”Indonesia Raya” Terus Berkumandang Melintasi Zaman
Berkat prestasi yang ditorehkan atlet bulu tangkis ganda putri di Olimpiade, lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” berkumandang di Tokyo, Jepang. Lagu yang melintasi zaman ini senantiasa menjaga spirit kebangsaan kita.
”Jujur saya sangat bangga, apalagi waktu ’Indonesia Raya’ berkumandang,” kata Presiden Joko Widodo dengan ekspresif saat berbicara melalui panggilan video bersama Greysia Polii dan Apriyani Rahayu dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin (2/8/2021).
Beberapa jam sebelumnya, jauh di Jepang sana, dua atlet putri bulu tangkis Indonesia tersebut mempersembahkan medali emas Olimpiade Tokyo 2020 nomor ganda putri bagi Tanah Air.
Hati siapa tak tergetar ketika melihat bendera Merah Putih perlahan dikerek naik diiringi lagu kebangsaan kita itu? Siapa yang tidak terharu, menangis, atau berkaca-kaca melihat perjuangan dua putri Indonesia yang di awal Agustus 2021, bulan kemerdekaan negeri ini, memberi kado istimewa bagi seluruh rakyat Indonesia? Hadiah berkesan yang betul-betul membanggakan. Bingkisan penuh pesan yang menguatkan harapan dan semangat untuk mencapai tujuan.
Wajar ketika warga, termasuk orang nomor satu di negeri ini yang berdiam di Istana Kepresidenan, tersentuh dan bangga ketika mendengar lagu ”Indonesia Raya” akhirnya berkumandang di podium ajang perhelatan olahraga terakbar sejagat. Tidak semua negara berkesempatan diperdengarkan lagu kebangsaannya di gelaran ini, terkecuali ada atletnya yang meraih medali emas.
Baca juga : Presiden Jokowi Bangga Tradisi Emas Olimpiade Terpelihara
Boleh dikata, prestasi Greysia dan Apriyani ini pun ibarat sehelai sapu tangan sutra nan lembut yang menyeka air mata Ibu Pertiwi yang kini tengah bersusah hati akibat pandemi Covid-19 berikut segenap dampaknya. Kebahagiaan dan kebanggaan yang membuncah ini kiranya menjadi penyemangat bagi kita untuk terus berperang melawan Covid-19 dan memenangkannya.
Jujur saya sangat bangga, apalagi waktu Indonesia Raya berkumandang. (Presiden Jokowi)
Lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” adalah simbol negara, sebagaimana halnya Bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, dan lambang negara berupa Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Ikhwal simbol negara ini tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 berikut pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
”Kita perlu memberi perhatian, penghargaan, dan penghormatan pada lambang-lambang yang dimiliki bangsa yang besar ini. Khusus tentang lagu kebangsaan ’Indonesia Raya’, saya minta agar setiap warga bangsa menyanyikannya, bukan sekadar mendengarkannya, pada saat-saat khusus mengenang keagungan bangsa kita. Tidak cukup sekali setahun pada saat 17 Agustusan, tetapi juga pada saat-saat kita bersyukur atau bergembira merayakan keberhasilan kita sebagai bangsa,” kata Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pada 17 Agustus 2003.
Kutipan di atas adalah nukilan sambutan Megawati pada buku berjudul Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang tersaji saat memperingati hari ulang tahun ke-58 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2003 lalu. Di kesempatan tersebut, putri Bung Karno ini juga kembali mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
Khusus tentang lagu kebangsaan ’Indonesia Raya’, saya minta agar setiap warga bangsa menyanyikannya—bukan sekadar mendengarkannya—pada saat-saat khusus mengenang keagungan bangsa kita. (Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri)
Terkait hal tersebut, Megawati pun mengajak kita mengenang dengan takzim pengorbanan Wage Rudolf Soepratman. Pemerintah Indonesia pun telah menganugerahkan Bintang Mahaputera secara anumerta kepada pencipta lagu ”Indonesia Raya” tersebut. Wajah WR Soepratman telah diabadikan dalam mata uang rupiah pecahan Rp 50.000. Warga masyarakat pun menghormatinya dengan memberi nama jalan WR Soepratman di hampir setiap kota besar di Indonesia.
Mendahului zaman
Bondan Winarno saat memberi pengantar pada buku tersebut menyampaikan bahwa Indonesia adalah bangsa yang beruntung karena telah mempunyai lagu kebangsaan lama sebelum bangsa ini menyatakan kemerdekaannya. WR Soepratman jelas-jelas menuliskan ”lagu kebangsaan” di bawah judul ”Indonesia Raya” ketika ia memublikasikannya di tahun 1928 silam.
Soepratman adalah visioner besar. ”Tidak pernah sebelumnya terjadi di dunia, seorang pencipta lagu tahu bahwa lagu ciptaannya akan menjadi lagu kebangsaan. Sayang, Soepratman telah meninggal tujuh tahun sebelum Republik Indonesia merdeka dan mengumumkan Undang-Undang Dasar yang mencantumkan ’Indonesia Raya’ sebagai lagu kebangsaan,” kata Bondan Winarno.
”Indonesia Raya” merupakan soneta, yakni sajak 14 baris yang terdiri atas satu oktaf (atau dua kuatren) dan satu sekstet. Merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna oktaf, antara lain, sajak yang terdiri atas delapan larik dalam satu bait. Sementara salah satu makna dari sekstet adalah sajak enam seuntai.
Baca juga : Gelora ”Indonesia Raya”, Bara Spirit untuk Bangkit
Soneta telah populer di Eropa sejak masa Renaisans. Akan tetapi, pilihan soneta sebagai bentuk lirik Indonesia Raya, menurut Bondan Winarno, pun bisa dianggap avant garde atau mendahului zaman di Indonesia pada waktu itu. ”Indonesia Raya” diperdengarkan pertama kali pada Kongres Pemuda II di Jalan Kramat 106, Jakarta, pada 28 Oktober 1928.
Lagu yang diperdengarkan beberapa saat setelah para pemuda Indonesia menyerukan Sumpah Pemuda tersebut langsung diterima dan diakui sebagai lagu kebangsaan bagi sebuah nasion yang sedang digalang. Lima tahun setelah ”Indonesia Raya” berkumandang di seluruh Nusantara, seniman Angkatan Pujangga Baru mulai banyak menggunakan soneta sebagai bentuk ekspresi puitis. Demikian catatan Bondan.
Ikhwal WR Soepratman yang menuliskan ”Lagu Kebangsaan Indonesia” di bawah judul lagu ”Indonesia Raya” pun dituliskan B Sularto dalam bukunya yang berjudul Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Soepratman menuliskan hal itu karena terharu ketika pada tahun 1929 suatu pergerakan kebangsaan mengumumkan bahwa ”Indonesia Raya” diakui sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
Baca juga : ”Indonesia Raya”Bakal Berkumandang Setiap Hari di Ruang Publik DIY
WR Soepratman pun menerbitkan sendiri naskah lagu Indonesia Raya itu dalam cetakan rapi berjumlah seribu lebih lembar. Dia memberikan lembaran itu dengan cuma-cuma kepada semua sahabat dan kenalannya. Sebagian besar lainnya dijual dengan harga 20 sen. Lembaran itu dalam waktu singkat habis terjual dan uangnya digunakan oleh WR Soepratman untuk menutup ongkos cetak naskah lagu ”Indonesia Raya”.
WR Soepratman, demikian tulis B Sularto, tidak berusaha mencari keuntungan. Hal yang penting bagi WR Soepratman adalah ia dapat menyebarkan naskah lagu ciptaannya yang telah diberi judul baru ”Indonesia Raya” (sebelumnya lagu tersebut berjudul ”Indonesia”) dengan disertai tulisan Lagu Kebangsaan Indonesia.
Baca juga : Gerakan Indonesia Raya Bergema Mulai Berlangsung di Yogyakarta
Amir Pasaribu, seorang komposer, dalam salah satu bab di bukunya yang berjudul Analisis Musik Indonesia pun menuliskan momen diperdengarkannya Lagu Indonesia Raya di tahun 1928 dan sisi visioner WR Soepratman terkait kemerdekaan. Bab yang berjudul Seperempat Abad Lagu Indonesia Raya tersebut mengisahkan ketika di pada 28 Oktober 1953 seluruh bangsa Indonesia memperingati 25 tahun usia lagu kebangsaannya.
Tepat seperempat abad yang lalu, demikian Amir Pasaribu menulis di tahun 1953 tersebut, tatkala Kongres Pemuda II pukul 11.00 tengah malam bertempat di Kramat 106 Jakarta, wartawan Wage Rudolf Soepratman (1902-1938) mohon diberi kesempatan untuk mengetengahkan karangannya lagu ”Indonesia Raya”.
Pada malam itu berhasil pula dikumandangkan sumpah pemuda sambil berdiri di depan bendera Merah Putih sebagai tekad untuk terus giat memperjuangkan kemerdekaan nusa dan bangsa.
Perayaan memperingati lagu kebangsaan dinilai tepat. ”Dan, tiap kali kita memperingatinya, tinggallah kenangan yang teristimewa bahwa Indonesia telah merdeka. Seperti dalam kata-kata lagu, jiwa, maupun badannya telah bangun untuk Indonesia Raya,” kata Amir Pasaribu.
Tiap kali kita memperingatinya, tinggallah kenangan yang teristimewa bahwa Indonesia telah merdeka. (Amir Pasaribu)
Berhasil sudah apa yang diperjuangkan kata-kata dan ulangannya : (Indonesia Raya merdeka) merdeka tanahku, negeriku yang kucinta. Menurut Amir Pasaribu, dalam lagu ”Indonesia Raya” tersebut Soepratman ibarat ahli nujum. Kemerdekaan Indonesia yang ”dinujumkan” tersebut telah menjadi kenyataan.
Pada buku berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang ditulis Cindy Adams, kita pun dapat menyimak pandangan Bung Karno terkait detik-detik proklamasi 17 Agustus 1945 dan lagu ”Indonesia Raya”. ”Upacara itu berlangsung sederhana. Tetapi apa yang kami rasakan kurang dalam kemegahannya, kami penuhi dalam harapan,” kata Bung Karno.
Bung Karno pun berjalan ke pengeras suara hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan Proklamasi. ”Istriku telah membuat sebuah bendera dari dua potong kain. Sepotong kain putih dan sepotong kain merah. Ia menjahitnya dengan tangan. Inilah bendera resmi yang pertama dari Republik,” ujar Bung Karno.
Tidak ada musik, tidak ada orkes. Setelah bendera dikibarkan, kami menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”. (Bung Karno)
Detail kesederhanaan suasana pun dituliskan di buku tersebut. Tiang benderanya berupa batang bambu panjang yang ditancapkan ke tanah beberapa saat sebelum itu. Buatannya kasar. Dan tidak begitu tinggi.
Digambarkan pula ketegangan setiap orang yang menunggu ketika Latif Hendraningrat, satu dari beberapa hadirin yang memakai seragam, mengambil bendera itu, mengikatkannya pada tali yang kasar dan kusut, dan mengibarkannya... seorang diri... dengan kebanggaan... untuk pertama kali setelah tiga setengah abad.
”Tidak ada musik, tidak ada orkes. Setelah bendera dikibarkan, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya,” kata Bung Karno.
Demikianlah tertulis perihal lagu ”Indonesia Raya” dari masa ke masa di sejumlah literatur. Sejarah telah, sedang, dan akan terus mencatat bahwa lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” selalu dinyanyikan pada berbagai peristiwa yang dialami negeri ini.
Tak terkecuali di tengah pandemi Covid-19 saat ini, ketika banyak kegiatan terpaksa dilakukan secara daring, lagu ”Indonesia Raya” pun tetap diperdengarkan dan dinyanyikan di ruang virtual pada acara seremonial. Melintasi zaman, lagu ”Indonesia Raya” telah berkumandang dan akan terus berkumandang. Dirgahayu Indonesia!