mengajukan usulan harmonisasi ke Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dengan adanya ketentuan persetujuan dari presiden, menurut Fritz, proses penyusunan PKPU maupun Peraturan Bawaslu bisa memakan waktu yang lebih lama. Sebelumnya, penyelenggara pemilu hanya membutuhkan waktu dua bulan untuk menyiapkan peraturan.
Fritz juga menyoroti, belum adanya perubahan UU Pemilu maupun UU Pilkada. Padahal, penyesuaian sejumlah ketentuan penyelenggaraan pemilu dengan pelaksanaan pilkada belum diatur.
”Ada pengaturan yang berbeda. Jadi, kita harus siap ada ketidaksempurnaan dari UU Pemilu dan UU Pilkada yang harus kita tetap laksanakan untuk Pemilu 2024,” tutur Fritz.
Abdul Gaffar Karim mengingatkan, pemerintahan disebut demokratis bila ada upaya untuk mentransformasikan kehendak rakyat menjadi kebijakan publik. Demokrasi modern mengenal pemilu dan perwakilan sebagai cara terbaik untuk mewujudkan niat dasar pemerintahan demokratis. ”(Pemilu) canggih dan mahal akan tidak berguna, kalau terlepas dari demokrasi,” tuturnya.