KY Mendalami Wawasan Calon Hakim Agung
Kamis (5/8/2021) ini hari ketiga Komisi Yudisial melanjutkan wawancara para peserta Seleksi Calon Hakim Agung 2021. Sebagian peserta diajukan pertanyaan, mengapa kasasi ke Mahkamah Agung sangat banyak saat ini.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Yudisial pada Kamis (5/8/2021), ini melanjutkan wawancara para peserta Seleksi Calon Hakim Agung 2021. KY mewawancarai lima calon hakim agung.
Mereka ialah Achmad Setyo Pudjoharsoyo (Ketua Pengadilan Tinggi Kendari), Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, dan Yohanes Priyana. Kelima calon tersebut mendaftar sebagai hakim agung untuk kamar pidana.
Kamis ini merupakan hari ketiga dalam proses seleksi wawancara hakim agung yang digelar KY. Pada Selasa kemarin, KY telah mewawancarai lima calon yang dilanjutkan pada Rabu juga dengan lima calon.
Salah satu calon, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, ditanya mengapa upaya hukum ke Mahkamah Agung melalui kasasi atau peninjauan kembali (PK) sangat banyak. ”Banyaknya kasasi ke MA, apakah itu karena masyarakat tidak percaya dengan pengadilan di bawahnya?” tanya Amzulian Rifai, salah satu komisioner KY.
Baca juga: Komisi Yudisial Merekrut 13 Calon Hakim Agung Baru
Atas pertanyaan ini, Achmad Setyo mengungkapkan bahwa hal tersebut sangat terkait dengan budaya hukum yang ada di masyarakat. ”Upaya hukum hingga titik terakhir ini tidak lepas dari budaya kita sendiri. Persoalannya bukan menang atau kalah, tetapi ada masyarakat tertentu yang memang menunda-nunda penyelesaian perkara itu. Untuk mengulur-ngulur (waktu)," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, banyak pihak yang berupaya mencari kebenaran dengan upaya tingkat pertama, banding, selanjutnya di kasasi. ”Kalau perlu juga dengan peninjauan kembali. Ini tidak lepas dari budaya hukum kita,” ujarnya.
Selain itu, Achmad Setyo juga mengungkapkan tentang masalah kepercayaan ke badan peradilan. Ada kemungkinan, upaya hukum kasasi atau bahkan PK dilakukan karena masyarakat belum percaya pada putusan tingkat pertama atau mereka merasa ada sesuatu dengan putusan tersebut sehingga melakukan upaya hukum.
Salah satu calon, Achmad Setyo Pudjoharsoyo, ditanya mengapa upaya hukum ke Mahkamah Agung melalui kasasi atau peninjauan kembali (PK) sangat banyak.
Anak dan menantu
Pada Rabu (4/8/2021) kemarin, KY telah menguji calon hakim agung lainnya, yaitu Adly, Catur Iriantoro, Suharto, Subiharta, dan Prim Haryadi. Kepada Catur, Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim Sukma Violetta menanyakan tentang pekerjaan anak dan menantunya.
”Jadi berapa anggota keluarga Bapak yang yang menjadi hakim?” tanya Sukma.
Catur yang menjabat sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Lampung, ini menjawab bahwa memang anak kandung dan menantunya juga menjabat sebagai hakim di wilayah hukum yang sama dengan tempat dia bertugas. Anaknya bertugas di Pengadilan Negeri Gedong Tataan, sedangkan menantunya di Pengadilan Negeri Gunung Sugih.
”Perlu kami sampaikan ke publik, sekalipun saya dinas di sana, anak dan menantu saya di sana, itu karena anak saya waktu cakim (calon hakim) menempati ranking ke-13. Ada kebijakan di ditjen (direktorat jenderal di Mahkamah Agung-red), untuk cakim nomor 1 sampai 50 itu dimungkinkan (penempatannya) tidak terlalu jauh dari Jakarta,” jelasnya.
Baca juga: Pertanyaan kepada Calon Hakim Agung agar Lebih Substantif
Catur pun mengaku tidak tahu mengapa kedua anggota keluarganya ditempatkan sama-sama di wilayah hukum PT Tanjung Karang. Mengenai waktu penempatan, Catur mengatakan bahwa dirinya ditempatkan lebih dahulu di Tanjung Karang. ”Saya lebih dulu satu tahun. Anak saya ditempatkan pada bulan April 2020, saya April 2019,” ujarnya.
Sukma Violleta pun kembali mengajukan pertanyaan kepada Catur, apakah penempatan anaknya di wilayah hukum yang sama terkait dengan posisinya yang menjadi hakim tinggi di PT Tanjung Karang. Hal ini dibantah oleh Catur.
”Kebetulan tidak ada kedekatan. Semua saya serahkan kepada yang berwenang. Itu suatu kebetulan saja,” jawabnya.
Ia kemudian melanjutkan, ”Kalau memang itu merupakan halangan, kami siap pindah dari Pengadilan Tanjung Karang untuk menghindari konflik kepentingan itu. Dengan saya pindah, menjadi tidak ada lagi (konflik kepentingan).”
Komisioner KY bidang Rekrutmen Hakim Siti Nurdjanah juga menanyakan sikap Catur apabila ditunjuk menjadi majelis hakim tingkat banding untuk perkara yang sebelumnya ditangani oleh anak dan menantunya di tingkat pertama. Menurut Catur, ia akan menghindari hal tersebut karena jika hal itu terjadi maka akan terjadi konflik kepentingan.
”Kalau konflik kepentingan, tentunya melanggar kode etik. Tetapi tentu ada caranya supaya kita terhindar dari itu. Kita lapor ke Pak Ketua (PT Tanjung Karang), mohon kalau ada perkara di mana anak saya (menjadi majelis hakim tingkat pertama), jangan ditunjuk majelis (banding) atas nama saya,” ungkapnya.
Jabatan hakim agung kan tinggi. Coba terangkan putusan besar di sejarah peradilan dunia yang Anda ketahui. Putusan yang sangat berpengaruh dalam sejarah. (Jimly Asshiddiqi)
Tujuh kali jatuhkan pidana mati
Sementara itu, Prim Haryadi yang saat ini menjabat sebagai Direktur Badan Peradilan Umum MA ditanya oleh salah satu penguji, yakni mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqi, mengenai putusan yang bersejarah di dunia peradilan.
”Jabatan hakim agung kan tinggi. Coba terangkan putusan besar di sejarah peradilan dunia yang Anda ketahui. Putusan yang sangat berpengaruh dalam sejarah,” tanya Jimly.
Pertanyaan ini dijawab oleh Prim dengan putusan terkait lingkungan hidup. ”Kalau putusan landmark decision terkait lingkungan hidup adalah Mandalawangi. Pemda dinilai tak berbuat sehingga mengakibatkan gerusan tanah yang menimbun,” ungkapnya.
”Kalau yang di dunia,” tanya Jimly.
”OJ Simpson. Yang bersangkutan dinilai bersalah lakukan pembunuhan. Tapi terus terang enggak mengikuti kasusnya secara tuntas,” kata Prim yang sudah bekerja sebagai hakim selama 30 tahun.
Baca juga: Tutupi Pertanyaan tentang Integritas Calon, Komisi Yudisial Dikritik
Jimly pun menyahut, ”Intinya saya berharap, anda kalau menjadi hakim agung, dapat menemukan hukum, menemukan keadilan. Membuat sejarah. Jadi hakim agung bukan untuk sekadar bekerja.”
Komisioner KY Amzulian Rifai pun mengembangkan pertanyaan yang sudah dimulai oleh Jimly. Ia pun menanyakan sikap Prim terhadap hukuman mati atau death penalty.
”Hakim agung perlu wawasan luas. Saya sejak hari pertama (seleksi wawancara) fokus menanyakan tentang konvensi-konvensi internasional. Banyak (calon) tidak bisa menjawab. Mengenai death penalty, bagaimana pandangan Bapak? Kenapa saya tanya ini? Ada perkembangan signifikan di dunia, ada kelompok yang kontra hukuman mati. Menurut data United Nation (PBB), 60 persen negara tidak menerapkan lagi hukuman mati. Salah satu halangan Turki untuk masuk UE (Uni Eropa), karena dalam hukumnya masih mengakui hukuman mati. Anda pro atau sebaliknya?” tanya Amzulian.
Prim menilai Indonesia masih memerlukan pidana mati, misalnya dalam perkara narkotika. Sebab, narkotika mengakibatkan anak korban menjadi korban.
”Untuk pengimpor (narkotika), pidana mati masih diperlukan. Sekarang ini karena (pemeriksaan) ketat di bandara, (narkotika) masuk lewat Pelabuhan. Saya baca di Sukabumi dan Kalianda. Saya bersyukur teman-teman di pengadilan konsisten, hingga MA, menerapkan hukuman mati,” ujarnya.
Ia pun mengaku telah menangani enam hingga 7 perkara yang pada akhirnya menghasilkan putusan pidana mati. ”Enam sampai tujuh perkara. Semua (terdakwa) dipidana mati. Satu sudah dieksekusi,” ujar Prim.