Kepercayaan Presiden dan Jeda Waktu Penggantian Panglima TNI
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa purnatugas pada November 2021. Meski waktu yang tersisa tinggal tiga bulan, Presiden Joko Widodo belum mengajukan usulan nama calon Panglima TNI pengganti Hadi.
Tiga bulan menjelang masa pensiun Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Presiden Joko Widodo belum juga memberikan sinyal pergantian. Sosok mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu diperkirakan masih terus dipercaya untuk menjalankan tugas hingga akhir masa dinasnya di tengah pandemi Covid-19.
Merujuk Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), memang tidak ada ketentuan khusus terkait waktu penggantian Panglima TNI. Pasal 13 UU TNI yang terdiri atas 10 ayat menyebutkan, panglima diangkat dan diberhentikan oleh presiden setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengangkatan dan pemberhentian panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi. Adapun jabatan panglima dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari setiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.
Masih pada pasal tersebut disebutkan pula, untuk mengangkat Panglima TNI, presiden mengusulkan seorang calon kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Persetujuan DPR terhadap calon panglima harus diputuskan paling lambat 20 hari, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan dari presiden diterima.
Jika DPR tidak menyetujuinya, presiden perlu mengusulkan satu calon lain sebagai pengganti. Namun, DPR juga harus memberikan penjelasan mengenai alasan ketidaksetujuan secara tertulis. Sementara itu, jika DPR tidak memberikan jawaban, dianggap telah menyetujui, dan selanjutnya presiden berwenang mengangkat panglima baru dan memberhentikan yang lama.
Meski tidak ada ketentuan khusus, setiap presiden menunjukkan kecenderungan yang khas dalam menentukan jeda waktu penggantian panglima dari masa pensiunnya. Berdasarkan UU TNI, masa dinas perwira paling tinggi hingga berusia 58 tahun. Adapun jeda waktu penggantian panglima tidak terlepas dari situasi sosial politik yang tengah berkembang.
Panglima TNI pertama yang pengangkatannya melibatkan persetujuan DPR ialah Jenderal Endriartono Sutarto. Ia yang menjabat sejak Juni 2002 kemudian digantikan oleh Marsekal Djoko Suyanto pada Februari 2006. Saat itu, masa dinas Endriartono masih tersisa sekitar 1 tahun 2 bulan.
Pemberhentian Endriartono sebenarnya sudah diajukan ke parlemen oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2004 untuk digantikan Jenderal Ryamizard Ryacudu. Namun, DPR tidak segera memproses dan menyetujuinya hingga kepemimpinan berganti pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Yudhoyono menarik surat Megawati kemudian mengajukan Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI. Pengajuan itu tidak diproses hampir setahun sehingga menimbulkan ketegangan antara pemerintah dan DPR. Pengajuan Djoko Suyanto baru diproses pada Februari 2006.
Djoko Suyanto menjabat sebagai Panglima TNI dari 2006 hingga 2 Desember 2007. Yudhoyono baru menggantinya dengan Jenderal Djoko Santoso pada hari ke-26 hari setelah masa pensiunnya tiba. Hal serupa terjadi ketika Djoko Santoso menjabat, ia digantikan oleh Laksamana Agus Suhartono pada 28 September 2020 atau dua hari setelah pensiun.
Panglima TNI ketiga yang diangkat di era Yudhoyono, yakni Agus Suhartono, menjabat hingga lima hari setelah pensiun. Ia digantikan oleh Jenderal Moeldoko pada 30 Agustus 2013.
Moeldoko yang mulai menjabat pada masa kepemimpinan Yudhoyono mengakhiri jabatannya pada masa Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi kemudian mengganti Moeldoko dengan Jenderal Gatot Nurmantyo pada 8 Juli 2015 atau sekitar satu bulan sebelum Moeldoko pensiun.
Setelah Gatot menjabat sekitar 2,5 tahun, Presiden Jokowi menggantinya pada 8 Desember 2017. Saat itu, masa dinas Gatot masih tersisa empat bulan. Ia digantikan oleh Marsekal Hadi Tjahjanto yang saat ini masa dinasnya tersisa tiga bulan lagi.
Masih dipercaya
Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies Khairul Fahmi yang dihubungi dari Jakarta, Kamis (5/8/2021), menilai, Presiden Jokowi masih memercayai Hadi Tjahjanto untuk menuntaskan tugas hingga masa pensiunnya tiba pada November 2021. Oleh karena itu, berselang tiga bulan sebelumnya, belum ada tanda-tanda pengajuan pengganti ke DPR. Selain itu, belum ada kebutuhan atau persoalan mendesak yang mengharuskan Presiden mengganti Panglima TNI.
Hadi Tjahjanto merupakan sosok yang sangat dipercaya oleh Presiden Jokowi sehingga dipercaya pula untuk menyelesaikan masa dinasnya sebagai Panglima TNI. Selama bertugas sejak 8 Desember 2017, Hadi dinilai mampu menjaga relasi kepemimpinan sipil dengan militer secara harmonis. Ia juga dinilai tidak bermanuver politik yang bisa berdampak pada hilangnya kepercayaan Presiden.
Menurut Fahmi, penggantian panglima yang cukup jauh dari masa pensiunnya akan memunculkan kesan pencopotan di tengah jalan karena pemasalahan serius. Tindakan tersebut juga bisa dicurigai dilakukan untuk memuluskan kepentingan tertentu. ”Jika pergantian panglima dilakukan untuk kepentingan tertentu, itu merupakan keputusan yang buruk dan tidak sehat untuk organisasi TNI,” katanya.
Meski demikian, kata Fahmi, sebagaimana diatur UU TNI, penggantian Panglima TNI merupakan hak presiden. Presiden bisa menggantinya kapan pun sesuai dengan kebutuhan. Setiap prajurit TNI pun sudah dididik untuk selalu siap bertugas, baik yang bersifat mendadak, baru pertama kali dilakukan, maupun melaksanakan perintah yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Peneliti senior Imparsial, Al Araf, sepakat, Hadi Tjahjanto merupakan sosok yang sangat dipercaya oleh Presiden Jokowi sehingga dipercaya pula untuk menyelesaikan masa dinasnya sebagai Panglima TNI. Selama bertugas sejak 8 Desember 2017, Hadi dinilai mampu menjaga relasi kepemimpinan sipil dengan militer secara harmonis. Ia juga dinilai tidak bermanuver politik yang bisa berdampak pada hilangnya kepercayaan Presiden.
Menurut dia, Hadi juga memiliki hubungan baik yang telah terjalin lama dengan Presiden Jokowi. Hadi pernah menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo, Solo, Jawa Tengah, pada 2010-2011. Saat itu, Joko Widodo adalah Wali Kota Solo. Ketika Joko Widodo menjadi Presiden, Hadi juga diangkat sebagai Sekretaris Militer Presiden (Setmilpres) hingga 2016 sebelum menjadi Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan dan kemudian Kepala Staf TNI AU.
Saat ini, komposisi pengamanan boleh disebut juga paling pas dan tepat. Kepala Kepolisian Negara RI (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo secara kebetulan pernah menjadi Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Surakarta saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo dan Hadi menjabat Komandan Pangkalan Udara Adi Soemarmo, Solo, pada kurun waktu 2010-2011. Keduanya juga pernah bersama-sama bertugas di Istana Kepresidenan, Listyo menjadi ajudan Presiden Jokowi dalam kurun waktu 2014-2016, sementara Hadi menjabat Setmilpres 2015-2016.
Bisa dikatakan, komposisi pengamanan saat ini seperti mengulang periode 2010-2011 di Solo. Kalau dulu bertugas di tingkat kabupaten/kota, kini ”tiga serangkai” itu mengabdi di tingkat kenegaraan. Jokowi menjadi Presiden, Hadi mengendalikan TNI, dan Listyo mengendalikan kepolisian.
Baca juga : Panglima TNI dan Kapolri Tekankan Sinergi TNI-Polri
Di tengah isu pergantian Panglima TNI, Hadi pernah mengatakan bahwa ia akan terus bekerja seperti biasa untuk mengawal keamanan dan pertahanan negeri dari berbagai ancaman. ”Saya tidak peduli dengan berbagai isu (reshufflle), termasuk pergantian panglima. Biar saja isu itu, namanya juga isu. Presiden yang mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan. Saya, sih, bekerja saja seperti biasa,” kata Hadi dalam sebuah wawancara (Kompas, 18/6/2021).
Ia menambahkan, siap mengabdi dan melayani perintah atasan. Selain mengawal keamanan, saat ini ia juga terus membantu pemerintah dan Polri menangani pandemi Covid-19. Mulai dari mendisiplinkan warga untuk mematuhi protokol kesehatan hingga menyiapkan vaksinator dari TNI demi mengejar target vaksinasi Covid-19 pemerintah, yakni 1 juta dosis per hari.
Saat dihubungi pada Rabu (4/7/2021), ketika disinggung tentang pernyataan Kepala Staf TNI AL Laksamana Yudo Margono di Kompas TV baru-baru ini bahwa pergantian Panglima TNI adalah hak prerogatif Presiden Jokowi, Hadi membenarkan. ”Benar yang disampaikan Pak Yudo. Itu hak prerogatif Presiden. Kita sebagai prajurit hendaknya bekerja saja seperti biasa mengawal NKRI dan ikut membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19. Soal pergantian itu (Panglima TNI), itu kewenangan Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI,” kata Hadi.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), TB Hasanuddin, mengatakan, tidak ada ketentuan bagi Presiden untuk menentukan kapan akan mengajukan calon pengganti Panglima TNI yang akan memasuki masa pensiun. ”Yang penting harus terpenuhi, serah terima (jabatan) dilaksanakan sebelum pejabat yang lama masuk pada usia pensiun. Kapan, bisa sehari sebelumnya, seminggu sebelumnya,” katanya.
Menurut Hasanuddin, waktu yang tersisa sebelum Hadi purnatugas masih cukup untuk Presiden mengajukan calon pengganti kemudian pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi I DPR. Namun, pengajuan tak bisa dilakukan saat ini karena DPR masih dalam masa reses.
Baca juga : Dibutuhkan Obyektivitas dalam Menentukan Calon Panglima TNI
Berdasarkan informasi yang didapat Kompas dari lingkungan Istana Kepresidenan, baru-baru ini, Hadi masih akan terus dipertahankan oleh Presiden Jokowi hingga Hari TNI pada 5 Oktober mendatang. Di tengah pandemi Covid-19 ini, soliditas seluruh komponen termasuk TNI sangat dibutuhkan. Tradisinya selama ini, pergantian Panglima TNI bisa saja dilakukan setelah Panglima TNI menggelar latihan gabungan besar-besaran dan penyiapan Hari TNI 5 Oktober. Karena itulah legacy seorang Panglima TNI yang purnatugas menyiapkan Hari TNI 5 Oktober atau menggelar latihan gabungan besar-besaran yang berjalan sukses.
Tentang siapa yang akan menggantikan Hadi, Presiden Jokowi disebut-sebut masih terus mempertimbangkan dengan saksama dengan melihat kondisi terkini. ”Banyak sekali kemungkinannya. Bisa secara bergiliran, artinya setelah TNI Angkatan Darat (Jenderal TNI Gatot Nurmantyo) dan TNI Angkatan Udara (Hadi Tjahjanto), kini giliran TNI Angkatan Laut. Namun, bisa juga tidak bergiliran karena kondisi politik dan keamanan terutama menjelang Pemilu 2024 mendatang. Bisa saja TNI AD lagi, baru tahun depan atau 2023 akan diganti lagi sesuai urutannya,” tutur sumber Kompas.
Ketiga Kepala Staf TNI saat ini, lanjut sumber tersebut, masih mempunyai peluang untuk diangkat sebagai Panglima TNI. ”Ada juga perwira tinggi TNI AD lainnya yang diusulkan seorang pejabat tinggi kepada Presiden sebagai pengganti Pak Hadi. Namun, ini, kan, hak prerogatif Presiden. Rasanya Presiden tidak akan berkenan,” kata pejabat tersebut.
Presiden Jokowi, tambah pejabat itu, bisa saja memilih calon lainnya atau di luar ketiga kepala staf TNI yang sudah ada. ”Artinya, Presiden akan memilih calon Panglima TNI dari sosok yang lebih muda lagi dari ketiga kepala staf TNI saat ini. Bisa saja, kan? Namanya juga hak prerogatif Presiden, yang terbaik dipilih Presiden sesuai kebutuhan dan kondisi yang tepat,” ujarnya.
Panglima TNI berikutnya harus mendorong transformasi pertahanan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit. Hal itu di antaranya terkait dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, modernisasi persenjataan, dan teknologi pertahanan.
Saat dikonfirmasi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno hanya tertawa, ”Saya baru dengar dari penjenengan loh kalau ada info itu (pergantian Panglima TNI akan segera dilakukan). Tunggu saja.” Sebelumnya beredar info bahwa Presiden Jokowi akan mengganti Panglima TNI sebelum 17 Agustus 2021.
Pekerjaan rumah
Sekalipun dipercaya penuh oleh Presiden, kepemimpinan Hadi yang tersisa tiga bulan lagi menyisakan sejumlah catatan yang perlu diperbaiki Panglima TNI berikutnya. Menurut Araf, hal itu salah satunya terkait dengan komitmen untuk mendukung reformasi TNI.
Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran pertahanan juga penting untuk ditingkatkan. Sebab, dalam berbagai survei, anggaran pertahanan dinilai tidak transparan dan rawan penyimpangan. Panglima selanjutnya juga wajib memastikan agar kekerasan yang dilakukan prajurit TNI tidak terjadi lagi.
”Panglima TNI berikutnya harus mendorong transformasi pertahanan untuk meningkatkan profesionalisme prajurit. Hal itu di antaranya terkait dengan peningkatan kesejahteraan prajurit, modernisasi persenjataan dan teknologi pertahanan,” kata Araf.